Ambon (ANTARA) - Tepat dua hari setelah Presiden Soekarno memproklamirkan kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), lahirlah satu provinsi di bawah perkasanya Gunung Salahutu dan rimbunnya pohon sagu.
Provinsi itu adalah anak tertua Ibu Pertiwi (Indonesia). Ia dibesarkan oleh angin dan gelombang, ditemani matahari dan rembulan, dengan gugusan pantainya yang indah.
Tanaman fuli dan bunga cengkih yang menjadi rebutan penjajah menyertai lahirnya provinsi berjuluk negeri raja-raja dalam timang-timang Nusa Ina. Nusa Ina berarti pulau ibu, julukan lokal di Maluku.
Berjarak 2.601 kilometer dari Batavia (Jakarta tempo dulu), kelahiran Maluku menjadi bukti nyata keinginan rakyat untuk ikut serta merdeka dari belenggu penjajah.
Butuh waktu lima tahun bagi Maluku untuk bisa mengurus dirinya sendiri lewat kepemimpinan Johanes Latuharhary, salah satu perintis kemerdekaan RI pada 1950. Siapa sangka pemuda adat tanah Ullath, Saparua, itu menjadi gubernur pertama di Maluku.
Angka 78 tahun bukan usia yang muda bagi suatu provinsi yang sudah 13 kali berganti pemimpin untuk berbakti pada Ibu Pertiwi.
Sebagai anak tertua dari Ibu Pertiwi, seyogyanya Maluku menjadi yang utama dari berbagai aspek, terutama pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.
Soekarno atau Bung Karno pernah berkata "Indonesia tanpa Maluku bukanlah Indonesia". Ungkapan Sang Proklamator Kemerdekaan RI itu hingga kini menjadi kebanggaan anak-anak Nusa Ina.
Sudah 78 tahun berdiri, bagaimana pembangunan dan kesejahteran masyarakat di Maluku dari ketiga aspek tersebut?
Perekonomian
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Maluku termasuk salah satu dari provinsi miskin di Indonesia. Meski begitu Pemerintah Provinsi Maluku dari masa ke masa tak menutup mata dan berupaya untuk keluar dari daftar lima provinsi termiskin di Indonesia.
Hal itu dibuktikan kembali dengan data BPS yang mencatat pertumbuhan ekonomi Maluku triwulan II-2023 secara year on year (y-o-y) tumbuh 5,18 persen. Angka ini di atas angka nasional yang tumbuh 5,17 persen.
Tim Gubernur Untuk Percepatan Pembangunan (TGUPP) Maluku mencatat pertumbuhan ekonomi Maluku triwulan II secara y-o-y berada pada urutan 12 (5,18) secara nasional, berada di atas Provinsi Sulawesi Selatan (5,00), DKI Jakarta (5,13), Sumatera Barat (5,14), Kalimantan Selatan (4,96), Kalimantan Barat (4,00), Riau (4,88), Banten (4,83) dan provinsi lainnya.
Pencapaian 5,18 persen di tengah-tengah melambatnya perekonomian global menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi di Maluku terjadi percepatan. Kondisi ini menandakan ketahanan dan prospek ekonomi Maluku memiliki prospek cukup baik.
Pertumbuhan ekonomi Maluku dari sisi lapangan usaha yang memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi pada triwulan II adalah pertanian, administrasi pemerintahan dan perdagangan.
Sementara itu berdasarkan data Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah Provinsi Maluku, terhitung sejak tahun 2018 usaha mikro kecil menengah (UMKM) berbasis digital di Maluku meningkat hingga 80,23 persen.
Jika dihitung dengan angka, peningkatan tersebut mencapai 55.675 UMKM pada 2018 dan semakin meningkat hingga menyentuh 149.819 UMKM di 2021.
Tak heran bila belakangan muncul produk-produk lokal unggulan yang menjadi ciri khas Maluku dengan jangkauan pasar nasional, hingga mancanegara, seperti jus, sirup dan selai buah pala, hasil kerajinan, dan lainnya.
Tak hanya UMKM yang menjadi tonggak pertumbuhan ekonomi Maluku. Selain itu sektor perikanan juga dinilai penting untuk mengentaskan kemiskinan daerah itu.
Ekonom dari Universitas Pattimura (Unpatti), Ambon, Mencatat tidak semua negara ASEAN punya sumber daya perikanan seperti Maluku. Produk perikanan dari Maluku perlu ditingkatkan karena Indonesia berpeluang untuk mengekspor hasil perikanan ke negara-negara Asean lainnya.
KTT di Labuan Bajo, NTT, itu memberikan banyak dampak pada pertukaran perdagangan di kalangan negara-negara ASEAN.
