Himpunan Mahasiswa dan Pemuda Lelelmuku (Himapel)  kembali melakukan aksi demonstrasi di kantor DPRD Maluku mempertanyakan sikap legislatif terhadap sejumlah laporan proyek mangkrak maupun pencabutan izin operasional nelayan andon di Kabupaten Kepulauan Tanimbar (KKT).

"Kami mempertanyakan bagaimana tindak lanjut DPRD Provinsi Maluku terhadap pemberhentian izin operasional nelayan andon, dugaan pelanggaran HAM terkait penurunan masyarakat dari atas kapal perintis menggunakan troli di Saumlaki, ibu kota KKT pada  beberapa waktu lalu akibat pandemi COVID-19, termasuk proyek-proyek mangkrak," kata koordinator Himapel, Jhones Manutilaa di Ambon, Kamis.

Penjelasan Johanes disampaikan saat para pendemo diterima Sekretaris Komisi II DPRD Maluku, Wahid Laitupa, Wakil Ketua komisi III, Ruslan Hurasan, Wakil ketua komisi IV Ny. Tin Renjaan, serta Benhur Watubun dari Komisi I DPRD setempat. 

Dia mengatakan, Himapel juga telah memasukan sejumlah dokumen tentang proyek mangkrak seperti jalan trans Yaru pada tahun anggaran 2019, utang matrial dari kontraktor yang mengerjakan jalan Yaru-Orangar Rp700 juta namun belum dibayar, utang matrial milik masyarakat sekitar Rp300 juta yang belum terbayarkan oleh kontraktor saat mengerjakan proyek jalan Sera - Orangor.

"Makanya kami mempertanyakan ada apa antara Bupati KKK,  Petrus  Fatlolon dengan oknum kontraktor sehingga proyeknya mangkrak dan utang matrial belum terbayarkan. Hanya saja, tidak ada teguran dari Bupati," tandas Johanes. .

Data-data fisik proyek mangkrak di KKT juga telah disampaikan ke BPKP Perwakilan Provinsi Maluku mupaun kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)  di Jakarta.

Proyek bermasalah lainnya seperti jalan Tubam-Tufu, jalan Siwahan-Karatat, jalan trans Yaru, termasuk proyek taman kota.

"Seluruh dokumen yang disampaikan ke kantor Gubernur Maluku, BPKP Perwakilan Provinsi Maluku, maupun KPK ini juga sudah dilaporkan ke aparat kepolisian sejak  2018 dan 2019,  tetapi belum diproses hukum," ujar  Johanes. 

Untuk laporan resmi ke KPK belum ditindaklanjuti karena harusnya ada audit keuangan dari pemerintah provinsi (Pemprov) Maluku terebih dahulu dan disampaikan ke KPK baru dapat ditangani lebih lanjut.

Yang memasukan laporan ini ada dari lembaga swadaya masyarakat maupun tokoh-tokoh masyarakat, termasuk lapporan secara individu dari warga.

"Jadi ada sekitar 12 dokumen yang telah disampaikan kepada pihak terkait, karena ada satu proyek air bersih di Mayano pada tahun anggaran 2019 yang tender pertamanya menggunakan DAU tetapi pekerjaan di lapangan tidak selesai lalu ditenderkan lagi menggunakan DAK," kata Johanes. 

Wakil ketua komisi II DPRD Maluku, Wahid Laitupa maupun anggota legislatif lainnya yang menerima pendemo menyatakan akan meneruskan laporan pendemo kepada pimpinan dewan dan Sekretaris DPRD provinsi untuk ditindaklanjuti.

"Mengingat laporan ini mencakup berbagai persoalan hukum maupun pembangunan infrasruktur, maka kami akan meneruskannya ke pimpinan DPRD dan Sekwan untuk mengundang instansi terkait agar bisa dibahas dalam rapat kerja," tegasnya.
 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020