Ternate (Antara Maluku) - Kalangan Anggota DPRD Maluku Utara (Malut) mensinyalir sekolah yang berada di daerah terpencil di Malut rawan pungutan pada setiap tahun ajaran baru, baik kepada siswa baru maupun kepada siswa yang akan mengambil ijazah.
"Sekolah di daerah terpencil jauh dari pengamatan instansi terkait dan media massa, sehingga para kepala sekolah dan guru setempat seenaknya melakukan pungutan dengan berbagai alasan," kata Anggota DPRD Malut Rusmin Latara di Ternate, Minggu.
Dikatakannya, para orang tua siswa di daerah terpencil tidak mempermasalahkan punguntan tersebut, walaupun untuk membayarnya harus berutang atau menjual ternak, karena mereka mengira hal itu sudah menjadi ketentuan yang diturunkan dari pemerintah.
"Sekolah di perkotaan saja masih berani melakukan pungutan kepada siswa baru atau siswa yang akan mengambil ijazah, apalagi sekolah yang berada di daerah terpencil yang jauh dari pengamatan instansi terkait dan media massa," katanya.
Oleh karena itu, lanjutnya, instansi terkait di Malut khususnya di tingkat kabupaten/kota perlu mengintensifkan pengawasan ke seluruh sekolah yang berada di daerah terpencil guna mencegah terjadinya pungutan kepada siswa baru atau siswa yang akan mengambil ijazah.
Ia juga berharap instansi terkait tidak hanya menerima laporan dari bahawan, tapi harus melakukan pengecekan langsung di lapangan termasuk dengan cara bertanya kepada masyarakat setempat, karena bisa jadi bawahan hanya melaporkan yang baik-baik.
Menurut Rusmin, pemerintah telah mengalokasikan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) kepada semua sekolah negeri, baik yang berada di perkotaan maupun daerah terpencil, sehingga tidak ada alasan bagi sekolah untuk melakukan pungutan kepada siswa baru atau siswa yang mengambil ijazah.
"Kepala sekolah atau guru yang terbukti melakukan pungutan harus ditindak tegas, misalnya dicopot dari jabatannya agar bisa memberi efek jera. Selama ini kalau ada kepala sekolah atau guru yang melakukan pungutan didiamkan saja, makanya mereka terus mengulang perbuatan itu," katanya.
Sementara itu, sejumlah tokoh masyarakat dari Desa Bokimiake, salah satu daerah terpencil di Kabupaten Halmahera Selatan, membenarkan adanya pungutan yang dilakukan oleh kepala sekolah di daerah itu kepada siswa baru.
"SMP di Bokimiake mewajibkan kepada siswa baru membayar uang Rp400 ribu per siswa dengan alasan sebagai biaya administrasi pendaftaran. Orang tua siswa disana membayar saja, walaupun hidupnya susah karena mengira hal itu merupakan ketentuan," kata Mudjid, salah seorang tokoh masyarakat di Bokimiake.