Ambon, 8/3 (AntaraMaluku ) - Aktivis perempuan asal Ambon, Lies Marantika mengatakan isu akses terhadap lingkungan kerja yang memadai dan layak bagi perempuan kurang mendapat perhatian dari pemerintah dan masyarakat.
"Saya pikir kita banyak memberi perhatian kepada isu kekerasan, tetapi kurang terhadap isu-isu untuk akses lingkungan pekerjaan yang memadai bagi perempuan," katanya, di Ambon, Rabu.
Lies yang juga Direktur Yayasan Gasira Maluku mengatakan berkaitan dengan pesatnya perkembangan dunia kerja saat ini, isu tersebut perlu didorong agar perempuan bisa mendapatkan posisi dan lingkungan kerja yang "sehat" dan melindungi hak gendernya.
Ia memisalkan para pekerja perempuan di sektor ekonomi dan jasa, seperti pertokoan, restoran, karaoke dan semacamnya, seringkali terabaikan. Padahal mereka sangat berpotensi mendapatkan diskriminasi terhadap perlindungan kesehatan maupun ketenagakerjaan.
Selain itu, terkadang upah yang didapatkan tidak sesuai dengan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kendati sudah ada regulasi yang bisa digunakan untuk melindungi pekerja perempuan, hanya saja, pengawasan terhadap pelaksanaannya hingga ke tingkat paling bawah masih minim.
"Apakah mereka mendapatkan BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan, upah yang memadai, tidak mengalami kekerasan di lingkungan kerja, diberi kesempatan bersosialisasi ataukah harus berkerja selama sehari penuh dan tidak boleh keluar> ini belum menjadi perhatian kita," ujarnya.
Komisioner Komnas Perempuan periode 1998 - 2006 itu mengungkapkan, masih banyak pekerja perempuan yang dengan identitas gendernya, telah dipaksa oleh pemilik ekonomi untuk menjadi objek menarik lebih banyak keuntungan finansial.
Karena kebutuhan terhadap pekerjaan, para pekerja perempuan tersebut tidak berdaya untuk bernegosiasi melindungi hak-haknya atas gender dan tubuhnya.
"Memang perempuan tetap menjadi objek untuk menarik perhatian, diharuskan memakai pakaian minim guna menarik perhatian pelanggan, ketika dia menolak maka dipecat. Itu kekerasan terhadap hak perlindungan bagi tubuhnya sendiri, memanipulasi ketidakberdayaan orang untuk tetap bertahan dalam diskriminasi itu," tandas Lies.
Terkait momentum peringatan Hari Perempuan Internasional 2017, lanjutnya, dapat dijadikan sebagai gerakan bersama mendorong isu hak dunia kerja yang lebih baik bagi kaum perempuan.
"Mendorong dunia yang lebih baik bagi perempuan bekerja, mengakses pekerjaan-pekerjaan yang baik, didorong berada di posisi dan situasi lingkungan kerja yang layak sudah saatnya direalisasikan," tegas Lies.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017
"Saya pikir kita banyak memberi perhatian kepada isu kekerasan, tetapi kurang terhadap isu-isu untuk akses lingkungan pekerjaan yang memadai bagi perempuan," katanya, di Ambon, Rabu.
Lies yang juga Direktur Yayasan Gasira Maluku mengatakan berkaitan dengan pesatnya perkembangan dunia kerja saat ini, isu tersebut perlu didorong agar perempuan bisa mendapatkan posisi dan lingkungan kerja yang "sehat" dan melindungi hak gendernya.
Ia memisalkan para pekerja perempuan di sektor ekonomi dan jasa, seperti pertokoan, restoran, karaoke dan semacamnya, seringkali terabaikan. Padahal mereka sangat berpotensi mendapatkan diskriminasi terhadap perlindungan kesehatan maupun ketenagakerjaan.
Selain itu, terkadang upah yang didapatkan tidak sesuai dengan standar Upah Minimum Provinsi (UMP) yang ditetapkan oleh pemerintah.
Kendati sudah ada regulasi yang bisa digunakan untuk melindungi pekerja perempuan, hanya saja, pengawasan terhadap pelaksanaannya hingga ke tingkat paling bawah masih minim.
"Apakah mereka mendapatkan BPJS kesehatan dan ketenagakerjaan, upah yang memadai, tidak mengalami kekerasan di lingkungan kerja, diberi kesempatan bersosialisasi ataukah harus berkerja selama sehari penuh dan tidak boleh keluar> ini belum menjadi perhatian kita," ujarnya.
Komisioner Komnas Perempuan periode 1998 - 2006 itu mengungkapkan, masih banyak pekerja perempuan yang dengan identitas gendernya, telah dipaksa oleh pemilik ekonomi untuk menjadi objek menarik lebih banyak keuntungan finansial.
Karena kebutuhan terhadap pekerjaan, para pekerja perempuan tersebut tidak berdaya untuk bernegosiasi melindungi hak-haknya atas gender dan tubuhnya.
"Memang perempuan tetap menjadi objek untuk menarik perhatian, diharuskan memakai pakaian minim guna menarik perhatian pelanggan, ketika dia menolak maka dipecat. Itu kekerasan terhadap hak perlindungan bagi tubuhnya sendiri, memanipulasi ketidakberdayaan orang untuk tetap bertahan dalam diskriminasi itu," tandas Lies.
Terkait momentum peringatan Hari Perempuan Internasional 2017, lanjutnya, dapat dijadikan sebagai gerakan bersama mendorong isu hak dunia kerja yang lebih baik bagi kaum perempuan.
"Mendorong dunia yang lebih baik bagi perempuan bekerja, mengakses pekerjaan-pekerjaan yang baik, didorong berada di posisi dan situasi lingkungan kerja yang layak sudah saatnya direalisasikan," tegas Lies.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017