Jakarta (ANTARA) - Mahkamah Konstitusi memulai tahun 2025 dengan membacakan 18 putusan perkara pengujian undang-undang pada Kamis (2/1) dan 25 perkara pada Jumat (3/1), termasuk di antaranya terkait penghapusan ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) dan penegasan kedudukan spa sebagai bagian pelayanan kesehatan tradisional.
Selain mengenai presidential threshold dan spa, Mahkamah juga memutus perkara uji materi terkait aturan foto dalam kampanye, syarat TOEFL di tes kerja, konstitusionalitas dosen PNS menjadi advokat, surat tanda registrasi tenaga kesehatan, hingga batas umur notaris. Penjelasan selengkapnya dapat Anda simak dalam rangkuman berikut ini:
“Presidential threshold” dihapus
MK memutuskan menghapus ketentuan ambang batas minimal persentase pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden atau presidential threshold pada Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dengan adanya putusan ini, semua partai politik berhak mengusulkan pasangan capres-cawapres.
Uji materi pasal "keramat" itu akhirnya dikabulkan setelah 33 kali dipersoalkan di MK. Mahkamah sebelumnya kukuh menyatakan presidential threshold konstitusional dan termasuk kebijakan hukum terbuka (open legal policy) yang menjadi wewenang pembentuk undang-undang. Namun, dalam Putusan Nomor 62/PUU-XXII/2024 ini, MK mengubah pendiriannya.
Pada pertimbangan hukum, disebutkan bahwa Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 secara gamblang menyatakan pasangan capres-cawapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik sebelum pelaksanaan pemilu. Artinya, partai politik yang sudah dinyatakan sebagai peserta pemilu memiliki hak konstitusional untuk mengusulkan pasangan capres-cawapres.
Lebih jauh, MK membaca arah pergerakan politik mutakhir Indonesia cenderung selalu mengupayakan agar hanya ada dua pasangan calon di setiap pemilu. Di samping itu, pada beberapa pilpres, terdapat dominasi partai politik tertentu dalam pengusulan pasangan capres-cawapres yang berdampak pada terbatasnya hak konstitusional pemilih mendapatkan alternatif yang memadai.
MK menyatakan presidential threshold tidak hanya bertentangan dengan hak politik dan kedaulatan rakyat, tetapi juga melanggar moralitas, rasionalitas, dan ketidakadilan yang tidak dapat ditoleransi serta nyata-nyata bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945. Pertimbangan itulah yang menjadi alasan kuat dan mendasar bagi MK untuk menggeser pendiriannya.
MK menilai dalil yang dimohonkan empat mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, yakni Enika Maya Oktavia, Rizki Maulana Syafei, Faisal Nasirul Haq, dan Tsalis Khoirul Fatna, beralasan menurut hukum. Oleh sebab itu, permohonan para pemohon dikabulkan untuk seluruhnya. Akan tetapi, Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Daniel Yusmic P. Foekh berbeda pendapat.
Rekayasa foto kampanye
Mahkamah dalam Putusan Nomor 166/PUU-XXI/2023 memutuskan bahwa foto atau gambar dalam kampanye pemilihan umum tidak boleh direkayasa atau dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial atau AI.
Ketentuan tersebut merupakan tafsir baru MK terhadap frasa “citra diri” dalam Pasal 1 angka 35 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Pada mulanya, pasal tersebut hanya berbunyi “Kampanye pemilu adalah kegiatan peserta pemilu atau pihak lain yang ditunjuk oleh peserta pemilu untuk meyakinkan pemilih dengan menawarkan visi, misi, program dan/atau citra diri peserta pemilu.”
Melalui putusan ini, MK menyatakan frasa “citra diri” bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai “Foto/gambar tentang dirinya yang original dan terbaru serta tanpa direkayasa/dimanipulasi secara berlebihan dengan bantuan teknologi kecerdasan artifisial (AI).”
Cuti petahana
Kepala ataupun wakil kepala daerah petahana harus menjalani cuti di luar tanggungan negara dan dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya. Tidak hanya pada tahapan kampanye, tetapi juga saat masa tenang hingga hari pemungutan suara. Demikian diputus oleh MK dalam Putusan Nomor 154/PUU-XXII/2024.
Sebelumnya, Pasal 70 ayat (3) UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada) mengatur bahwa cuti bagi petahana hanya selama masa kampanye. Menurut MK, hal ini secara faktual membuka lebar peluang terjadinya penyalahgunaan kewenangan dan fasilitas jabatan oleh petahana sehingga bertentangan dengan prinsip pemilu yang jujur dan adil.
Oleh sebab itu, MK menyatakan pasal tersebut inkonstitusional bersyarat, sepanjang tidak dimaknai “Cuti di luar tanggungan negara dan dilarang menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatannya bagi kepala daerah dan/atau wakil kepala daerah petahana, baik pada masa kampanye, masa tenang, maupun pada hari pemungutan suara.”
