Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ternate, Maluku Utara, mengecam keras sikap arogansi dari sejumlah petugas keamanan KPU Malut mengintimidasi tiga orang jurnalis saat peliputan deklarasi kampanye damai di Sofifi, Selasa (24/9).
"Dugaan intimidasi itu terjadi saat sejumlah wartawan sedang mengambil gambar kericuhan yang terjadi antar sesama staf KPU Malut di lokasi deklarasi kampanye damai," kata Ketua AJI Ternate, Ikram Salim di Ternate, Rabu.
Jurnalis yang menyaksikan kejadian itu langsung mengabadikan gambar melalui kamera dan gawai mereka, namun petugas keamanan KPU langsung menghadang sejumlah jurnalis.
Dua orang jurnalis dari media Antara Foto Andri Saputra dan RTV Muhammad S. Haliun, diintimidasi di dalam ruangan KPU Maluku Utara. Petugas keamanan KPU memaksa dua orang jurnalis tersebut untuk menghapus gambar mereka.
Menurut Ikram, atas sikap arogansi dan intimidasi yang ditunjukkan tiga orang petugas keamanan KPU Maluku Utara ini, AJI Ternate menyatakan sikap KPU Provinsi Maluku sebagai institusi yang mengawal agenda-agenda demokrasi harus memberikan contoh bagi masyarakat untuk menjaga kebebasan pers dan kerja-kerja jurnalistik sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu, sikap arogansi dan intimidasi yang ditunjukkan tiga orang petugas keamanan KPU adalah tindakan yang tidak dibenarkan, dan sangat jelas melanggar Undang-undang tentang Pers Pasal 18 ayat (1). Menghalangi jurnalis melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Sehingga, pihaknya mendesak Kapolri dan Kapolda Maluku Utara serta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi yang telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40/1999.
Dia menyebut, AJI juga mendesak Sekretaris dan Pimpinan KPU Provinsi Malut segera memecat seluruh petugas yang melakukan intimidasi terhadap jurnalis saat peliputan deklarasi kampanye damai di Sofifi.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999.
"Kami imbau kepada seluruh jurnalis untuk tetap bersatu, teguh, dan tidak gentar dalam menjalankan tugas mereka, serta mengingatkan agar setiap jurnalis selalu memegang teguh kode etik jurnalistik dalam setiap peliputan," ujarnya.
Sementara itu, salah seorang wartawan Antara foto, Andri Saputra Ketika dihubungi mengakui, saat itu, dirinya bersama teman-teman diarahkan masuk di dalam ruangan kantor KPU oleh seorang petugas keamanan KPU.
"Di dalam ruangan itu mereka memaksa kami untuk menghapus video dan foto, kalau kami tidak hapus maka kami dilarang meliput kegiatan KPU," ujar Andri.
Sementara itu, di luar ruangan terlihat seorang petugas keamanan KPU juga melarang jurnalis BTv, Sahrudin Nurdin yang hendak mengambil video kericuhan antara sesama staf KPU tersebut.
Sedangkan, Jurnalis RTV, Muhammad S. Haliun mengatakan, dirinya dilarang seorang petugas keamanan KPU saat pengambilan gambar dengan kameranya.
Ia menyebutkan keributan antara sesama petugas KPU yang terlibat adu mulut kemudian nyaris berujung adu jotos di antara petugas.
"Tidak ada yang boleh video, jangan video," kata Muhammad S. Haliun menirukan teguran seorang petugas KPU saat itu.
Meski demikian, teguran itu tidak dihiraukan oleh sebagian para jurnalis yang tetap melanjutkan proses dokumentasi dari jarak sekitar lima meter.
Sekitar lima menit setelah kejadian, Muhammad S Haliun dipanggil dua orang petugas KPU. Mereka bertanya, apakah ada yang mengambil video, dan meminta agar video segera dihapus.
Sementara itu, Kasubbag Umum KPU Malut, Fadli menyatakan, mewakili pimpinan, memohon maaf atas insiden tersebut.
"Kejadian tadi adalah murni kesalahpahaman di lingkup internal kami dan sudah diselesaikan secara baik, kami memohon maaf apabila ada sikap, perilaku atau perkataan yang menyinggung teman-teman pers saat meliput, kami akan terus memperbaiki hal-hal yang kurang dari kami, dan berharap hal ini tidak akan terulang lagi," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024
"Dugaan intimidasi itu terjadi saat sejumlah wartawan sedang mengambil gambar kericuhan yang terjadi antar sesama staf KPU Malut di lokasi deklarasi kampanye damai," kata Ketua AJI Ternate, Ikram Salim di Ternate, Rabu.
