Ambon, 21/9 (Antara Maluku) - Sebanyak 350 peserta dari puluhan desa di Pulau Haruku, Saparua dan Nusalaut  mengikuti "Duurstede Festival" di gelar di kawasan Benteng Duurstede, Pulau Saparua, Kabupaten Maluku Tengah pada 21 - 23 September 2015.

Ketua Panitia Pelaksana M. Tomasoa di Ambon, Minggu mengatakan, sedikitnya 11 jenis lomba digelar dalam festival itu, yang untuk pertama kalinya digelar oleh Klasis Gereja Protestan Maluku (GPM) Pulau-Pulau Lease bekerja sama dengan Ambonesia Foundation, M-Tree Community, Wonderful Indonesia dan DPD PAPPRI Maluku.

"Berbagai jenis lomba yang digelar merupakan sejumlah kearifan lokal seni dan budaya masyarakat Maluku khususnya di Kepulauan Lease yang saat ini semakin kurang diminati dan dilupakan warga," katanya.

Menurut Tomasoa, yang akrab disapa Cak, festival  memperebutkan piala bergilir Ketua Majelis Pekerja Harian (PMH) Sinode GPM.

Selain untuk merayakan HUT Wadah Pelayanan Laki-Laki GPM juga untuk melestarikan sekaligus mempromosikan berbagai keragaman potensi kearifan lokal masyarakat adat setempat.

"Festival yang akan dijadikan agenda tahunan ini disasarkan untuk mempromosikan potensi lokal masyarakat khususnya seni, budaya serta pariwisata dan diharapkan di masa mendatang dapat menjadi roda penggerak ekonomi masyarakat di Kecamatan Pulau-Pulau Lease," katanya.

Pihaknya berharap festival tersebut dapat menumbuhkan kembali kecintaan masyarakat akan seni dan budaya asli daerah yang telah ditinggalkan, sebagai salah satu kearifan lokal sekaligus memperkaya khasanah budaya nasional.

"Kami berharap festival ini juga dapat menjadi pemicu berkembangnya potensi pariwisata di Kepulauan Lease serta meningkatnya arus kunjungan wisatawan dalam dan luar negeri ke daerah ini," katanya.

Ada 11 jenis lomba yang akan dipertandingkan dalam "Duurstede Festival", di antaranya suling bambu yang merupakan alat musik tiup tradisional  dan diikuti jemaat-jemaat di Klasis GPM Pulau-Pulau Lease. 

Suling bambu pada masa lampau digunakan dalam upacara-upacara adat maupun ibadah di gereja, tetapi saat ini sudah jarang digunakan karena digantikan alat musik moderen seperti terompet dan sejenisnya.

Lomba lainnya termasuk anyam "kamboti" (keranjang) dari daun kelapa. Kamboti sering digunakan warga di Kepulauan Lease untuk menampung hasil kebun saat panen.

Lomba Cucu Atap yakni lomba membuat dan menganyam atap dari daun sagu, dan membuat Tapalang atau balai-balai yang terbuat dari "gaba-gaba" atau batang daun sagu.

Selain itu, Lari Tampurung merupakan lomba tradisional yang dulunya dimainkan anak-anak. Tampurung atau batok kelapa yang dibagi menjadi dua dan dijadikan alas kaki untuk berlari, lomba Angkat Batu, di mana para peserta harus mengangkat batu dari dalam laut menuju tepi pantai

Sedangkan "Keku Dulang" adalah jenis lomba yang mengangkat tradisi kaum ibu rumah tangga atau kaum perempuan yang berjualan, di mana "dulang" atau nampan terbuat dari lembar kayu berdiameter satu meter, diatasnya diletakkan bahan atau makanan kering yang akan dijual ke pasar dan dibawa dengan cara diletakkan di atas kepala.

Ada juga lomba Makan Papeda dan Bale Papeda, lomba ini untuk menunjukkan kepiawaian para peserta memindahkan pepeda (makanan tradisional masyarakat Maluku terbuat dari sari pati pohon sagu) yang masih panas dari satu tempat ke tempat lainnya menggunakan "gata-gata" atau dua bilah bambu yang bagian ujungnya dibuat menyerupai garpu bermata dua.

Kemudian Pikol Sagu Manta, jenis lomba lari dengan jarak tertentu sambil memanggul tepung sagu yang dimasukkan ke dalam "tumang" atau wadah berbentuk keranjang yang terbuat dari daun sagu. 

Sedangkan lomba orang kuat merupakan jenis triatlon tradisional berupa 'barnang' (berenang), panggayo (dayung) dan lari.

Pewarta: Jimmy Ayal

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015