Siapa yang sangka kini risiko terkena paparan virus corona hanya berlaku pada orang-orang dengan mobilitas tinggi?
Varian delta yang disebut-sebut para ahli sebagai virus tercepat dan terkuat itu, nyatanya dengan mudah menginfeksi orang lain sekali pun mereka tidak memiliki mobilitas yang harus berpindah tempat dalam kesehariannya.
Dalam sebuah temuan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat, varian delta COVID-19 dapat menular secepat cacar air, terutama pada orang-orang rentan dengan tingkat vaksinasi yang rendah.
Kebutuhan akan vaksinasi memang tidak hanya ditujukan bagi pejabat publik hingga masyarakat yang bisa melakukan mobilitas saja.
Bahkan untuk masyarakat yang belum merasakan kebebasan, seperti warga binaan di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas), vaksinasi berperan penting untuk membentuk kekebalan kelompok dalam meminimalisasi risiko gejala berat jika terpapar virus.
Baca juga: Menyiasati problem orang tua di tengah pandemi, mengasuh dan WFH
Pemerintah berupaya untuk terus melakukan vaksinasi dan menargetkan kekebalan kelompok (herd immunity) di DKI Jakarta terbentuk pada Agustus 2021.
Dengan target 7,5 juta warga Ibu Kota yang mendapat suntikan vaksin, prosesnya dilakukan bertahap mulai dari tenaga medis, pejabat publik, karyawan swasta, hingga ibu rumah tangga. Kini, vaksinasi juga menyasar pada warga binaan di Rutan dan Lapas DKI Jakarta.
Vaksinasi di Rutan dan Lapas menjadi dipertimbangkan prioritasnya. Hal itu karena banyak rutan atau lapas yang kelebihan kapasitas. Contohnya saja di Rutan Kelas 1A Salemba.
Rutan Salemba yang seharusnya hanya bisa menampung sekitar 1.500 warga binaan, kini terisi lebih dari 3.200 warga binaan atau dua kali lipat dari kapasitas.
Risiko terpapar virus menjadi lebih tinggi karena satu sel yang biasanya diisi satu orang, kini bisa diisi tiga sampai empat orang. Begitu juga dengan sel besar yang seharusnya diisi tujuh orang, bisa menampung hingga 20 orang.
Baca juga: Kisah inspiratif, inovasi pelaku UMKM untuk bertahan di tengah PPKM
Ketika puncak kasus di DKI Jakarta pada Juli 2021, setidaknya ada 20 warga binaan di Rutan Salemba yang terpapar COVID-19.
Bagaimana bisa? Apalagi aktivitas dan keseharian mereka hanya berada dari balik jeruji sel atau lapangan rutan untuk berjemur dan senam pagi.
Di sisi lain, protokol kesehatan juga diterapkan. Petugas sipir rajin mengingatkan para warga untuk menjaga kebersihan kamar sel, mencuci tangan di tempat yang sudah disediakan serta memakai masker jika harus ke klinik dan keluar dari sel.
Apalagi kunjungan dari keluarga dan kerabat. Para warga binaan sudah hampir setahun tidak mendapat kunjungan langsung dari orang-orang terdekat. Hingga kini, kunjungan di Rutan Salemba dilakukan secara daring.
"Saya rasa mereka terpapar kemungkinan besar dari petugas. Karena tidak ada kontak dari luar kunjungan. Petugas kan sering kontrol ke blok, di situ lah mungkin ada kontak," kata Koordinator Klinik Rutan Salemba Jakarta Pusat dr Yusman Akbar Turatea.
Dokter Yusman mengatakan bahwa pada Juli lalu sebanyak 30 petugas di Rutan Salemba terpapar COVID-19 dan hingga kini sebagian dari mereka masih menjalani isolasi mandiri.
Sementara itu, warga binaan yang memiliki gejala sedang dilarikan ke fasilitas kesehatan untuk narapidana, RS Pengayoman Cipinang, Jakarta Timur. Sebagian warga binaan lainnya diisolasi di ruang khusus isolasi mandiri Rutan Salemba yang bisa menampung hingga 150 pasien.