Jurnalis yang menyaksikan kejadian itu langsung mengabadikan gambar melalui kamera dan gawai mereka, namun petugas keamanan KPU langsung menghadang sejumlah jurnalis.
Dua orang jurnalis dari media Antara Foto Andri Saputra dan RTV Muhammad S. Haliun, diintimidasi di dalam ruangan KPU Maluku Utara. Petugas keamanan KPU memaksa dua orang jurnalis tersebut untuk menghapus gambar mereka.
Menurut Ikram, atas sikap arogansi dan intimidasi yang ditunjukkan tiga orang petugas keamanan KPU Maluku Utara ini, AJI Ternate menyatakan sikap KPU Provinsi Maluku sebagai institusi yang mengawal agenda-agenda demokrasi harus memberikan contoh bagi masyarakat untuk menjaga kebebasan pers dan kerja-kerja jurnalistik sesuai amanat UU Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Selain itu, sikap arogansi dan intimidasi yang ditunjukkan tiga orang petugas keamanan KPU adalah tindakan yang tidak dibenarkan, dan sangat jelas melanggar Undang-undang tentang Pers Pasal 18 ayat (1). Menghalangi jurnalis melaksanakan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.
Sehingga, pihaknya mendesak Kapolri dan Kapolda Maluku Utara serta jajarannya mengusut kasus kekerasan dan intimidasi jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi yang telah diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers Nomor 40/1999.
Dia menyebut, AJI juga mendesak Sekretaris dan Pimpinan KPU Provinsi Malut segera memecat seluruh petugas yang melakukan intimidasi terhadap jurnalis saat peliputan deklarasi kampanye damai di Sofifi.
Oleh karena itu, pihaknya mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999.
"Kami imbau kepada seluruh jurnalis untuk tetap bersatu, teguh, dan tidak gentar dalam menjalankan tugas mereka, serta mengingatkan agar setiap jurnalis selalu memegang teguh kode etik jurnalistik dalam setiap peliputan," ujarnya.
Sementara itu, salah seorang wartawan Antara foto, Andri Saputra Ketika dihubungi mengakui, saat itu, dirinya bersama teman-teman diarahkan masuk di dalam ruangan kantor KPU oleh seorang petugas keamanan KPU.
"Di dalam ruangan itu mereka memaksa kami untuk menghapus video dan foto, kalau kami tidak hapus maka kami dilarang meliput kegiatan KPU," ujar Andri.
Sementara itu, di luar ruangan terlihat seorang petugas keamanan KPU juga melarang jurnalis BTv, Sahrudin Nurdin yang hendak mengambil video kericuhan antara sesama staf KPU tersebut.
Sedangkan, Jurnalis RTV, Muhammad S. Haliun mengatakan, dirinya dilarang seorang petugas keamanan KPU saat pengambilan gambar dengan kameranya.
Ia menyebutkan keributan antara sesama petugas KPU yang terlibat adu mulut kemudian nyaris berujung adu jotos di antara petugas.
"Tidak ada yang boleh video, jangan video," kata Muhammad S. Haliun menirukan teguran seorang petugas KPU saat itu.
Meski demikian, teguran itu tidak dihiraukan oleh sebagian para jurnalis yang tetap melanjutkan proses dokumentasi dari jarak sekitar lima meter.
Sekitar lima menit setelah kejadian, Muhammad S Haliun dipanggil dua orang petugas KPU. Mereka bertanya, apakah ada yang mengambil video, dan meminta agar video segera dihapus.
Sementara itu, Kasubbag Umum KPU Malut, Fadli menyatakan, mewakili pimpinan, memohon maaf atas insiden tersebut.
"Kejadian tadi adalah murni kesalahpahaman di lingkup internal kami dan sudah diselesaikan secara baik, kami memohon maaf apabila ada sikap, perilaku atau perkataan yang menyinggung teman-teman pers saat meliput, kami akan terus memperbaiki hal-hal yang kurang dari kami, dan berharap hal ini tidak akan terulang lagi," ujarnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024