Anggota KPU RI Idham Holik merespons Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) yang meminta penjelasan terkait ketidaksinkronan PKPU Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara (Tungsura) dengan UU Pilkada ihwal pengusul penghitungan suara ulang di tempat pemungutan suara (TPS).
Dia mengatakan bahwa Bawaslu dalam rapat harmonisasi rancangan PKPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara merupakan peserta.
"Perwakilan Bawaslu dalam rapat harmonisasi rancangan PKPU tentang Pemungutan dan Penghitungan Suara yang diselenggarakan oleh Kemenkumham terlibat sebagai peserta," kata Idham saat dikonfirmasi ANTARA di Jakarta, Sabtu.
Idham juga menjelaskan dalam PKPU Nomor 18 Tahun 2020 tentang Pemungutan Suara Pilkada khususnya pada Pasal 67 ayat (3) telah diatur Pengawas TPS dapat mengusulkan penghitungan ulang.
"Dalam hal terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Saksi, Panwaslu Kelurahan/Desa atau Pengawas TPS dapat mengusulkan penghitungan ulang Surat Suara di TPS yang bersangkutan," bunyi Pasal 6 ayat (3) PKPU Nomor 18 Tahun 2020.
Hal yang sama juga dimuat dalam Pasal 89 ayat (3) PKPU 25 tahun 2023 tentang Pemungutan Suara di Pemilu diatur hal yang sama dimana Pengawas TPS dapat mengusulkan penghitungan ulang surat suara.
"Penormaan dalam PKPU Nomor 25 tersebut atas usul Bawaslu," jelasnya.
Sebelumnya, Jumat (22/11), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI akan meminta penjelasan Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait ketidaksinkronan PKPU Nomor 17 Tahun 2024 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara (Tungsura) dengan UU Pilkada ihwal pengusul penghitungan suara ulang di TPS.
"Dalam PKPU yang berwenang mengusulkan penghitungan suara ulang ialah saksi atau pengawas TPS. Sementara dalam Pasal 113 UU Pilkada disebutkan bahwa yang berwenang mengusulkan penghitungan suara ulang ialah Pengawas Pemilu Lapangan (PPL). Mungkin kita ngobrol dulu dengan KPU, ya, karena prosesnya pasti ada di harmonisasi sudah dibahas," kata Ketua Bawaslu RI Rahmat Bagja saat ditemui awak media di kantor Bawaslu RI, Jakarta, Jumat.
Meski begitu, dia pun enggan menjelaskan lebih lanjut terkait ketidaksinkronan antara PKPU Tungsura dan UU Pilkada.
Sementara itu, peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Dian Permata menegaskan bahwa PKPU tak boleh mendahului UU. Padahal, PKPU merupakan replikasi dari UU Pilkada.
"PKPU itu tidak boleh mendahului produk regulasi di atasnya. Dari hasil temuan kita adalah memang di Pasal 58 terutama soal orang atau pihak subyek yang berhak memberikan dampak penghitungan suara ulang di TPS. Di PKPU tertulis pengawas TPS di mana harusnya di UU Pilkada itu harusnya PPL atau petugas PKD atau desa dan kelurahan," tambah Dian di Kantor Bawaslu RI, Jakarta, Jumat.
Ia khawatir jika KPU tak segera memperbaiki akan membuat kisruh di TPS. Apalagi, tak semua pengawas TPS memahami informasi tersebut.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: KPU respons pengusul penghitungan suara ulang beda di PKPU-UU Pilkada
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024