Namun kini, kasus positif pada warga binaan sudah nihil. Mereka pun sudah kembali ke bloknya masing-masing.
Kondisi nihilnya kasus positif pada warga binaan tidak menutup kemungkinan terulang kembali. Yang dikhawatirkan, kasus positif menyebar dari satu orang ke sesama penghuni satu sel, kemudian dari satu sel ke sel lainnya hingga dari blok satu ke blok lainnya.
Karena itu, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi terhadap warga binaan.
Baca juga: Meniti perpanjangan PPKM, evaluasi dan perbaikan pelaksanaannya
Vaksinasi
Cuaca cerah pada Senin pertama bulan Agustus 2021 mendukung pelaksanaan vaksinasi tahap awal untuk total 2.413 warga binaan Rutan Salemba.
Ratusan warga binaan sejak pukul 09.00 WIB dipanggil secara bertahap untuk proses vaksin. Terlihat pada area pendaftaran, warga binaan mengisi formulir data pribadi mereka, berikut riwayat penyakit yang dialami.
Ada yang berdiskusi, ada pula yang mencontek kepada sesama warga binaan. Namun, petugas Rutan pun mengawal jalannya proses jika mereka kesulitan.
Layaknya vaksinasi pada masyarakat umum, warga binaan ditensi tekanan darah dan diperiksa kesehatannya untuk memastikan memenuhi syarat sebelum mendapat suntikan vaksin Sinovac dosis pertama.
Luas tato pada lengan warga binaan belum tentu menandakan keberanian mereka pada jarum suntik. Sebagian warga binaan mengernyitkan dahi karena sakitnya jarum suntik, sebagian lagi memejamkan mata, berharap proses menyuntik cepat selesai.
Namun dari 760 warga binaan yang divaksin hari itu, terpidana kasus pembunuhan di balik keributan di Cengkareng, John Kei, menjadi sosok yang menarik perhatian.
Dari pengakuannya, pria kelahiran Maluku Utara, tersebut rutin mendapat suntikan insulin jika gula darahnya rendah dan mengonsumsi obat darah tinggi setiap hari.
Tiba saatnya ia divaksin, tekanan darah John Kei normal di tingkat 160/85 dengan gula darah yang juga masih dalam standar.
Lengan kiri John Kei yang dipenuhi tato agaknya menyulitkan tim tenaga kesehatan untuk menentukan posisi nadi untuk disuntik. Di sisi lain, John Kei tampak santai menjalani vaksinasi.
"Wah besar tatonya, jadi agak sulit ya liat jarumnya. Tahan sebentar ya Bapak," kata salah satu tim medis yang menyuntik vaksin pada John Kei seraya berkelakar.
Usai mendapat suntikan vaksin, John Kei pun menyapa awak media dan memberi pesan penting kepada seluruh warga binaan.
"Saya mengimbau kepada warga binaan di seluruh Indonesia. Mari kita sama-sama mendukung Pemerintah pada program vaksinasi," katanya.
"Saya pikir vaksinasi itu perlu. Saya kalau sudah vaksinasi, kalaupun kena COVID, imun kita akan kuat. Kalau jauh dari vaksinasi berarti mendekati kematian. Jadi kalau mau sehat, kita vaksin," kata pria bernama asli John Refra tersebut.
Proses vaksinasi terhadap warga binaan bukanlah berjalan tanpa halangan. Kepala Rutan Salemba Kelas IA Yohanis Varianto mengatakan ada 843 warga binaan yang belum bisa divaksin.
"Yang tidak dapat tervaksin karena tidak ada Nomor Induk Kependudukan (NIK). Mereka akan menunggu proses selanjutnya agar dapat ikut vaksinasi tahap pertama," kata Yohanis.
Sebelumnya, Karutan Salemba juga melakukan sosialisasi betapa pentingnya vaksin dalam tubuh seseorang. Banyak warga binaan yang khawatir terhadap efek samping dari vaksin.
Tetapi, Yohanis menjelaskan bahwa vaksinasi menjadi syarat yang diberlakukan di seluruh kegiatan masyarakat, baik transportasi, pusat kegiatan ekonomi hingga kegiatan keagamaan.
