Ambon (Antara Maluku) - Kalangan mahasiswa di kabupaten Buru meminta Polres dan Kejaksaan Negeri setempat memeriksa dewan adat terkait pungutan uang masuk ke lokasi pertambangan emas ilegal di kawasan Gunung Botak.

"Polres Buru dan Kejaksaan Negeri harus melakukan pemeriksaan terhadap pimpinan dan anggota dewan adat karena terindikasi memanfaatkan lembaga ini untuk menarik pungutan liar di lokasi pertambangan Gunung Botok dan hasilnya digunakan untuk memperkaya diri sendiri," kata Iksan Hentihu, anggota Aliansi Mahasiswa Peduli Masyarakat (AMPM) Buru di Ambon, Kamis.

Menurutnya, dewan adat dibentuk dengan sasaran mengelola hasil yang diperoleh dari aktivitas penambangan emas di kawasan Gunung Botak dengan tujuan perbaikan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat adat setempat, tetapi kenyataannya keuntunganya yang diperoleh mencapai puluhan bahkan ratusan miliar digunakan memeperkaya oknum-oknum dewan adat.

Tujuan pembentukan dewan adat atas persetujuan Bupati BUru Ramly Umasugi dan DPRD setempat diantaranya membiayai pendidikan gratis pemuda dari komunitas adat Buru, pembangunan asrama bagi mahasiswa, bantuan perumahan bagi masyarakat adat kurang mampu, serta biaya kesehatan gratis bagi masyarakat adat tersebut, ternyata tidak terealisasi.

"Justru keuntungan yang diperoleh dari retribusi masuk kawasan Gunung Botak, tidak pernah dipertanggung jawabkan dan digunakan oknum-oknum tertentu untuk memperkaya diri," katanya.

Selain itu, Persekutuan Adat Petuanan Kayeli juga telah meminta menyurati Pemerintah Kabupaten Buru dengan surat No. 019/PNRK/1V/2013 perihal meminta pembubaran dewan adat tersebut.

Persekutuan Adat Petuanan Kayeli menilai mekanisme pengelolaan keuangan oleh dewan adat sangat merugikan banyak pihak, terutama masyarakat adat yang tidak terhimpun dalam lembaga itu, serta hanya menguntungkan oknum-oknum tertentu diantaranya Ketua Panitia dewan adat Antonius Besan, bendahara Ahmad Nurlatu dan sekertaris Markus Wael.

Iksan mencontohkan penjualan kartu tambang di kediaman bendahara, Ahmat Nurlatu di Dusun Wagernangan tahap pertama periode 12 Februari hingga 13 Mei 2013 sebanyak 28.000 lebih terjual dengan harga Rp500 ribu/ kartu, serta masing-masing Rp1 juta untuk mobil dan retribusi per lobang, di mana total seluruhnya diperkirakan mencapai Rp15 miliar.

Sedangkan tahap kedua 13 Mei hingga 13 Juli kurang terjual 18.048 kartu tambang seharga Rp700 ribu per kartu serta mobil Rp1 juta, sehingga ditotalkan sebesar Rp12 miliar.

"Total pemasukan dari retribusi tambang Gunung Botak selama enam bulan pertama tahun 2013 saja diperkirakan mencapai Rp26 miliar, tetapi tidak pernah dilaporkan dan tidak ada satu pun pembangunan yang dilakukan, padahal penarikan retribusi ini sudah berlangsung dua tahun terakhir," katanya.

Sehubungan dengan itu AMPM Buru meminta Pemerintah Kabupaten setempat untuk tidak mendiamkan masalah tersebut serta meminta Polres Buru maupun Kejaksaan Negeri setempat untuk memeriksa oknum pimpinan dan anggota dewan adat.

"Jika dalam pemeriksaan mereka terbukti menggunakan hasil retribusi pertambangan Gunung Botak untuk memperkaya diri sendiri, maka harus ditindak tegas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku," katanya.

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2013