Pusat Penelitian Laut Dalam (P2LD) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengungkapkan bahwa kematian massal ikan di beberapa kawasan pesisir di Pulau Ambon, Provinsi Maluku dalam beberapa hari terakhir, tidak disebabkan oleh ledakan di bawah laut.
"Kalau ledakan di bawah laut, hasil penelitian kita tidak melihat ada bukti ledakan, kalau pun ada efek belerang dan segala macam kita tidak melihat bukti di ikannya atau di dasar laut," kata Kepala P2LD-LIPI Nugroho D. Hananto di sela-sela pertemuan dengan para peneliti dari berbagai instansi dan lembaga perikanan di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan ada hipotesa yang muncul kalau kematian massal ikan di sejumlah kawasan pesisir Pulau Ambon disebabkan oleh aktivitas vulkanik di bawah laut belum bisa dibuktikan, karena sejauh ini tidak ditemukan bukti-bukti terkait hal tersebut.
Karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak perlu risau dan panik dengan berbagai isu dan informasi yang beredar, sebelum ada hasil uji sainstifis resmi yang menyatakan demikian.
"Hipotesa lain ada gunung bawah laut yang menghasilkan belerang dan sebagainya, kita belum melihat adanya hal tersebut. Kalau di darat kita bisa melihat aktivitas hidrotermal atau panas bumi ada belerang dan segalanya yang bisa saja menerus ke laut, cuma sekarang kita juga tidak melihat ada buktinya," katanya.
Terkait kematian massal ikan di pesisir Ambon, P2LD-LIPI, kata Nugroho, telah melakukan sejumlah analisa data oseanografi, kimia, fisika dan biologi, termasuk menguji sejumlah sampel ikan mati, yang mana sebagiannya telah dikirim ke laboratorium Pusat Oseanografi untuk uji toksivitas yang lebih spesifik.
Hasil penelitian sementara tim tanggap cepat P2LD-LIPI, kata dia, menunjukan kematian massal ikan bukan disebabkan oleh anomali yang terjadi di laut, seperti keracunan akibat fenomena ledakan alga beracun, aktivitas pengeboman ikan maupun kandungan logam berat.
"Dari LIPI sendiri kita tidak melihat adanya efek pengeboman di ikan, adanya ikan yang keracunan blooming algae, yang kita lihat memang ada ikan yang ada parasit di insangnya, tapi cuma sedikit, tidak signifikan. Masyarakat boleh mengonsumsi ikan-ikan yang mati itu selama kondisinya masih segar," katanya.
Dikatakanya bahwa hasil riset awal P2LD-LIPI akan dikomparasi dengan berbagai data, hasil penelitian, observasi maupun hipotesa dari berbagai lembaga perikanan dan instasi terkait untuk dilaporkan kepada Pemerintah Kota Ambon, agar bisa diumumkan kepada publik dan mengurangi lebih banyak spekulasi yang beredar di masyarakat.
"Semuanya kan ada tahapannya, hasil yang ada sekarang adalah penelitian awal yang dilakukan berdasarkan uji sampel yang didapatkan setelah kejadian, kita perlu melihat yang sebelumnya dan penelitiannya lagi jalan, dalam proses," demikian Nugroho D. Hananto.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Kalau ledakan di bawah laut, hasil penelitian kita tidak melihat ada bukti ledakan, kalau pun ada efek belerang dan segala macam kita tidak melihat bukti di ikannya atau di dasar laut," kata Kepala P2LD-LIPI Nugroho D. Hananto di sela-sela pertemuan dengan para peneliti dari berbagai instansi dan lembaga perikanan di Ambon, Kamis.
Ia mengatakan ada hipotesa yang muncul kalau kematian massal ikan di sejumlah kawasan pesisir Pulau Ambon disebabkan oleh aktivitas vulkanik di bawah laut belum bisa dibuktikan, karena sejauh ini tidak ditemukan bukti-bukti terkait hal tersebut.
Karena itu, masyarakat diimbau untuk tidak perlu risau dan panik dengan berbagai isu dan informasi yang beredar, sebelum ada hasil uji sainstifis resmi yang menyatakan demikian.
"Hipotesa lain ada gunung bawah laut yang menghasilkan belerang dan sebagainya, kita belum melihat adanya hal tersebut. Kalau di darat kita bisa melihat aktivitas hidrotermal atau panas bumi ada belerang dan segalanya yang bisa saja menerus ke laut, cuma sekarang kita juga tidak melihat ada buktinya," katanya.
Terkait kematian massal ikan di pesisir Ambon, P2LD-LIPI, kata Nugroho, telah melakukan sejumlah analisa data oseanografi, kimia, fisika dan biologi, termasuk menguji sejumlah sampel ikan mati, yang mana sebagiannya telah dikirim ke laboratorium Pusat Oseanografi untuk uji toksivitas yang lebih spesifik.
Hasil penelitian sementara tim tanggap cepat P2LD-LIPI, kata dia, menunjukan kematian massal ikan bukan disebabkan oleh anomali yang terjadi di laut, seperti keracunan akibat fenomena ledakan alga beracun, aktivitas pengeboman ikan maupun kandungan logam berat.
"Dari LIPI sendiri kita tidak melihat adanya efek pengeboman di ikan, adanya ikan yang keracunan blooming algae, yang kita lihat memang ada ikan yang ada parasit di insangnya, tapi cuma sedikit, tidak signifikan. Masyarakat boleh mengonsumsi ikan-ikan yang mati itu selama kondisinya masih segar," katanya.
Dikatakanya bahwa hasil riset awal P2LD-LIPI akan dikomparasi dengan berbagai data, hasil penelitian, observasi maupun hipotesa dari berbagai lembaga perikanan dan instasi terkait untuk dilaporkan kepada Pemerintah Kota Ambon, agar bisa diumumkan kepada publik dan mengurangi lebih banyak spekulasi yang beredar di masyarakat.
"Semuanya kan ada tahapannya, hasil yang ada sekarang adalah penelitian awal yang dilakukan berdasarkan uji sampel yang didapatkan setelah kejadian, kita perlu melihat yang sebelumnya dan penelitiannya lagi jalan, dalam proses," demikian Nugroho D. Hananto.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019