Ambon, 3/11 (Antara Maluku) - Pangdam XVI/Pattimura, Mayjen TNI Doni Monardo mengatakan sejarah adalah guru kehidupan dan bangsa yang besar patut menghargai para pahlawannya.

"Kita belajar dari sejarah masa lalu, dapat memahami nilai-nilai luhur perjuangan yang telah diwariskan oleh Pahlawan Nasional Brigjen TNI Anumerta Ignatius Slamet Riyadi yang dengan semangat kebangsaan mempertahankan kemerdekaan Indonesia," kata Pangdam Doni, di Ambon, Selasa.

Ia mengatakannya, pada acara Mengenang Perjuangan Brigjen Anumerta Ignatius yang meninggal dunia pada 3 Nopember 1949, saat bertempur melawan pasukan Baret Hijau Belanda didikan Westerling.

Hadir dalam acara tersebut, Letjen TNI (Purn) Yohanes Suryo Prabowo, selaku yang mewakili keluarga almarhum Slamet Riyadi. Kolonel Purn Aloysius Sugianto, Kolonel Purn Soejoto dan Ibu serta Letda Purn Suhadi dan Ibu selaku kerabat perjuangan Brigjen TNI Anumerta Slamet Riyadi.

Hadir juga Wakil Gubernur Maluku Zeth Sahuburua dan Forkopimda Maluku, Anggota DPRD Provinsi Maluku, Kadis Bintalad, Kadis Jarahad, Kasdam XVI/Pattimura, Forkompinda Kota Ambon, para Pimpinan Universitas, Prof Dr Jhon Pattikaihatu dan Civitas Akademika.

Selanjutnya, para pejabat TNI/Polri, Pemprov Maluku, Pemkot Ambon, para Veteran dan Pepabri, para tokoh masyarakat, tokoh agama dan tokoh pemuda serta undangan lainnya.

Pangdam Doni menuturkan, almarhum Slamet Riyadi dilahirkan di Surakarta, Jawa Tengah pada 26 Juli 1927, anak dari Bapak Idris Prawiropralebdo, seorang perwira anggota Legium Kasunanan Surakarta.

Ia sangat menonjol kecakapan dan keberaniannya terutama setelah Jepang bertekuk lutut dan kemerdekaan Indonesia diproklamasikan.

Setelah proklamasi kemerdekaan pada 17 Agustus 1945, RI mengalami berbagai pertempuran, baik dengan pihak asing maupun rong-rongan dari dalam negeri, termasuk pemberontakan yang terjadi di Maluku.

Secara diplomatis, pemerintah RI Serikat berusaha mengatasi masalah ini dengan mengutus dr.Johannes Leimena untuk melakukan perundingan dengan pihak pemberontak.

Namun misi damai ini ditolak oleh pihak pemberontak, sehingga pemerintah terpaksa menggunakan kekuatan bersenjata untuk menumpas para pemberontak dengan menggelar Operasi Senopati yang dipimpin oleh Kolonel AE Kawilarang.

Operasi penumpasan pemberontak di Maluku dimulai pada 14 Juli 1950, dengan mengerahkan kekuatan angkatan bersenjata yang terbagi menjadi dua group menuju wilayah Maluku.

Group satu dipimpin oleh Mayor Soerjo Soebandrio dan Group dua dipimpin oleh Letkol Slamet Riyadi. Pertempuran di Maluku terjadi di beberapa wilayah, yakni Namlea, Amahai dan Piru, berlangsung sangat sengit.

"Banyak korban berjatuhan dipihak APRIS, hal ini disebabkan karena hebatnya kemampuan tempur pemberontak yang diperkuat oleh bekas pasukan khusus Belanda. Perjuangan yang dilaksanakan oleh Slamet Riyadi meninggalkan beberapa warisan yang patut dibanggakan," kata Pangdam Doni.

Warisan tersebut, kata dia, merupakan tradisi bahwa selalu berhasil memenangkan pertempuran. Slamet Riyadi adalah satu-satunya Komandan Pertempuran yang mulai pada 1949-1950 berhasil memenangkan pertempuran di tiga Palagan, antara lain membebaskan Kota Solo dari cengkraman Belanda.

