Warga negeri Soya kecamatan Sirimau kota Ambon melakukan aksi demonstrasi di Pengadilan Negeri (PN) Ambon, mereka menolak proses eksekusi tanah eks hotel anggrek di kawasan Batu gajah. "Kami menolak proses eksekusi tanah eks hotel anggrek yang dilakukkan PN Ambon, karena tanah tersebut merupakan pemberian Pemerintah negeri Soya kepada Pemerintah Provinsi Maluku," kata Kepala urusan pemerintahan negeri soya, J Soplanit, di Ambon, Rabu. Menurut Soplanit, pihaknya adalah pemilik sah tanah eks hotel anggrek, sesuai putusan Mahkamah Agung RI No Reg 475 K/Pdt/1976. "Kami merupakan pemilik sah karena itu kami mempertanyakan ketua PN alasan pelaksanaan eksekusi tersebut," katanya. Ia mengatakan, PN tidak berhak melakukan eksekusi karena tanah dati Sopiamaluang maupun Usisapuang adalah dua dusun dati lenyap oleh hukum adat setelah ahli waris  meninggal dunia tanpa anak laki- laki yang melanjutkan. Secara otomatis dusun tersebut dikuasai oleh pemerintah Soya, dan tidak dapat diwariskan kepada orang lain tanpa persetujuan. "PN tidak berhak melakukan eksekusi karena ahli waris Simon Latumalea yakni Muskitta dan Albatros Matulessy bukan penduduk negeri Soya," ujarnya. Sesuai jadwal PN Ambon akan melakukan eksekusi tanah eks Hotel Anggrek pada Rabu (6/4), setelah memenangkan ahli waris Simon Latumalea. Ketua PN Ambon, Arthur Hangewa mengatakan, pihaknya tetap akan melakukan eksekusi tanah eks hotel Anggrek. "Kami tetap melakukan proses eksekusi putusan perkara Nomor 21 tahun 1950, dengan telah mengeluarkan surat penetapan eksekusi nomor: PN.AB No 21/1950 tanggal 25 Maret 2010. Ia mengatakan, proses tanah eks hotel yang dihuni 84 Kepala Keluarga ini dijadwalkan berlangsung 7 April, dimulai pukul 09.00 WIT dengan melibatkan aparat kepolisian Polres Pulau Ambon dan Pulau-Pulau Lease. "Kami telah melakukan koordinasi dengan pihak Polres terkait pengamanan proses eksekusi, diharapkan kegiatan ini dapat berjalan dengan lancar," katanya. Setelah melakukan demo di PN, warga Soya melanjutkan aksi ke Pemerintah provinsi Maluku, mereka menuntut Gubernur Maluku Karel Albert ralahalu untuk membatalkan proses eksekusi. "Kami merasa kecewa dan dilecehkan karena Pemprov tidak menghargai tanah pemberian negeri Soya,"kata Saniri adat Soya, A. Rehatta. Ia mengatakan, bila Gubernur tidak membatalkan eksekusi maka pihaknya akan melakukan sasi adat di kantor Gubernur dan lapangan merdeka yang merupakan tanah pemberian negeri. "Selain itu kami juga akan menggiring masyarakat Soya untuk memblokir jalan wilayah eks hotel Anggrek, dan bila pemprov tidak mampu menagani masalah ini, maka akan ditarik kembali," katanya. Karo Hukum Provinsi Maluku, M. Lopulalan mengatakan, pihaknya telah melakukan rapat koordinasi pelaksanaan eksekusi. "kami juga telah mendaftarkan perlawanan perkara ke PN Ambon No 55 tahun 2011, tanggal 1 April 2011. Diharapkan ada keputusan PN untuk menunda prose eksekusi," katanya. Ditambahkannya, bila proses eksekusi tetap dijalankan maka pihaknya akan mendaftarkan ke MA, karena PN Ambon melakukan eksekusi melawan putususan MA No Reg 475 K/Pdt/1976.

Pewarta:

Editor :


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011