Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku Utara (Malut) berjanji untuk mewujudkan kemandirian pangan daerah dan kesejahteraan petani kopra yang bertumpu pada pertanian industri berskala menengah dan korporasi petani.

Sekretaris Daerah Malut, Samsuddin A Kadir di Ternate, Kamis menyatakan, terdapat lima misi di dalamnya. Namun, ia hanya fokus pada misi poin keempat yakni membangun perekonomian daerah yang inklusif dan berkualitas dengan orientasi pada nilai tambah dan pengelolaan SDA yang berkelanjutan.

Dia menjelaskan, dalam pelaksanaannya, strategi diarahkan pada keterpaduan sistem usaha agribisnis pertanian yang terintegrasi dan berkelanjutan melalui tiga pendekatan pembangunan pertanian yaitu Pendekatan Kawasan, Pendekatan Komoditas dan Pendekatan Multigate System.

Khusus untuk kelapa, data Angka Tetap Tahun 2019, Data Statistik Perkebunan, Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara menunjukkan Luas panen 150.584 hektar, produksi 220.467 ton/tahun, Produktivitas 1.464 kg/hektar, jumlah pekebun mencapai 35.049 KK.

Pada tahun 2018, terjadi gejolak di daerah lantaran harga kopra turun drastis sehingga menyusahkan para petani yang bergantung pada komoditas ini. Akibatnya, terjadi demonstrasi besar-besaran oleh masyarakat dan elemen mahasiswa baik di Halmahera maupun di Ternate.

Olehnya itu, Pemerintah daerah daerah saat itu didesak mencari jalan keluar menstabilkan kembali harga kopra, bahkan, Pemerintah Pusat diminta untuk mengintervensi kondisi itu.

"Dampak dari anjloknya harga kopra sangat dirasakan terutama bagi perkebunan dan berimbas pada pemenuhan kebutuhan rumah juga sektor pendidikan," kata Samsuddin.

Pada 2020, Pemprov mencanangkan program Gerakan Orientasi Ekspor Untuk Rakyat Sejahtera atau GOSORA. Program ini merupakan jurus jitu AGK-YA dalam mempertahankan eksistensi kelapa dan komoditas utama lainnya di Malut.

Dalam memastikan keberlangsungan ekosistem kelapa dengan bentuk penanganan hulu-hilir, GOSORA akan memfokuskan kegiatan utama pada tiga aspek, Pertama Peningkatan Produksi, Mutu, dan Daya Saing, Kedua, Kelembagaan Ekonomi, Pembiayaan dan Investasi, dan Ketiga Kebijakan dan Regulasi.

"Target di akhir  2024 angka produksi dan produktivitas naik 70 persen dan penurunan laju rusak akan tanaman akibat umur tanaman tua maupun akibat serangan hama dan penyakit," ujarnya.

Lebih jauh, mantan Pj Bupati Pulau Morotai ini menjelaskan, untuk target perkebunan dirancang dengan dua pendekatan, yakni pendekatan optimis dan realistis.

Perancangan target dengan dua skema tersebut didasarkan pada beberapa asumsi utama, Pertama, Asumsi Realistis, yaitu satu-satunya komoditi yang yang pernah diekspor langsung adalah kopra, dan volume tertinggi yang bisa diekspor adalah 7-14 persen dari total produksi.

Kedua, Asumsi Optimis, target kinerja ditetapkan sesuai target Kementan RI dan Gratieks, Dukungan multi-stakeholder yang bersinergi, dan peningkatan infrastruktur ekspor yang lebih baik dari tahun sebelumnya.

Program GOSORA untuk pengembangan kelapa difokuskan di empat kabupaten, yaitu Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Utara, Kepulauan Sula, dan Kabupaten Pulau Morotai.

Program gerakan orientasi ekspor untuk rakyat sejahtera ini, kata Samsuddin, memiliki keterpaduan dengan program dari pemerintah pusat, diantaranya Gerakan Tigakali Lipat Ekspor Pertanian (Gratieks), Gerakan Peningkatan Nilai Tambah dan Saya Saing (Grasida).

"Keterpaduan Program antara pemerintah pusat dan daerah diharapkan dapat mempercepat pengembangan komoditi yang berkualitas dan memeberikan nilai tambah demi kesejahteraan petani kebun dan perekonomian wilayah," ujarnya.

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020