Pembatasan masa jabatan
MK memutuskan menolak permohonan uji materi Undang-Undang Nomor 17 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (UU MD3). Mantan caleg bernama Muhamad Zainul Arifin, sekaligus pemohon dalam perkara Nomor 157/PUU-XXII/2024, meminta agar periode masa jabatan anggota legislatif dibatasi.
Dalam pertimbangan hukum, MK menegaskan kembali bahwa periodisasi masa jabatan anggota legislatif tidak diperlukan. Menurut Mahkamah, jabatan anggota DPR dan DPRD tidak bisa disamakan dengan pembatasan masa jabatan Presiden.
Presiden merupakan jabatan tunggal yang memiliki kewenangan penuh dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan sehingga diperlukan diperlukan untuk menghindari kesewenang-wenangan. Sementara itu, anggota DPR dan DPRD merupakan jabatan majemuk yang dalam menjalankan kewenangannya dilakukan secara kolektif sehingga kecil kemungkinan terjadi kesewenang-wenangan.
Syarat TOEFL
Di dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 159/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa syarat nilai tes bahasa Inggris sebagai bahasa asing (TOEFL) pada tes masuk kerja, baik instansi pemerintah maupun swasta, bukanlah suatu bentuk diskriminasi.
Pada perkara ini, Hanter Oriko Siregar mempersoalkan konstitusionalitas Pasal 35 ayat (1) Undang-Undang Ketenagakerjaan dan Pasal 37 Undang-Undang ASN. Hanter mengaku tidak bisa mengikuti seleksi calon PNS karena syarat skor TOEFL sebesar 450, sementara dia hanya mendapatkan skor 370.
Menurut MK, penempatan tenaga kerja telah diatur oleh undang-undang maupun peraturan pemerintah. Oleh karena itu, tidak terdapat potensi bagi instansi pemerintah dan swasta untuk membuat aturan dan persyaratan yang sewenang-wenang dan bersifat diskriminatif dalam proses pengisian kebutuhan tenaga kerja.
Syarat kemampuan bahasa asing dalam seleksi pekerjaan dinilai telah sesuai dengan prinsip tingkat kedewasaan dan pengalaman minimal (minimum degree of maturity and experience), serta merupakan bentuk pengejawantahan Pasal 28C ayat (1) UUD NRI Tahun 1945. MK menyimpulkan, dalil permohonan Hanter tidak beralasan menurut hukum sehingga permohonan dinyatakan ditolak untuk seluruhnya.
Warga tidak beragama
MK menolak permohonan uji materi yang meminta agar warga negara yang tidak beragama diakui di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk). MK menegaskan, konsep kebebasan beragama yang dianut konstitusi Indonesia bukanlah kebebasan yang memberikan ruang bagi warga negara untuk tidak memeluk agama atau tidak menganut kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Menurut MK, pembatasan dalam UU Adminduk berupa kewajiban untuk menyatakan memeluk agama atau kepercayaan tertentu merupakan pembatasan yang proporsional dan tidak diterapkan secara opresif dan sewenang-wenang. Pasalnya, setiap warga negara hanya diwajibkan menyebutkan agama dan kepercayaannya untuk dicatat dan dibubuhkan dalam data kependudukan, tanpa adanya kewajiban hukum lain.
Oleh sebab itu, MK menyatakan Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk tetap konstitusional. Dengan demikian, permohonan Nomor 146/PUU-XXII/2024 yang diajukan dua orang warga negara yang mengaku tidak memeluk agama dan kepercayaan tertentu, Raymond Kamil dan Teguh Sugiharto, tersebut ditolak.
Pendidikan profesi nakes
Mahkamah mengabulkan sebagian permohonan uji materi Pasal 212 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Pasal tersebut mengatur bahwa mahasiswa yang telah menyelesaikan pendidikan tenaga kesehatan (nakes) program sarjana hanya dapat melakukan praktik profesi setelah menyelesaikan pendidikan profesi dan diberi sertifikat profesi.
Pasal itu dinilai merugikan hak mahasiswa yang lulus sebelum undang-undang itu diundangkan. Terlebih, pasal dimaksud langsung berlaku tanpa ada ketentuan peralihan. Para pemohon mendalilkan bahwa pasal yang diujimaterikan itu menghalangi para mahasiswa program sarjana tenaga kesehatan untuk mendapatkan surat tanda registrasi (STR) secara langsung setelah lulus.
Melalui Putusan Nomor 49/PUU-XXII/2024, MK menyatakan Pasal 212 ayat (2) UU Kesehatan hanya berlaku bagi mahasiswa kesehatan program sarjana yang mengikuti kuliah setelah berlakunya undang-undang tersebut, yakni tanggal 8 Agustus 2023.
