Ambon (ANTARA) - Pasangan calon Bupati Buru Amustafa Besan-Hamza Buton kembali menggugat Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Buru ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Gugatan ini diajukan setelah adanya dugaan pelanggaran dalam pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) dan Penghitungan Ulang Surat Suara (PUSS) pada 5 April 2025.
“Gugatan ini menyusul penemuan sejumlah pelanggaran yang diduga dilakukan oleh KPU Buru, terutama terkait dengan eksekusi putusan MK,” kata Penasihat Hukum pasangan calon Amustafa Besan-Hamza Buton, Ahmad Belasa, di Ambon, Rabu.
Dalam putusan tersebut, MK memerintahkan pelaksanaan PSU di TPS 2 Desa Dabowae, Kecamatan Waelata, dan PUSS di TPS 19 Desa Namlea, Kecamatan Namlea, untuk mengikuti daftar pemilih tetap (DPT), daftar pemilih tambahan (DPPT), serta daftar pemilih pindahan (DPTB).
Namun, KPU Buru dinilai tidak menjalankan instruksi MK tersebut.
"Dalam amar putusan, MK memerintahkan proses pelaksanaan PSU di TPS 2 Desa Dabowae harus berdasarkan DPT, DPPT, dan DPTB. Namun, KPU sebagai eksekutor tidak melaksanakan putusan MK," ujarnya.
Belasa menambahkan bahwa pasangan calon Amustafa Besan-Hamza Buton merasa keberatan dengan hasil penetapan KPU, baik dalam penghitungan suara di TPS 2 Desa Dabowae maupun dalam rekapitulasi hasil Pilkada Kabupaten Buru.
Keberatan tersebut disebabkan oleh sejumlah masalah, terutama terkait pelaksanaan putusan MK yang tidak sesuai dengan ketentuan. Selain itu, Belasa juga menyoroti adanya pemilih yang tidak menerima undangan hak pilih namun tetap dapat memberikan suara.
Ia menilai hal ini sebagai pelanggaran terhadap prinsip yang diatur dalam konstitusi. Terkait dengan PUSS di TPS 19 Desa Namlea, Belasa menyebutkan adanya pelanggaran, meskipun ia tidak memberikan rincian lebih lanjut. Menurutnya, hal ini berkaitan dengan materi gugatan yang sedang diproses.
Selain itu, Belasa mengkritik standar operasional prosedur (SOP) pengamanan selama pelaksanaan PSU yang dinilai berlebihan dan berdampak negatif pada psikologi pemilih.
Ia mengungkapkan bahwa pengamanan yang berlebihan itu mempengaruhi kebebasan pemilih dalam memberikan suara mereka.
Sementara itu, Ketua Bawaslu Maluku Subair mengatakan, pihaknya akan menunggu kepastian laporan permohonan gugatan yang diajukan ke Mahkamah Konstitusi (MK) setelah keputusan KPU.
Bawaslu menegaskan kewajiban untuk menegakkan peraturan perundang-undangan yang ada. Sesuai dengan Undang-Undang, pihak yang merasa dirugikan dengan keputusan KPU memang diberikan hak untuk menggugat ke MK.
“Jika diminta oleh MK, Bawaslu akan memberikan keterangan berdasarkan pengawasan yang telah dilakukan,” kata Subair.
Sesuai dengan aturan yang berlaku, pihak yang merasa dirugikan memiliki waktu tiga hari setelah pembacaan putusan KPU untuk mengajukan gugatan ke MK. Jika permohonan tersebut diajukan, MK kemudian akan memerintahkan Bawaslu untuk menjadi pihak pemberi keterangan.