Baca juga: Saatnya lindungi anak dari COVID-19 lewat vaksinasi
Tatap muka
Salah satu warga binaan, Yanto (35), bersyukur dirinya ikut dalam vaksinasi sebagai program pemerintah itu.
"Senang bisa vaksin. Artinya negara masih peduli juga dengan kami, meskipun kami narapidana," kata dia.
Warga binaan lainnya, Kamaludin (40), mengaku dirinya lebih lega setelah mendapat vaksin karena potensi penularan virus dalam sel amat tinggi.
Setelah divaksin, Kamaludin mengaku tidak memiliki dampak apa pun yang dirasakan. Ia juga berharap setelah seluruh lapisan warga mendapat vaksin, kunjungan kepada warga binaan bisa kembali normal.
Sudah setahun ini, Rutan Salemba memberlakukan kunjungan terhadap warga binaan secara daring.
Pengunjung harus melakukan pendaftaran melalui pesan aplikasi dengan mengirimkan data-data pribadi seperti nama, nama dan pasalnya serta nomor WhatsApp pendaftar.
Kemudian, petugas akan melakukan panggilan video sesuai hari yang didaftarkan. Tentu saja selama kasus aktif di Indonesia masih tinggi, Rutan Salemba belum bisa membuka kunjungan tatap muka.
"Kami berharap bisa kembali ada jam besuk, bisa ketemu, karena selama ini tidak ada jam besuk," kata Kamaludin.
Bagi masyarakat aktif yang terbiasa melakukan mobilisasi, berdiam diri selama pandemi memang dirasa memuakkan. Namun kondisi itu telah jauh dirasakan oleh warga binaan.
Meski terhalang beton tinggi dan berada di balik jeruji, COVID-19 tetap mengintai seluruh makhluk-Nya yang bernyawa, termasuk pada warga binaan.
Karena itu, perluasan vaksinasi oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan terus digencarkan agar 17 ribu warga binaan di rutan dan lapas se-Ibu Kota.
Baca juga: Bertahan pada masa pandemi COVID-19 dengan ide disruptif
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
Varian delta yang disebut-sebut para ahli sebagai virus tercepat dan terkuat itu, nyatanya dengan mudah menginfeksi orang lain sekali pun mereka tidak memiliki mobilitas yang harus berpindah tempat dalam kesehariannya.
Dalam sebuah temuan dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Serikat, varian delta COVID-19 dapat menular secepat cacar air, terutama pada orang-orang rentan dengan tingkat vaksinasi yang rendah.
Kebutuhan akan vaksinasi memang tidak hanya ditujukan bagi pejabat publik hingga masyarakat yang bisa melakukan mobilitas saja.
Bahkan untuk masyarakat yang belum merasakan kebebasan, seperti warga binaan di rumah tahanan (rutan) dan lembaga pemasyarakatan (lapas), vaksinasi berperan penting untuk membentuk kekebalan kelompok dalam meminimalisasi risiko gejala berat jika terpapar virus.
Baca juga: Menyiasati problem orang tua di tengah pandemi, mengasuh dan WFH
Pemerintah berupaya untuk terus melakukan vaksinasi dan menargetkan kekebalan kelompok (herd immunity) di DKI Jakarta terbentuk pada Agustus 2021.
Dengan target 7,5 juta warga Ibu Kota yang mendapat suntikan vaksin, prosesnya dilakukan bertahap mulai dari tenaga medis, pejabat publik, karyawan swasta, hingga ibu rumah tangga. Kini, vaksinasi juga menyasar pada warga binaan di Rutan dan Lapas DKI Jakarta.
Vaksinasi di Rutan dan Lapas menjadi dipertimbangkan prioritasnya. Hal itu karena banyak rutan atau lapas yang kelebihan kapasitas. Contohnya saja di Rutan Kelas 1A Salemba.
Rutan Salemba yang seharusnya hanya bisa menampung sekitar 1.500 warga binaan, kini terisi lebih dari 3.200 warga binaan atau dua kali lipat dari kapasitas.
Risiko terpapar virus menjadi lebih tinggi karena satu sel yang biasanya diisi satu orang, kini bisa diisi tiga sampai empat orang. Begitu juga dengan sel besar yang seharusnya diisi tujuh orang, bisa menampung hingga 20 orang.