Berdasarkan catatan, pertempuran yang pernah dialaminya, Letkol Slamet Riyadi tidak pernah melarikan diri dari kejaran Belanda, karena kemampuannya dalam mengantisipasi dan menetapkan kapan waktu untuk menyerang dan kapan harus menghindar.

"Slamet Riyadi memang gugur dalam pertempuran, namun bukan dalam situasi bertahan ataupun menghindar dari pertempuran, bahkan menit-menit terakhir sebelum akhirnya pasukan dapat memenangkan pertempuran," ujarnya.

Menurut Pangdam Doni, pada saat musuh terkepung di Benteng Victoria Ambon, di dalam panser Kapten Klees berbisik kepada Letkol Slamet Riyadi," Overste, izinkan saya membalas, saya mau menghajar mereka. Namun Slamet Riyadi justru memerintahkan, "Stop het vuren. Jangan tembak. Saya mau turun memeriksa, siapa tahu mereka mau menyerah.

Ucapan Letkol Slamet Riyadi, bermaksud mengajak musuhnya untuk menyerah dan bergabung dengan TNI, selanjutnya menciptakan kedamaian di Kota Ambon tanpa harus pertumpahan darah.

"Bapak Slamet Riyadi tidak pernah menjadikan musuh negara sebagai musuh peribadinya," kata Pangdam Doni.

Selanjutnya, Letkol Slamet Riyadi, kreatif dan inovatif dalam kehidupan prajurit. Dia merupakan sosok perwira yang langka. Pada saat bertugas menghadapi tentara Belanda, masih sempat menuliskan buku, "Taktik Gerilya".

Ketika bertugas dalam penumpasan pemberontkan di Ambon, Slamet Riyadi sempat memberikan gagasan untuk membentuk Pasukan Khusus, agar ketika prajurit TNI bertempur, mereka dengan cepat memenangkannya dengan korban jiwa yang sangat sedikit.

Pada saat itu, TNI mengerahkan prajurit cukup banyak, unsur Angkatan Darat terdiri dari 14 Yonif, satu Kikav dan satu Baterai Artileri Medan, Angkatan Laut terdiri sembilan kapal perang, tiga kapal rumah sakit dan satu kapal logistik, serta Angkatan Udara terdiri dari tiga peswat B-25, dua pesawat Mustang, dan dua pesawat Cataluna.

Meskipun akhirnya pemberontak bisa dikalahkan, namun korban dipihak TNI dalam pertempuran itu cukup banyak, yakni mencapai 2.645 prajurit gugur dan 43 prajurit lainnya hilang. Hal tersebut tidak sebanding dengan pertempuran selama 22 tahun di Timor Timur yang mengakibatkan 2.970 prajurit gugur.

Selanjutnya, Letkol Slamet Riyadi rela mengorbankan jiwa dan raganya demi keberhasilan pelaksaan tugas. Ketiak berdioalog dengan Letkol Soediarto yang merasa akan gugur dalam penugasannya, Slamet Riyadi membantah," Ora, aku lebih dulu, karena di sini aku Komandan. Aku akan gugur setelah menguasi Ambon."

Hal ini menunjukan bahwa meski Slamet Riyadi mengetahui betapa besar resiko dalam pertempuran yang dipimpinya, dia sama sekali tidak gentar dalam melaksanakan tugas, hingga pada tanggal 3 Nopember 1950, tepatnya 65 tahun yang lalu merupakan puncak perjuangan Letkol Slamet Riyadi dalam mempertahankan kedaulatan RI dari upaya disintegrasi oleh kelompok pemberontak, sebelum akhirnya gugur di medan laga.

Karena itu, berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 066/TK/Tahun 2007, bahwa Brigjen TNI Anumerta Ignatius Slamet Riyadi mendapat gelar sebagai Pahlawan Nasional.

"Hari ini pada 3 Nopember 2015 kita memperingati gugurnya almarhum Brigjen TNI Anumerta Iganatius Slamet Riyadi dan marilah meneruskan semangat perjuangannya," kata Pangdam Doni. 

Pewarta: Rofinus E. Kumpul

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2015