Ternate (ANTARA) - Dulu, petani di Provinsi Maluku Utara yang memiliki kebun kelapa seluas satu hektare, hasilnya selain bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari, juga mampu membiayai pendidikan anak ke perguruan tinggi. Bahkan, dapat pula menabung untuk menunaikan ibadah haji.
Sekarang, petani yang memiliki kebun kelapa seluas itu harus mencari pendapatan tambahan. Karena, hasilnya--jangankan untuk membiayai pendidikan anak di perguruan tinggi dan menabung untuk menunaikan haji--, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari saja tidak cukup akibat rendahnya harga kopra, produk utama petani kelapa di provinsi ini.
Mahmud Hasa, petani kelapa di Kabupaten Halmahera Selatan, salah satu sentra pengembangan perkebunan kelapa di Maluku Utara, menggambarkan harga kopra di daerah ini hanya Rp5.000 per kg, bahkan sering anjlok sampai Rp3.000 per kg. Pendapatan ini hanya bisa untuk menutupi biaya produksi yang semakin mahal.
Untuk memproduksi 1 ton kopra dari hasil satu hektare kebun kelapa, petani mengeluarkan biaya, seperti ongkos pemetikan buah kelapa, pengupasan, dan pengasapan membutuhkan sedikitnya Rp3 juta. Jadi, jika harga kopra Rp5.000, maka dari 1 ton kopra itu, petani hanya mendapatkan hasil sekitar Rp2 juta.
Bila tidak ada insentif berupa harga yang sepadan dengan modal dan biaya produksi, dikhawatirkan usaha petani kopra itu bakal mati suri.
Hasil Rp2 juta itu jelas tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari selama 4 bulan. Tanaman kelapa baru bisa menghasilkan buah untuk diolah kembali menjadi kopra 4 bulan kemudian, bahkan kalau cuaca kurang mendukung bisa sampai 5 bulan.
Mahmud dan ribuan petani kelapa lainnya di Maluku Utara mengharapkan harga kopra di daerah ini bisa mencapai minimal Rp10 ribu per kg, seperti ketika melonjaknya harga minyak goreng beberapa waktu lalu. Dengan harga seperti itu maka petani akan mendapatkan hasil yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rendahnya harga kopra di provinsi kepulauan ini, selain karena dipengaruhi harga kopra nasional dan dunia, juga karena semua produksi kopra setempat dikirim ke daerah lain, seperti Sulawesi Utara dan Jawa Timur.
Para pengusaha kopra di Maluku Utara melalui para pedagang pengumpul membeli kopra petani dengan harga murah untuk menutupi biaya pengangkutan kopra ke daerah tujuan, yang semakin mahal setelah pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) beberapa waktu lalu.
Pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Maluku Utara telah melakukan berbagai upaya untuk mengatasi rendahnya harga kopra di sentra kopra ini, di antaranya melakukan lobi ke sejumlah industri minyak goreng di Sulawesi dan Jawa agar membeli kopra asal Maluku Utara dengan harga tinggi.
Ada pula sejumlah pemerintah kabupaten/kota di provinsi ini yang memanfaatkan badan usaha milik daerah (BUMD) setempat untuk menampung kopra petani setempat kemudian menjual langsung ke industri minyak goreng di Pulau Jawa dengan memanfaatkan kapal tol laut, yang biayanya relatif lebih murah dibandingkan dengan kapal reguler.
Akan tetapi, semua upaya tersebut tetap belum dapat mengangkat harga kopra di Maluku Utara sehingga banyak petani kelapa yang membiarkan buah kelapanya begitu saja karena kalau diolah menjadi kopra hanya akan mengalami kerugian, terutama jika harga kopra di bawah Rp5.000 per kg.
Hilirisasi
Hilirisasi produk kelapa Maluku Utara, khususnya dalam bentuk pembangunan industri minyak goreng, kini menjadi salah satu program prioritas pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Maluku Utara untuk mengatasi rendahnya harga kopra sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani kelapa.
Luas perkebunan kelapa di provinsi ini, yang semuanya merupakan perkebunan rakyat, tercatat 260 ribu ha lebih dengan potensi produksi kopra sekitar 400 ribu ton per tahun. Jumlah produksi sebanyak ini memenuhi syarat di daerah ini untuk dibangun beberapa industri minyak goreng.
Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba bersama para bupati dan wali kota di provinsi ini terus mendorong para investor membangun industri minyak goreng di daerah ini dengan menjanjikan berbagai kemudahan, seperti kemudahan perizinan dan mendapatkan lokasi usaha.
Sejauh ini sudah ada sejumlah investor yang telah menyatakan minat untuk membangun industri minyak goreng di Maluku Utara, bahkan di Kabupaten Halmahera Utara kini dalam proses pembangunan, yang diharapkan dalam waktu dekat ini sudah berproduksi.
Adanya industri minyak goreng itu di Maluku Utara itu menjadikan petani tidak lagi bergantung kepada pedagang pengumpul dalam memasarkan kopra. Mereka bisa langsung menjualnya ke industri dengan harga yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan melepas kepada pedagang pengumpul untuk tujuan antar-pulau.
Gubernur Abdul Gani Kasuba mengupayakan hilirisasi produk kelapa Maluku Utara tidak hanya berupa industri minyak goreng, tetapi juga dalam bentuk lain, misalnya, industri tepung kelapa. Produk tepung kelapa memiliki pangsa pasar yang luas baik di dalam maupun di luar negeri.
Selain itu juga berupa industri pengolahan tempurung kelapa menjadi briket atau arang tempurung dan industri pengolahan sabut kelapa menjadi bahan baku jok mobil, serta berbagai produk turunan lainnya dari kelapa.
Adanya beragam hilirisasi produk kelapa itu diharapkan akan semakin meningkatkan pendapatan petani kelapa di daerah ini. Karena, mereka tidak hanya menjual kopra, tapi juga bisa menjual tempurung kelapa, sabut kelapa, dan berbagai produk turunan lainnya, yang selama ini hanya dibuang sebagai limbah.
Program lain yang dilakukan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota di Maluku Utara untuk meningkatkan kesejahteraan para petani kelapa setempat sekaligus mempertahankan posisi provinsi ini sebagai lima provinsi pengembangan kelapa utama di Indonesia adalah melakukan peremajaan tanaman kelapa.
Tanaman kelapa di Maluku Utara umumnya sudah berusia tua sehingga produktivitasnya semakin rendah. Melalui program peremajaan dengan memanfaatkan bantuan bibit unggul dari pemerintah, diharapkan ke depan produksi kelapa di daerah ini tetap tinggi.
Salah satu jenis kelapa yang diharapkan ditanam petani dalam melakukan peremajaan kelapa adalah kelapa genjah. Selain berproduksi lebih cepat, daging buah kepala genjah juga cukup tebal sehingga jika diolah menjadi kopra, hasilnya lebih tinggi dibandingkan jenis kelapa biasa yang selama ini ditanam petani.
Masuknya industri pengolahan kopra di Maluku Utara juga bakal membuka lapangan kerja baru.
Jadi, hilirisasi memang menjadi kunci agar usaha petani kopra tak mati suri di kemudian hari.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Hilirisasi jadi kunci sejahterakan petani kelapa Maluku Utara
Hilirisasi jadi kunci sejahterakan petani kelapa Malut
Oleh Abdul Fatah Selasa, 7 Maret 2023 12:40 WIB