Ambon (Antara Maluku) - Komponen pelajar yang tergabung dalam himpunan masyarakat adat dan persatuan pemuda mahasiswa (HMAPPM) Kabupaten Buru mendesak Kapolda Maluku mengusut sejumlah pengurus dewan adat yang diduga menggelapkan uang hasil penjualan karcis tambang.

"Ketua bersama sekretaris dan bendahara maupun salah satu anggota dewan adat diduga telah menggunakan uang miliaran rupiah hasil penjualan karcis masuk lokasi tambang untuk kepentingan pribadi mereka," kata Ketua HMAPPM Buru, Alex Batuwael di Ambon, Selasa.

Para pengurus yang harus diusut Kapolda Maluku Brigjen Polisi Muktiono dan menyita sejumlah aset mereka diantaranya Anthony Besan yang menjadi ketua dewan adat, Ahmad Nurlatu selaku bendahara, Markus Wael (sekretaris) dan Nasir Solisa, anggota dewan adat.

Alex mengatakan, Ahmad Nurlartu memiliki rumah dan SPBU serta satu isteri di Bogor, satu isteri lain beserta rumah di Kendari, memiliki penginapan di Namlea dan tabungan di Bank BNI serta BRI.

Sedangkan Anthony Besan memiliki rumah dan mobil serta tabungan di BNI cabang Ambon, Abdullah Wael memiliki rumah dan mobil di Kaiely, Markus Wael memiliki rumah, mobil, tabungan Bank BNI dan BRI Cabang Ambon, sedangkan Nasir Solisa memiliki mobil di Namlea.

Pembukaan kembali lokasi penambangan emas ilegal ini setelah ada kesepakatan awal seluruh kepala soa dan tokoh masyarakat adat yang melakukan pertemuan awal Pebruari 2013.

"Dalam pertemuan dibentuk panitia dewan adat petuanan Kaiely dengan keputusan bahwa akan dibuat kartu tambang adat sebagai tanda izin masuk areal tambang Gunung Botak seharga Rp500.000 ditambah iuran wajib Rp1 juta per lubang," katanya.

Kemudian disepakti hasil penjualan karcisnya akan diserahkan kepada Hinolong Baman untuk dibagi-bagikan kepada pemilik lahan Gunung Botak yaitu masyarakat adat marga Baman/Besan, Wahidi/Wael dan Waetemun/Nurlatu termasuk kepala soa setiap kampung adat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Uang hasil penjualan karcis masuk lokasi tambang dan iuran wajib untuk setuap lubang galian ini diperkirakan mencapai lebih dari Rp14 miliar dan seharusnya dibagikan kepada semua pihak sesuai perjanjian awal tapi nyatanya tidak terealisasi.

"Penjualan kartu tambang tersebut dilakukan pada dua tempat yaitu Desa Kaiely dan Dusun Waegernangan terhitung sejak tanggal 12 Februari 2013 hingga 13 Mei 2013 kurang lebih 26.634 lembar karcis dan uang yang terkumpul sebesar Rp14 miliar," katanya.

Namun uang hasil penjualannya sampai hari ini tidak dapat dipertanggung jawabkan pihak panitia dewan adat karena ada dugaan telah digelapkan, tapi mereka berlasan bahwa anggarannya sudah digunakan membayar ongkos makan-minum dan honor aparat keamanan, para pejabat di tingkat Kabupaten Buru maupun Provinsi Maluku.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013