Baca juga: Kisah inspiratif, inovasi pelaku UMKM untuk bertahan di tengah PPKM
Ketika puncak kasus di DKI Jakarta pada Juli 2021, setidaknya ada 20 warga binaan di Rutan Salemba yang terpapar COVID-19.
Bagaimana bisa? Apalagi aktivitas dan keseharian mereka hanya berada dari balik jeruji sel atau lapangan rutan untuk berjemur dan senam pagi.
Di sisi lain, protokol kesehatan juga diterapkan. Petugas sipir rajin mengingatkan para warga untuk menjaga kebersihan kamar sel, mencuci tangan di tempat yang sudah disediakan serta memakai masker jika harus ke klinik dan keluar dari sel.
Apalagi kunjungan dari keluarga dan kerabat. Para warga binaan sudah hampir setahun tidak mendapat kunjungan langsung dari orang-orang terdekat. Hingga kini, kunjungan di Rutan Salemba dilakukan secara daring.
"Saya rasa mereka terpapar kemungkinan besar dari petugas. Karena tidak ada kontak dari luar kunjungan. Petugas kan sering kontrol ke blok, di situ lah mungkin ada kontak," kata Koordinator Klinik Rutan Salemba Jakarta Pusat dr Yusman Akbar Turatea.
Dokter Yusman mengatakan bahwa pada Juli lalu sebanyak 30 petugas di Rutan Salemba terpapar COVID-19 dan hingga kini sebagian dari mereka masih menjalani isolasi mandiri.
Sementara itu, warga binaan yang memiliki gejala sedang dilarikan ke fasilitas kesehatan untuk narapidana, RS Pengayoman Cipinang, Jakarta Timur. Sebagian warga binaan lainnya diisolasi di ruang khusus isolasi mandiri Rutan Salemba yang bisa menampung hingga 150 pasien.
Namun kini, kasus positif pada warga binaan sudah nihil. Mereka pun sudah kembali ke bloknya masing-masing.
Kondisi nihilnya kasus positif pada warga binaan tidak menutup kemungkinan terulang kembali. Yang dikhawatirkan, kasus positif menyebar dari satu orang ke sesama penghuni satu sel, kemudian dari satu sel ke sel lainnya hingga dari blok satu ke blok lainnya.
Karena itu, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM DKI Jakarta bekerjasama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk mempercepat pelaksanaan vaksinasi terhadap warga binaan.
Baca juga: Meniti perpanjangan PPKM, evaluasi dan perbaikan pelaksanaannya
Vaksinasi
Cuaca cerah pada Senin pertama bulan Agustus 2021 mendukung pelaksanaan vaksinasi tahap awal untuk total 2.413 warga binaan Rutan Salemba.
Ratusan warga binaan sejak pukul 09.00 WIB dipanggil secara bertahap untuk proses vaksin. Terlihat pada area pendaftaran, warga binaan mengisi formulir data pribadi mereka, berikut riwayat penyakit yang dialami.
Ada yang berdiskusi, ada pula yang mencontek kepada sesama warga binaan. Namun, petugas Rutan pun mengawal jalannya proses jika mereka kesulitan.
Layaknya vaksinasi pada masyarakat umum, warga binaan ditensi tekanan darah dan diperiksa kesehatannya untuk memastikan memenuhi syarat sebelum mendapat suntikan vaksin Sinovac dosis pertama.
Luas tato pada lengan warga binaan belum tentu menandakan keberanian mereka pada jarum suntik. Sebagian warga binaan mengernyitkan dahi karena sakitnya jarum suntik, sebagian lagi memejamkan mata, berharap proses menyuntik cepat selesai.
Namun dari 760 warga binaan yang divaksin hari itu, terpidana kasus pembunuhan di balik keributan di Cengkareng, John Kei, menjadi sosok yang menarik perhatian.
Dari pengakuannya, pria kelahiran Maluku Utara, tersebut rutin mendapat suntikan insulin jika gula darahnya rendah dan mengonsumsi obat darah tinggi setiap hari.
