Plh Direktur RSUD M. Haulussy Ambon, dr. Justini Pawa mengakui perubahan status RSUD menjadi Badan Layanan Umum Daerah BLUD) hingga kini belum diimbangi dengan perubahan pola pikir seluruh karyawan rumah sakit yang umumnya adalah Aparatur Sipil Negara (ASN).
"Pola pikirnya harus diubah karena mereka masih berpikir lain dan tinggal meminta dari pemerintah sehingga menjadi masalah besar," katanya, di Ambon, Selasa.
Penjelasan Justini disampaikan dalam rapat kerja antara manajemen RSUD M. Haulussy dan Dinas Kesehatan Provinsi Maluku dengan Komisi IV DPRD Maluku dipimpin Samson Atapary.
Dia juga mengakui laporan arus kas di RSUD Haulussy selalu tidak lancar, meski pun sudah berusaha maksimal pada 2021, di mana berita acara hasil verifikasi yang telah dimasukan sampai posisi Desember 2021 untuk penanganan COVID-19 Rp24 miliar lebih dan yang non COVID-19 Rp3,5 miliar.
"Jadi totalnya bila semua lancar ada Rp27,438 miliar mestinya sudah ada sama kita. Namun, sampai saat ini belum ada sehingga laporan arus kas seperti ini menyulitkan kita sehingga selalu ada hutang karena operasional tetap berjalan," ujarnya.
Sedangkan hutang RSUD Haulussy kepada pihak ketiga untuk tahun anggaran 2019 Rp2 miliar lebih ditambahkan dengan tahun 2020 dan 2021 yang totalnya Rp29,822 miliar.
Sementara itu, Ketua komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary mengatakan, sebenarnya akar masasalah sudah nampak secara jelas dan terurai kenapa hutang jatuh tempo tidak bisa diselesaikan sampai masalah klaim yang tidak bisa dibayarkan sampai Rp36 miliar.
Kemudian sistem pelayanan kesehatan di RSUD Haulussy, hubungan antara ruang pelayanan dengan pasien tidak baik akibat tata kelola manajemen belum terlaksana baik.
"Sampai sekarang mereka belum membangun sistem informasi terpadu dalam kaitan dengan administrasi maupun pelayanan yang berbasis informasi teknologi sehingga dari hulu sampai hilir mestinya kalau sistem ini sudah terbangun, maka semua unit bisa mengetahui misalnya pasien masuk ruang emergency jam berapa hingga didiagnosa sakit apa, dan sebagainya," ujar Samson.
Makanya di dalam rapat, komisi memberikan catatan dan kesimpulan sistem informasi teknologi harus dibangun.
Kelemahan manajemen tadi, pengelolaan manajemen SDM yang masuk dalam sistem BLUD belum terbangun budayanya karena memang rata-rata adalah ASN yang kultur mereka belum masuk pada tata kelola sebuah perusahaan.
RSUD itu sudah dalam bentuk perusahaan sebenarnya namun mereka tidak profit, sehingga kulturnya harus disesuaikan dan kebanyakan orang belum mengetahui statusnya sudah BLUD.
"Kita juga meminta manajemen RSUD Haulussy membuka SOP yang lebih rinci lagi dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan terhadap para pasien yang masuk dan lebih terintegrasi dengan sistem informasi yang terpadu, sehingga tidak ada lagi kendala dengan administrasi, perawat yang tangani pasien dan syarat apa saja yang harus dipenuhi sehingga perawat bisa mendapatkan tunjangan dan tidak ada kendala," tegas Samson.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022
"Pola pikirnya harus diubah karena mereka masih berpikir lain dan tinggal meminta dari pemerintah sehingga menjadi masalah besar," katanya, di Ambon, Selasa.
Penjelasan Justini disampaikan dalam rapat kerja antara manajemen RSUD M. Haulussy dan Dinas Kesehatan Provinsi Maluku dengan Komisi IV DPRD Maluku dipimpin Samson Atapary.
Dia juga mengakui laporan arus kas di RSUD Haulussy selalu tidak lancar, meski pun sudah berusaha maksimal pada 2021, di mana berita acara hasil verifikasi yang telah dimasukan sampai posisi Desember 2021 untuk penanganan COVID-19 Rp24 miliar lebih dan yang non COVID-19 Rp3,5 miliar.
"Jadi totalnya bila semua lancar ada Rp27,438 miliar mestinya sudah ada sama kita. Namun, sampai saat ini belum ada sehingga laporan arus kas seperti ini menyulitkan kita sehingga selalu ada hutang karena operasional tetap berjalan," ujarnya.
Sedangkan hutang RSUD Haulussy kepada pihak ketiga untuk tahun anggaran 2019 Rp2 miliar lebih ditambahkan dengan tahun 2020 dan 2021 yang totalnya Rp29,822 miliar.
Sementara itu, Ketua komisi IV DPRD Maluku, Samson Atapary mengatakan, sebenarnya akar masasalah sudah nampak secara jelas dan terurai kenapa hutang jatuh tempo tidak bisa diselesaikan sampai masalah klaim yang tidak bisa dibayarkan sampai Rp36 miliar.
Kemudian sistem pelayanan kesehatan di RSUD Haulussy, hubungan antara ruang pelayanan dengan pasien tidak baik akibat tata kelola manajemen belum terlaksana baik.
"Sampai sekarang mereka belum membangun sistem informasi terpadu dalam kaitan dengan administrasi maupun pelayanan yang berbasis informasi teknologi sehingga dari hulu sampai hilir mestinya kalau sistem ini sudah terbangun, maka semua unit bisa mengetahui misalnya pasien masuk ruang emergency jam berapa hingga didiagnosa sakit apa, dan sebagainya," ujar Samson.
Makanya di dalam rapat, komisi memberikan catatan dan kesimpulan sistem informasi teknologi harus dibangun.
Kelemahan manajemen tadi, pengelolaan manajemen SDM yang masuk dalam sistem BLUD belum terbangun budayanya karena memang rata-rata adalah ASN yang kultur mereka belum masuk pada tata kelola sebuah perusahaan.
RSUD itu sudah dalam bentuk perusahaan sebenarnya namun mereka tidak profit, sehingga kulturnya harus disesuaikan dan kebanyakan orang belum mengetahui statusnya sudah BLUD.
"Kita juga meminta manajemen RSUD Haulussy membuka SOP yang lebih rinci lagi dalam kaitannya dengan pelayanan kesehatan terhadap para pasien yang masuk dan lebih terintegrasi dengan sistem informasi yang terpadu, sehingga tidak ada lagi kendala dengan administrasi, perawat yang tangani pasien dan syarat apa saja yang harus dipenuhi sehingga perawat bisa mendapatkan tunjangan dan tidak ada kendala," tegas Samson.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022