Dengan demikian, artinya masing-masing negara akan berusaha untuk memperluas ekspornya. Dalam hal ini Maluku menjadi salah satu penghasil perikanan di Indonesia, turut bersaing untuk mencapai mancanegara.
Data di Balai Karantinata Ikan dan Pengendalian Mutu (BKIPM) Ambon mencatat, pada semester I 2023 Vietnam adalah negara ASEAN yang menjadi peminat tertinggi produk perikanan dari Maluku, dengan total 207 ton atau senilai 1.558.133 dolar AS.
Negara ASEAN lainnya yang menjadi negara pengimpor hasil perikanan dari Maluku adalah Malaysia dan Singapore.
Artinya hingga saat ini Maluku masih terus berupaya dalam meningkatkan ekonomi daerah, termasuk masyarakat di dalamnya.
Pendidikan
Menurut buku Sejarah ke kebudayaan Maluku karya Latuconsina, Djuariah; Leirissa, R.Z; Ohorella, G.A pada 1999, Maluku merupakan provinsi paling terdidik ketiga di Indonesia. Dengan salah satu sejarah pendidikan modern dan pendidikan barat tertua di Nusantara, Maluku telah menjadi pusat kemajuan pendidikan, khususnya Ambon, pada masa penjajahan.
Selama masa penjajahan Belanda berlangsung, pendidikan di Ambon merupakan yang termaju di seluruh Hindia Belanda.
Mengentaskan diri dari penjajahan tak serta merta membuat pendidikan di Maluku menjadi yang nomor satu. Kala itu, muncul masalah baru, yaitu bagaimana membangun gedung-gedung sekolah untuk menyediakan pendidikan yang bermutu bagi masyarakat.
Pembangunan gedung sekolah di seluruh penjuru Maluku tentunya membutuhkan biaya yang tak sedikit. Masyarakat pun terdorong untuk ikut membantu pemerintah dengan membangun sekolah-sekolah di desa-desa di Maluku.
Jatuh bangun kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat untuk meningkatkan kualitas pendidikan Maluku juga mengahadapi tantangan lainnya, seperti menjaga dan merawat gedung-gedung sekolah itu.
Pada masa modern saat ini, sosok Eklin Amtor De Fretes, seorang pendeta muda yang bertugas di desa Bebar Timur, Kabupaten Maluku Barat Daya, menjadi contoh bagaimana semangat masyarakat Maluku untuk memajukan pendidikan di daerah itu.
Ia bersama jemaat Gereja Protestan Maluku (GPM) Bebar Timur sampai saat ini masih berupaya merenovasi salah satu gedung sekolah yang sudah bertahun-tahun mengalami kerusakan. Diharapkan dalam waktu dekat, impian itu bisa terwujud sehingga dapat membantu mengembangkan pendidikan anak-anak di daerah itu.
Di usia Indonesia, termasuk Maluku, yang mencapai 78 tahun, berdasarkan data BPS 2023, jumlah sekolah setingkat SD, SMP, SMA-sederajat di Maluku mencapai 3.150 unit, baik milik milik pemerintah maupun swasta, yang tersebar di 11 kabupaten dan kota.
Tak hanya itu peningkatan mutu pendidikan juga dilakukan dengan upaya menyejahterakan para guru, salah satunya dengan dilantiknya ribuan pegawai perintah dengan perjanjian kerja (PPPK) untuk tenaga guru. Diharapkan pengangkatan PPPK tenaga guru itu menjadi lokomotif pembangunan pendidikan di daerah itu.
Kesehatan
Pemerintah Provinsi Maluku melalui Tim Penggerak Pemberdayaan dan Kesejahteraan Keluarga (TP-PKK) dalam setahun terakhir sedang berfokus pada pemberantasan kasus stunting yang juga menjadi perhatian pemerintah di daerah lain.
Pemerintah daerah menganggap bahwa stunting merupakan ancaman dalam mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas di masa depan. Karena itu diperlukan sinergitas dan kolaborasi bersama dari setiap pihak untuk ikut serta dalam penanganan masalah ini.
Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Kementerian Kesehatan, prevalensi balita stunting di Maluku mencapai 26,1 persen pada 2022. Angka ini menempatkan provinsi tersebut berada di peringkat ke-13 nasional. Angka 26,1 persen itu menunjukkan berhasilnya upaya penurunan stunting daerah itu, dari tahun 2021 yang tercatat 28,7 persen.
Maluku sebagai provinsi tertua di Indoensia tetap berdiri kokoh di tengah terpaan dan tantangan global saat ini. Kolaborasi antara pemerintah dengan masyarakat sejauh ini membuahkan hasil yang baik untuk kemajuan maluku ke depan.
Perlahan tapi pasti, Maluku pada usianya yang mengijak 78 tahun, semakin melaju pada berbagai aspek untuk Indonesia maju.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: 78 tahun Maluku menapak masa depan