Kebijakan perikanan terukur dari pemerintah dengan menutup Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP 714) dan rencana penutupan sebagian WPP 715 yang akan dijadikan wilayah spawning (pemijahan) dan nursery ground (tempat daerah asuhan) sangat berdampak pada nelayan kecil.

"Kebijakan ini akan berdampak terhadap tidak beroperasinya 22 unit pengelolaan ikan dengan kapasitas 6.646 ton yang tersebar di Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, serta Kabupaten Buru," kata Sekretaris komisi II DPRD Maluku, Ruslan Hurasan di Ambon, Minggu.

Sehingga DPRD Maluku meminta pemerintah untuk melakukan peninjauan kembali terhadap kebijakan perikanan terukur atas penutupan WPP 714 dan rencana penutupan sebagian WPP 715 yang akan dijadikan wilayah spawning dan nursery ground.

Menurut dia, permintaan ini telah disampaikan secara resmi kepada Dirjen Perikanan Tangkap Kementerian Kelautan dan Perikanan RI saat komisi melaksanakan agenda penyampaian aspirasi kepada pemerintah.

Masalah ini akan menyebabkan tidak adanya pasokan ikan sebagai bahan baku untuk 22 unit pengelolaan ikan tersebut.

"Selain itu akan mengakibatkan hilangnya mata pencaharian masyarakat yang melakukan aktivitas perikanan di wilayah pengelolaan perikanan WPP 714 dan wilayah pengelolaan perikanan WPP 715," ucapnya.

Kemudian ada Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 18 tahun 2021 tentang penempatan alat bantu penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia dan laut lepas serta penataan andon sesuai pasal 26 ayat (1) dimana jaring hela udang berkantong.

Kebijakan ini sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 ayat (1) huruf c angka ke-1 merupakan api yang bersifat aktif dan dioperasikan dengan menggunakan ukuran mata jaring kantong 2 inchi dan panjang tali ris atas -30 atau kurang dari sama dengan 30 meter dilengkapi alat pemisah penyu.

Kapal motornya sendiri berukuran -30 GT pada jalur penangkapan II dan III dengan isobat minimal 10 meter di WPPNRI 718.

"Dampak yang muncul dari aturan ini adalah konflik dengan nelayan kecil pada jalur penangkapan mereka yang notabene merupakan kewenangan pemerintah provinsi," ucap Ruslan.

Kebijakan ini juga bertentangan dengan pasal 27 UU nomor 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah dimana kewenangan pengelolaan laut untuk pemerintah provinsi adalah 0-12 mil laut.

Merujuk pada Permen KP nomor 28 tahun 2021 tentang penyelenggaraan penataan ruang laut dimana dalam pasal 139 ayat (1) menyatakan, menteri dapat mendelegasikan kewenangan penerbitan kesesuaian kegiatan pemanfaatan ruang laut kepada gubernur.

Saat ini kewenangan tersebut belum dilaksanakan, padahal wilayah laut Maluku yang luasnya masih sulit dijangkau oleh sumberdaya manusia sehingga.

"DPRD meminta kepada Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau Kecil KKP agar pendelegasian kewenangan tersebut dapat segera ditindaklanjuti," ujarnya.
 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Ikhwan Wahyudi


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023