Pengamat militer dan Co-Founder Institute for Security and Strategic Studies (ISESS) Khairul Fahmi mengatakan Pemerintah harus memastikan keberadaan Angkatan Siber TNI tidak akan mengancam hak-hak privasi masyarakat umum.
"Untuk memastikan bahwa keberadaan matra siber ini tidak membatasi kebebasan dan hak-hak privasi warga negara, penting untuk menetapkan regulasi yang jelas dan komprehensif," kata Khairul Fahmi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, keberadaan Angkatan Siber sebagai matra keempat TNI bertugas untuk mengantisipasi serangan siber dari negara ataupun pihak luar.
Aktivitas tersebut, lanjut Fahmi, harus secara transparan agar tidak keluar dari ranah dan mengancam kebebasan masyarakat di dunia siber.
Oleh karena itu, dia memandang penting ada undang-undang yang jelas dalam mengatur regulasi kerja Angkatan Siber TNI.
"Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan lembaga pengawasan independen seperti Komisi Informasi, Ombudsman, atau lembaga perlindungan hak asasi manusia dalam mengawasi kerja Angkatan Siber," kata Fahmi.
Tidak hanya itu, Pemerintah juga harus mengedukasi masyarakat tentang hak-hak mereka di ruang siber serta mekanisme pelaporan jika terjadi pelanggaran.
Dengan adanya mekanisme ini, Fahmi yakin keberadaan Angkatan Siber akan memberikan rasa aman bagi masyarakat dan negara.
Sebelumnya (16/8), Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menilai sudah saatnya Indonesia segera mempersiapkan pembentukan matra keempat TNI dengan menghadirkan Angkatan Siber.
"Kehadirannya untuk memperkuat tiga matra yang sudah ada, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara," ujar Bamsoet dalam Pidato Pengantar Sidang Tahunan MPR Tahun 2024 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta.
Bamsoet menganggap hal tersebut penting mengingat posisi geopolitik Indonesia sangat rawan karena berhadapan langsung dengan trisula negara persemakmuran Inggris, yaitu Malaysia, Singapura, dan Australia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat sebut Angkatan Siber tidak boleh mengancam hak masyarakat
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024
"Untuk memastikan bahwa keberadaan matra siber ini tidak membatasi kebebasan dan hak-hak privasi warga negara, penting untuk menetapkan regulasi yang jelas dan komprehensif," kata Khairul Fahmi dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis.
Menurut dia, keberadaan Angkatan Siber sebagai matra keempat TNI bertugas untuk mengantisipasi serangan siber dari negara ataupun pihak luar.
Aktivitas tersebut, lanjut Fahmi, harus secara transparan agar tidak keluar dari ranah dan mengancam kebebasan masyarakat di dunia siber.
Oleh karena itu, dia memandang penting ada undang-undang yang jelas dalam mengatur regulasi kerja Angkatan Siber TNI.
"Pemerintah juga harus berkolaborasi dengan lembaga pengawasan independen seperti Komisi Informasi, Ombudsman, atau lembaga perlindungan hak asasi manusia dalam mengawasi kerja Angkatan Siber," kata Fahmi.
Tidak hanya itu, Pemerintah juga harus mengedukasi masyarakat tentang hak-hak mereka di ruang siber serta mekanisme pelaporan jika terjadi pelanggaran.
Dengan adanya mekanisme ini, Fahmi yakin keberadaan Angkatan Siber akan memberikan rasa aman bagi masyarakat dan negara.
Sebelumnya (16/8), Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI Bambang Soesatyo alias Bamsoet menilai sudah saatnya Indonesia segera mempersiapkan pembentukan matra keempat TNI dengan menghadirkan Angkatan Siber.
"Kehadirannya untuk memperkuat tiga matra yang sudah ada, yakni Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara," ujar Bamsoet dalam Pidato Pengantar Sidang Tahunan MPR Tahun 2024 di Gedung MPR/DPR/DPD RI, Jakarta.
Bamsoet menganggap hal tersebut penting mengingat posisi geopolitik Indonesia sangat rawan karena berhadapan langsung dengan trisula negara persemakmuran Inggris, yaitu Malaysia, Singapura, dan Australia.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Pengamat sebut Angkatan Siber tidak boleh mengancam hak masyarakat
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024