Sementara itu, untuk mahasiswa yang terdaftar berdasarkan UU Tenaga Kesehatan sebelumnya, mereka yang telah lulus, memiliki sertifikat kompetensi, STR, dan surat izin praktik (SIP) diwajibkan mengikuti pendidikan profesi yang materi dan kurikulumnya dirancang secara khusus dengan waktu yang lebih singkat sebelum perpanjangan SIP dilakukan.
Dosen PNS advokat
Dosen pegawai negeri sipil (PNS), baik perguruan tinggi negeri maupun swasta, diperbolehkan menjadi advokat selama dilakukan untuk pengabdian kepada masyarakat dalam rangka perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi dan dilakukan secara pro bono atau tanpa memungut biaya. Demikian Putusan MK Nomor 150/PUU-XXII/2024.
Menurut MK, membuka peluang dosen PNS menjadi advokat tidak hanya memperkaya khazanah ilmu pengetahuan, tetapi juga memperkuat peran dosen sebagai agen perubahan yang dapat berkontribusi positif bagi masyarakat dan sistem hukum di Indonesia.
Namun demikian, Mahkamah menegaskan, dosen PNS yang menjadi advokat tidak boleh mengganggu fokus dan tanggung jawab akademiknya. Oleh sebab itu, diperlukan syarat yang sangat ketat dalam pelaksanaannya. MK setidaknya memberikan tujuh persyaratan untuk dosen PNS bisa menjadi advokat.
Beberapa syarat di antaranya, yaitu telah lulus ujian kompetensi advokat; telah mengabdi sebagai pengajar sekurang-kurangnya lima tahun; serta harus tergabung minimal tiga tahun berturut-turut pada lembaga bantuan hukum yang dibentuk perguruan tinggi, tidak boleh membuka kantor hukum sendiri, dan hanya memberikan bantuan hukum secara gratis kepada masyarakat tidak mampu.
Batas usia notaris
Melalui Putusan Nomor 84/PUU-XXII/2024, MK menyatakan bahwa jabatan notaris dapat diperpanjang kembali setiap tahun sampai berumur 70 tahun dengan mempertimbangkan kesehatan berdasarkan hasil pemeriksaan dokter yang dilakukan secara berkala setiap tahun pada rumah sakit umum pemerintah pusat, rumah sakit umum daerah, atau rumah sakit yang ditunjuk oleh menteri yang menangani urusan di bidang hukum.
Sebelumnya, pada Pasal 8 ayat (2) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, ketentuan usia pensiun notaris 65 tahun hanya dapat diperpanjang sampai dengan usia 67 tahun. Dalam hal ini, menurut MK, perpanjangan masa jabatan notaris akan menjadi rasional jika batasan maksimal menjadi 70 tahun. Hal itu merujuk umur pensiun rata-rata jabatan lain yang sejenis dan beberapa negara di dunia.
MK menilai kehadiran notaris senior perlu, terutama di daerah-daerah. Selain untuk mentransfer pengetahuan, notaris senior diperlukan agar peralihan ke generasi muda tidak terjadi jarak yang terlalu jauh. Oleh sebab itu, perpanjangan masa jabatan notaris dinilai masih dibutuhkan dengan persyaratan kesehatan jasmani dan rohani yang harus dipenuhi.
Mandi uap/spa bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional
Mulanya, Pasal 55 ayat (1) huruf l Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (UU HKPD) mengatur bahwa mandi uap/spa dikategorikan sebagai jasa kesenian dan hiburan, sama seperti diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar.
Namun, ketentuan tersebut tidak lagi konstitusional karena MK mengubah mandi uap/spa menjadi bagian dari jasa pelayanan kesehatan tradisional. Menurut MK, putusan itu demi memberikan kepastian hukum bagi mandi uap/spa sebagai jasa pelayanan kesehatan tradisional yang berbeda dengan diskotek ataupun bar.
Dalam pertimbangan Putusan Nomor 19/PUU-XXII/2024, MK menilai pengklasifikasian mandi uap/spa yang disamakan dengan diskotek hingga bar, tidak memberikan jaminan kepastian hukum atas keberadaan mandi uap/spa sehingga menimbulkan kekhawatiran dan rasa takut atas penggunaan layanan jasa kesehatan tradisional tersebut.
Mahkamah meyakini mandi uap/spa yang memiliki manfaat kesehatan berbasis tradisi lokal, seharusnya dianggap sebagai bagian dari pelayanan kesehatan tradisional. Terlebih, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Spa, telah menentukan bahwa spa termasuk dalam pelayanan kesehatan.
Di sisi lain, MK menolak permohonan terkait besaran pajak mandi uap/spa paling rendah 40 persen dan paling tinggi 75 persen yang diklasifikasikan sama dengan kelompok hiburan diskotek, karaoke, kelab malam, dan bar. Menurut MK, besaran tarif pajak mandi uap/spa menjadi ranah kewenangan pembentuk undang-undang. Adapun para pemohon dalam perkara ini ialah sejumlah perkumpulan pengusaha dan perusahaan di bidang spa.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Round-up putusan MK, dari "presidential threshold" hingga spa