Ternate, 7/12 (Antara Maluku) - Kalangan DPRD Maluku Utara (Malut) menilai perlunya pemerintah mengeluarkan kebijakan khusus yang memungkinkan nelayan memperoleh keringanan dalam mendapatkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), terutama nelayan tradisional.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016
"Kebijakan itu berupa pembebasan persyaratan agunan bagi nelayan tradisional yang ingin mendapatkan KUR di atas Rp25 juta," kata Anggota Komisi III DPRD Malut Irfan Umasugi di Ternate, Rabu.
Kalau pun tetap mengharuskan hak agunan, tidak dipatok dalam bentuk sertifikat tanah atau aset berharga lainnya, tetapi dalam bentuk jaminan dari desa atau lembaga tertentu, karena para nelayan umumnya tidak memiliki sertifikat tanah atau aset berharga lainnya.
Menurut dia, kecilnya penyaluran KUR kepada nelayan di Indonesia, termasuk di wilayah Malut selama ini karena perbankan menerapkan persyaratan hak agunan untuk pengajuan KUR di atas Rp25 juta dan kalau pun ada agunan diprioritaskan bagi nelayan yang telah memiliki usaha di atas enam bulan.
Para nelayan umumnya membutuhkan KUR di atas Rp25 juta karena dana itu mereka akan gunakan untuk membeli kapal dan peralatannya atau mengembangkan usaha budidaya perikanan, seperti budidaya rumput laut yang membutuhkan dana cukup besar.
Irfan Umasugi mengatakan, hal lainnya yang perlu dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penyaluran KUR kepada nelayan adalah memperluas jangkauan pelayanan ke pulau-pulau dan wilayah pesisir, karena nelayan umumnya berada di wilayah itu.
Di wilayah seperti itu umumnya tidak ada perwakilan kantor bank, tetapi bisa disiasati pemerintah dengan memanfaatkan lembaga yang ada di daerah setempat, misalnya koperasi nelayan yang diberi kewenangan menyalurkan KUR kepada nelayan.
"Banyak nelayan di pulau-pulau dan pesisir yang ingin memanfaatkan KUR tetapi mereka kesulitan untuk menjangkau bank yang umumnya ada di ibu kota kabupaten/kota dan kalau pun mereka datang mengajukan permohonan KUR, pihak perbankan biasanya kurang merespon dengan alasan kesulitan untuk melakukan sertifikasi ke tempat tinggal nelayan," katanya.
Kalau pun tetap mengharuskan hak agunan, tidak dipatok dalam bentuk sertifikat tanah atau aset berharga lainnya, tetapi dalam bentuk jaminan dari desa atau lembaga tertentu, karena para nelayan umumnya tidak memiliki sertifikat tanah atau aset berharga lainnya.
Menurut dia, kecilnya penyaluran KUR kepada nelayan di Indonesia, termasuk di wilayah Malut selama ini karena perbankan menerapkan persyaratan hak agunan untuk pengajuan KUR di atas Rp25 juta dan kalau pun ada agunan diprioritaskan bagi nelayan yang telah memiliki usaha di atas enam bulan.
Para nelayan umumnya membutuhkan KUR di atas Rp25 juta karena dana itu mereka akan gunakan untuk membeli kapal dan peralatannya atau mengembangkan usaha budidaya perikanan, seperti budidaya rumput laut yang membutuhkan dana cukup besar.
Irfan Umasugi mengatakan, hal lainnya yang perlu dilakukan pemerintah untuk meningkatkan penyaluran KUR kepada nelayan adalah memperluas jangkauan pelayanan ke pulau-pulau dan wilayah pesisir, karena nelayan umumnya berada di wilayah itu.
Di wilayah seperti itu umumnya tidak ada perwakilan kantor bank, tetapi bisa disiasati pemerintah dengan memanfaatkan lembaga yang ada di daerah setempat, misalnya koperasi nelayan yang diberi kewenangan menyalurkan KUR kepada nelayan.
"Banyak nelayan di pulau-pulau dan pesisir yang ingin memanfaatkan KUR tetapi mereka kesulitan untuk menjangkau bank yang umumnya ada di ibu kota kabupaten/kota dan kalau pun mereka datang mengajukan permohonan KUR, pihak perbankan biasanya kurang merespon dengan alasan kesulitan untuk melakukan sertifikasi ke tempat tinggal nelayan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2016