Ambon (Antara Maluku) - Badan Legislasi (Baleg) DPR-RI bersama Pemprov Maluku melakukan rapat koordinasi, membahas Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) Provinsi Kepulauan, di Ambon, Jumat.
Ketua Tim Baleg DPR-RI Aleksander Litaay didampingi anggota DPR-RI Michael Wattimena mengatakan, pembahasan itu bertujuan menjaring berbagai masukan dari masyaraat Maluku untuk memperkaya muatan draft RUU Provinsi Kepulauan sebelum dibahas dalam rapat paripurna DPR-RI tahun sidang 2012.
"Kami telah mengagendakan pembahasan RUU ini yang merupakan bagian dari usul inisitaif DPR-RI dengan pemerintah pusat Januari hingga April 2012. Diharapkan RUU tersebut disetujui Pemerintah Pusat dan disahkan menjadi UU khsusus provinsi Kepulauan," ujarnya.
Litaay optimistis pemberlakuan UU khusus tersebut kelak berdampak bagi proses percepatan pembangunan di daerah kepulauan terutama kawasan pesisir dan pulau terluar.
"Selama ini kebijakan pembangunan hanya dihitung berdasarkan luas daratan dan jumlah penduduk. Padahal, provinsi seperti Maluku 93,6 persen wilayahnya merupakan lautan. Kami yakin adanya UU khusus kepulauan ini nanti akan mempercepat proses pembangunan di Maluku, juga enam provinsi lain yang memiliki karakteristik sama dengan Maluku," katanya.
Tujuh provinsi Kepulauan yakni Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Utara, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau (Kepri).
Menurut Litaay, RUU Provinsi kepulauan bersifat lex specialis sehingga perlakuannya berbeda dengan daerah yang memiliki karakteristik kontinental atau daratan.
Litaay mengungkapkan, berbagai regulasi yang mempersempit kewenangan kebijakan pemerintah khususnya daerah kepulauan antara lain UU No.18 yang membatasi kewenangan pemerintah daerah mengelola wilayah perairan di bawah 12 mil laut, yang seharusnya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah.
"Daerah harus diberi otonomi khusus mengelola sumberdaya alam di laut. Bagaimana pembagian hasilnya nanti akan diatur dalam UU khusus Kepulauan itu," katanya.
Ia menambahkan, RUU Provinsi Kepulauan telah mendapat dukungan 73 anggota DPR-RI yang berasal dari daerah pemilihan tujuh provinsi kepulauan tersebut, sebagai usulan inisiatif anggota DPR-RI guna dibahas dalam masa sidang DPR-RI 2012.
Sebelumnya, tujuh Gubernur provinsi Kepulauan melakukan pertemuan sekaligus menyerahkan langsung draft RUU tersebut kepada Ketua DPR RI Marzuki Alie di gedung DPR-RI Senayan Jakarta, 6 Oktober 2011.
Para Gubernur juga melakukan pertemuan dengan Komisi II DPR-RI.
Dalam RUU ini diusulkan juga untuk memperhitungkan luasan wilayah laut sebagai ruang publik yang menghubungkan satu pulau ke pulau lainnya dalam satu Provinsi Kepulauan.
"Kami mohon dukungan masyarakat dari tujuh provinsi kepulauan untuk bersama-sama memperjuangkan apa yang menjadi cita-cita kita bersama, semua ini bertujuan bagi percepatan dan kemajuan pembangunan daerah kepualauan," kata Litaay
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011
Ketua Tim Baleg DPR-RI Aleksander Litaay didampingi anggota DPR-RI Michael Wattimena mengatakan, pembahasan itu bertujuan menjaring berbagai masukan dari masyaraat Maluku untuk memperkaya muatan draft RUU Provinsi Kepulauan sebelum dibahas dalam rapat paripurna DPR-RI tahun sidang 2012.
"Kami telah mengagendakan pembahasan RUU ini yang merupakan bagian dari usul inisitaif DPR-RI dengan pemerintah pusat Januari hingga April 2012. Diharapkan RUU tersebut disetujui Pemerintah Pusat dan disahkan menjadi UU khsusus provinsi Kepulauan," ujarnya.
Litaay optimistis pemberlakuan UU khusus tersebut kelak berdampak bagi proses percepatan pembangunan di daerah kepulauan terutama kawasan pesisir dan pulau terluar.
"Selama ini kebijakan pembangunan hanya dihitung berdasarkan luas daratan dan jumlah penduduk. Padahal, provinsi seperti Maluku 93,6 persen wilayahnya merupakan lautan. Kami yakin adanya UU khusus kepulauan ini nanti akan mempercepat proses pembangunan di Maluku, juga enam provinsi lain yang memiliki karakteristik sama dengan Maluku," katanya.
Tujuh provinsi Kepulauan yakni Maluku, Maluku Utara, Nusa Tenggara Timur (NTT), Nusa Tenggara Barat (NTB), Sulawesi Utara, Bangka Belitung dan Kepulauan Riau (Kepri).
Menurut Litaay, RUU Provinsi kepulauan bersifat lex specialis sehingga perlakuannya berbeda dengan daerah yang memiliki karakteristik kontinental atau daratan.
Litaay mengungkapkan, berbagai regulasi yang mempersempit kewenangan kebijakan pemerintah khususnya daerah kepulauan antara lain UU No.18 yang membatasi kewenangan pemerintah daerah mengelola wilayah perairan di bawah 12 mil laut, yang seharusnya diserahkan sepenuhnya kepada pemerintah daerah.
"Daerah harus diberi otonomi khusus mengelola sumberdaya alam di laut. Bagaimana pembagian hasilnya nanti akan diatur dalam UU khusus Kepulauan itu," katanya.
Ia menambahkan, RUU Provinsi Kepulauan telah mendapat dukungan 73 anggota DPR-RI yang berasal dari daerah pemilihan tujuh provinsi kepulauan tersebut, sebagai usulan inisiatif anggota DPR-RI guna dibahas dalam masa sidang DPR-RI 2012.
Sebelumnya, tujuh Gubernur provinsi Kepulauan melakukan pertemuan sekaligus menyerahkan langsung draft RUU tersebut kepada Ketua DPR RI Marzuki Alie di gedung DPR-RI Senayan Jakarta, 6 Oktober 2011.
Para Gubernur juga melakukan pertemuan dengan Komisi II DPR-RI.
Dalam RUU ini diusulkan juga untuk memperhitungkan luasan wilayah laut sebagai ruang publik yang menghubungkan satu pulau ke pulau lainnya dalam satu Provinsi Kepulauan.
"Kami mohon dukungan masyarakat dari tujuh provinsi kepulauan untuk bersama-sama memperjuangkan apa yang menjadi cita-cita kita bersama, semua ini bertujuan bagi percepatan dan kemajuan pembangunan daerah kepualauan," kata Litaay
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2011