Kantor pengacara (Law Office) Syukur Kaliki, SH dan rekan melaporkan enam terduga pelaku pelanggaran Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik ITE) ke Ditreskrimsus Polda Maluku karena menyebarkan berita yang tidak benar dan mengandung SARA.
"Laporan ini kami sampaikan ke Krimsus atas permintaan warga Dusun Kalauli, Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah," kata Syukur Kaliki di Ambon, Rabu.
Mereka yang dilaporkan adalah KP alias Kamal (terlapor satu), Ustad ATL alias Arsal, GGL alias Ghozali, HL alias Hanny, ML alias Manilet, dan AO alias Ami masing-masing sebagai terlapor dua sampai enam.
Menurut dia, laporan polisi dilakukan karena terlapor satu mengambil gambar dengan telepon genggam terhadap jamaah yang sementara duduk setelah selesai solat subuh di dalam Masjid Alhidayah di Dusun Kalauli, kemudian mengambil gambar warga di sebuah rumah yang sedang melakukan tradisi Idul Adha.
Terlapor satu kemudian mempostingnya di akun FB miliknya, namun menuliskan kalimat "Kelar subuh pun pesta joget masih lanjut?? Astaga'.
Aksi perekaman video ini dilakukan terlapor satu pada 12 Agustus 2018 pukul 05:30 WIT lalu dibagikan ke akun medsos atas nama Ustad AT dan pada dinding miliknya diserta tulisan "informasi bahwa hal ini terjadi di Kalaui, Kecamatan Leihitu, mohon netizen klarifikasi kebenarannya.
Video dan tulisan terlapor jadi viral dan mendapat banyak tanggapan miring masyarakat Leihitu, terutama terlapor tiga sampai enam yang mengandung rasisme serta ancaman kekerasan dan pengusiran.
Sementara Hendra Musaid yang merupakan tim penasihat hukum mengatakan, warga Kalauli mengaku resah dengan viralnya video yang diposting terlapor satu dan mendapat reaksi miring dari terlapor lainnya.
"Pengambilan video oleh terlapor satu beserta komentar keliru itu sebenarnya dilakukan ketika jamaah sudah selesai melaksanakan solat subuh," katanya.
Apalagi Ketua MUI Maluku DR Abdullah Latuapo bersama pengurus Muhamadiyah Maluku telah turun langsung ke Kalauli dan menurut mereka tradisi warga dusun ini sudah dijalankan sejak turun-temurun menyambut dan sesudah perayaan Idul Adha dengan nama kegiatan adat menari badenda bagi warga yang sudah menikah.
Bahkan kegiatan ini biasanya dilaksanakan untuk menggalang dana warga dusun membangun masjid raya Alhidayah yang mencapai miliaran rupiah dan membangun kantor dusun yang sekarang baru mencapai 90 persen, sehingga bagi warga yang tidak berpartisipasi dikenakan sanski denda.
"Kegiatan adat ini dilakukan pada 11 Agustus 2019 bertepatan dengan perayaan Idul Adha dan berlangsung sampai menjelang subuh dihentikan untuk sholat subuh," jelas Hendra.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Laporan ini kami sampaikan ke Krimsus atas permintaan warga Dusun Kalauli, Desa Kaitetu, Kecamatan Leihitu (Pulau Ambon) Kabupaten Maluku Tengah," kata Syukur Kaliki di Ambon, Rabu.
Mereka yang dilaporkan adalah KP alias Kamal (terlapor satu), Ustad ATL alias Arsal, GGL alias Ghozali, HL alias Hanny, ML alias Manilet, dan AO alias Ami masing-masing sebagai terlapor dua sampai enam.
Menurut dia, laporan polisi dilakukan karena terlapor satu mengambil gambar dengan telepon genggam terhadap jamaah yang sementara duduk setelah selesai solat subuh di dalam Masjid Alhidayah di Dusun Kalauli, kemudian mengambil gambar warga di sebuah rumah yang sedang melakukan tradisi Idul Adha.
Terlapor satu kemudian mempostingnya di akun FB miliknya, namun menuliskan kalimat "Kelar subuh pun pesta joget masih lanjut?? Astaga'.
Aksi perekaman video ini dilakukan terlapor satu pada 12 Agustus 2018 pukul 05:30 WIT lalu dibagikan ke akun medsos atas nama Ustad AT dan pada dinding miliknya diserta tulisan "informasi bahwa hal ini terjadi di Kalaui, Kecamatan Leihitu, mohon netizen klarifikasi kebenarannya.
Video dan tulisan terlapor jadi viral dan mendapat banyak tanggapan miring masyarakat Leihitu, terutama terlapor tiga sampai enam yang mengandung rasisme serta ancaman kekerasan dan pengusiran.
Sementara Hendra Musaid yang merupakan tim penasihat hukum mengatakan, warga Kalauli mengaku resah dengan viralnya video yang diposting terlapor satu dan mendapat reaksi miring dari terlapor lainnya.
"Pengambilan video oleh terlapor satu beserta komentar keliru itu sebenarnya dilakukan ketika jamaah sudah selesai melaksanakan solat subuh," katanya.
Apalagi Ketua MUI Maluku DR Abdullah Latuapo bersama pengurus Muhamadiyah Maluku telah turun langsung ke Kalauli dan menurut mereka tradisi warga dusun ini sudah dijalankan sejak turun-temurun menyambut dan sesudah perayaan Idul Adha dengan nama kegiatan adat menari badenda bagi warga yang sudah menikah.
Bahkan kegiatan ini biasanya dilaksanakan untuk menggalang dana warga dusun membangun masjid raya Alhidayah yang mencapai miliaran rupiah dan membangun kantor dusun yang sekarang baru mencapai 90 persen, sehingga bagi warga yang tidak berpartisipasi dikenakan sanski denda.
"Kegiatan adat ini dilakukan pada 11 Agustus 2019 bertepatan dengan perayaan Idul Adha dan berlangsung sampai menjelang subuh dihentikan untuk sholat subuh," jelas Hendra.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019