Tiba saatnya ia divaksin, tekanan darah John Kei normal di tingkat 160/85 dengan gula darah yang juga masih dalam standar.
Lengan kiri John Kei yang dipenuhi tato agaknya menyulitkan tim tenaga kesehatan untuk menentukan posisi nadi untuk disuntik. Di sisi lain, John Kei tampak santai menjalani vaksinasi.
"Wah besar tatonya, jadi agak sulit ya liat jarumnya. Tahan sebentar ya Bapak," kata salah satu tim medis yang menyuntik vaksin pada John Kei seraya berkelakar.
Usai mendapat suntikan vaksin, John Kei pun menyapa awak media dan memberi pesan penting kepada seluruh warga binaan.
"Saya mengimbau kepada warga binaan di seluruh Indonesia. Mari kita sama-sama mendukung Pemerintah pada program vaksinasi," katanya.
"Saya pikir vaksinasi itu perlu. Saya kalau sudah vaksinasi, kalaupun kena COVID, imun kita akan kuat. Kalau jauh dari vaksinasi berarti mendekati kematian. Jadi kalau mau sehat, kita vaksin," kata pria bernama asli John Refra tersebut.
Proses vaksinasi terhadap warga binaan bukanlah berjalan tanpa halangan. Kepala Rutan Salemba Kelas IA Yohanis Varianto mengatakan ada 843 warga binaan yang belum bisa divaksin.
"Yang tidak dapat tervaksin karena tidak ada Nomor Induk Kependudukan (NIK). Mereka akan menunggu proses selanjutnya agar dapat ikut vaksinasi tahap pertama," kata Yohanis.
Sebelumnya, Karutan Salemba juga melakukan sosialisasi betapa pentingnya vaksin dalam tubuh seseorang. Banyak warga binaan yang khawatir terhadap efek samping dari vaksin.
Tetapi, Yohanis menjelaskan bahwa vaksinasi menjadi syarat yang diberlakukan di seluruh kegiatan masyarakat, baik transportasi, pusat kegiatan ekonomi hingga kegiatan keagamaan.
Baca juga: Saatnya lindungi anak dari COVID-19 lewat vaksinasi
Tatap muka
Salah satu warga binaan, Yanto (35), bersyukur dirinya ikut dalam vaksinasi sebagai program pemerintah itu.
"Senang bisa vaksin. Artinya negara masih peduli juga dengan kami, meskipun kami narapidana," kata dia.
Warga binaan lainnya, Kamaludin (40), mengaku dirinya lebih lega setelah mendapat vaksin karena potensi penularan virus dalam sel amat tinggi.
Setelah divaksin, Kamaludin mengaku tidak memiliki dampak apa pun yang dirasakan. Ia juga berharap setelah seluruh lapisan warga mendapat vaksin, kunjungan kepada warga binaan bisa kembali normal.
Sudah setahun ini, Rutan Salemba memberlakukan kunjungan terhadap warga binaan secara daring.
Pengunjung harus melakukan pendaftaran melalui pesan aplikasi dengan mengirimkan data-data pribadi seperti nama, nama dan pasalnya serta nomor WhatsApp pendaftar.
Kemudian, petugas akan melakukan panggilan video sesuai hari yang didaftarkan. Tentu saja selama kasus aktif di Indonesia masih tinggi, Rutan Salemba belum bisa membuka kunjungan tatap muka.
"Kami berharap bisa kembali ada jam besuk, bisa ketemu, karena selama ini tidak ada jam besuk," kata Kamaludin.
Bagi masyarakat aktif yang terbiasa melakukan mobilisasi, berdiam diri selama pandemi memang dirasa memuakkan. Namun kondisi itu telah jauh dirasakan oleh warga binaan.
Meski terhalang beton tinggi dan berada di balik jeruji, COVID-19 tetap mengintai seluruh makhluk-Nya yang bernyawa, termasuk pada warga binaan.
Karena itu, perluasan vaksinasi oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan terus digencarkan agar 17 ribu warga binaan di rutan dan lapas se-Ibu Kota.
Baca juga: Bertahan pada masa pandemi COVID-19 dengan ide disruptif
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021