Aksi demonstrasi mahasiswa asal tiga universitas negeri dan swasta Kota Ambon di halaman gedung DPRD Provinsi Maluku, Senin, berlangsung kondusif.
Pantauan Antara, kondisi itu tetap terjaga meski mereka sempat mengguncang-guncang pintu masuk gedung DPRD, namun koordinator lapangan dan para orator lainnya masih bisa menenangkan massa.
"Kami bukan predator dan pak polisi jangan sirami kami dengan air tetapi siramlah kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan," teriak demonstran.
Pimpinan sementara DPRD Maluku, Richard Rahakbauw didampingi sejumlah anggota DPRD di antaranya Usama Namakule dan Rofiq Afifudin yang maju ke depan pintu gerbang untuk mengajak dialog juga ditolak mahasiswa karena mereka menuntut pintu gerbang dibuka.
Mereka menolak pengesahan RUU KPK, RUU KUHP, dan tiga RUU lainnya.
Mereka berasal dari Universitas Patimura (Unpati), Universitas Darusallam, serta STIA Alaska Ambon dan dikoordinir seorang mahasiswa asal Unpati sebagai jenderal lapangan.
Sebelum diizinkan masuk dalam halaman kantor DPRD, para orator dari tiga universitas negeri dan swasta ini diberikan kesempatan berorasi masing-masing selama tiga menit.
"Mahasiswa tetap berada dalam satu barisan dan jangan anarkis serta waspada jangan sampai ada pihak lain yang mengacaukan perjuangan ini," teriak Akbar Hatapayo, salah satu orator asal Unpati Ambon.
Dikatakan, lima rancangan undang-undang yang pasal-pasalnya bermasalah harus dicabut.
"Kami atas nama Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Unpati minta dilakukan kajian secara konstitusional dan DPRD harus merekomendasikan suara dari timur ini, khususnya Maluku," teriaknya.
Orator asal STIA Alaska Ambon, Sutan Tutupoho mengatakan, upaya menciderai dan melemahkan lembaga KPK oleh DPR sudah sejak 2013, padahal KPK dan KPU lahir dari gerakan reformasi.
"Bila KPK dilemahkan maka tidak ada lagi keadilan di negeri ini," tegasnya.
Dalam orasi tersebut, mahasiswa juga melakukan hening cipta untuk mengenang tiga orang aktivis di daerah lain yang ditembak mati saat melakukan aksi demonstrasi.
Mereka menolak revisi RUU KPK, RUU KUHP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pemasyarakatan, dan segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, serta RUU Masyarakat Adat.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
Pantauan Antara, kondisi itu tetap terjaga meski mereka sempat mengguncang-guncang pintu masuk gedung DPRD, namun koordinator lapangan dan para orator lainnya masih bisa menenangkan massa.
"Kami bukan predator dan pak polisi jangan sirami kami dengan air tetapi siramlah kebakaran hutan dan lahan di Kalimantan," teriak demonstran.
Pimpinan sementara DPRD Maluku, Richard Rahakbauw didampingi sejumlah anggota DPRD di antaranya Usama Namakule dan Rofiq Afifudin yang maju ke depan pintu gerbang untuk mengajak dialog juga ditolak mahasiswa karena mereka menuntut pintu gerbang dibuka.
Mereka menolak pengesahan RUU KPK, RUU KUHP, dan tiga RUU lainnya.
Mereka berasal dari Universitas Patimura (Unpati), Universitas Darusallam, serta STIA Alaska Ambon dan dikoordinir seorang mahasiswa asal Unpati sebagai jenderal lapangan.
Sebelum diizinkan masuk dalam halaman kantor DPRD, para orator dari tiga universitas negeri dan swasta ini diberikan kesempatan berorasi masing-masing selama tiga menit.
"Mahasiswa tetap berada dalam satu barisan dan jangan anarkis serta waspada jangan sampai ada pihak lain yang mengacaukan perjuangan ini," teriak Akbar Hatapayo, salah satu orator asal Unpati Ambon.
Dikatakan, lima rancangan undang-undang yang pasal-pasalnya bermasalah harus dicabut.
"Kami atas nama Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Hukum Unpati minta dilakukan kajian secara konstitusional dan DPRD harus merekomendasikan suara dari timur ini, khususnya Maluku," teriaknya.
Orator asal STIA Alaska Ambon, Sutan Tutupoho mengatakan, upaya menciderai dan melemahkan lembaga KPK oleh DPR sudah sejak 2013, padahal KPK dan KPU lahir dari gerakan reformasi.
"Bila KPK dilemahkan maka tidak ada lagi keadilan di negeri ini," tegasnya.
Dalam orasi tersebut, mahasiswa juga melakukan hening cipta untuk mengenang tiga orang aktivis di daerah lain yang ditembak mati saat melakukan aksi demonstrasi.
Mereka menolak revisi RUU KPK, RUU KUHP, RUU Ketenagakerjaan, RUU Pemasyarakatan, dan segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, serta RUU Masyarakat Adat.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019