Ternate (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku Utara (Malut) menilai pembeli asing lebih meminati udang vaname Malut karena memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan udang vaname dari Vietnam yang selama ini dikenal sebagai penghasil udang vaname terbaik di Asia Tenggara.
"Ada pembeli dari Jepang dan Korea Selatan yang datang ke Malut untuk melihat produksi udang vaname di daerah ini dan mereka menilai kualitasnya 10 kali lebih baik dari udang vaname yang dihasilkan Vietnam," kata Kepala DKP Malut, Buyung Radjilun di Ternate, Rabu.
Pembeli dari kedua negara itu sudah menyatakan kesiapannya untuk mengimpor udang vaname dari Malut dalam jumlah besar dan itu menjadi motivasi bagi DKP Malut untuk memaksimalkan pengembangan udang vaname di daerah ini.
Menurut dia, udang vaname Malut memiliki kualitas baik karena pola pembudidayaannya menerapkan teknologi budidaya yang baik dengan memadukan sistem budidaya di darat dan di laut.
Budidaya udang vaname di Malut saat ini dilakukan di Kabupaten Halmahera Selatan, Kabupaten Pulau Morotai dan Kota Tidore Kepulauan, yang produksinya sejak 2018 telah menembus pasar ekspor yakni Jepang dan Korea Selatan.
Khusus budidaya udang vaname di Halmahera Selata, kata Buyung Radjilun, melibatkan kemitraan antara nelayan setempat dengan investor dari Korea Selatan yang saat ini menjadi tempat belajar bagi nelayan dari kabupaten lain di Malut dalam pengembangan budidaya udang vaname.
DKP telah memprogramkan pengembangan udang faname di sejumlah kabupaten lainnya di Malut yang memiliki potensi budidaya udang vaname, seperti di Kabupaten Halmahera Barat, Halmahera Timur, Halmahera Tengah dan Kepulauan Sula.
Ia menambahkan DKP akan menjadikan budidaya udang vaname sebagai salah satu usaha prioritas untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan, karena dari usaha itu nelayan bisa meraih pendapatan bersih sedikitnya Rp14 juta dalam setiap kali panen.
Selain menjanjikan pendapatan tinggi, usaha budidaya udang vaname juga tidak membutuhkan waktu budidaya yang lama yakni hanya tiga sampai empat bulan jauh lebih singkat jika dibandingkan dengan budidaya ikan kerapu yang mencapai satu tahun.