Ambon, 15/9 (Antara Maluku) - Penyelenggaraan Rembuk Nasional 2017 di Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon, Jumat, membahas pembangunan kemaritiman dan pengelolaan sumberdaya kelautan dari pinggiran.
Rembuk Bidang Tujuh untuk mengumpulkan pendapat dan aspirasi daerah terkait pembangunan kemaritiman, menghadirkan Pangdam XVI/Pattimura, Mayjen TNI Doni Monardo, Kadis Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku, Romelus Far-far, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti, Marcus Tukan, Kepala Pusat Studi Maritim Unpatti, Ginno Limor dan Titie Prapti Otami (pengembang kemiri sunan) sebagai narasumber.
Dibuka oleh Rektor Unpatti Ambon, M.J. Saptenno, kegiatan tersebut diikuti oleh berbagai komponen masyarakat, termasuk akademisi dan pemangku kebijakan di tingkat pusat maupun daerah.
Ambon menjadi kota kedua tempat digelarnya Rembuk Nasional 2017, menyusul Palembang pada 13 September 2017.
Pangdam Doni sebagai pembicara pertama dalam forum tersebut memaparkan program unggulan" emas biru" dan "emas hijau" serta demografi wilayah Maluku yang berpulau-pulau dengan masing-masing potensi SDA.
Pulau-pulau di terselatan yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku Barat Daya(MBD) dan Kepulauan Aru, kata dia, masih sangat sulit untuk dijangkau karena minimnya aksestransportasi.
"Selain Lirang (MBD), ada 18 pulau lainnya yang berbatasan dengan Timor Leste, Australia dan Papua Nugini. Kami merencanakan(MTB) pembangunan darat berada di Pulau Yamdena. Bagian selatan dari Kepulauan Aru masih belum tersentuh sama sekali," katanya.
Sulitnya akses transportasi dan komunikasi juga diungkapkan oleh Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti, Marcus Tukan.
Hal itu telah memperlambat laju perekonomian dan berdampak pada mahalnya harga-harga komoditi di daerah, tidak terkecuali bahan pokok masyarakat.
"Bukan hanya di Papua, di beberapa pulau di Maluku harga bensin bisa mencapai Rp25.000/ liter," katanya.
Ketua Rembuk Nasional 2017 Firdaus Ali dalam kesempatan yang sama mengatakan Rembuk Nasional 2017 dijadwalkan digelar di 12 perguruan tinggi(PT) dengan hasilnya akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo pada 25 Oktober 2017.
Melalui hasil tersebut, Presiden akan memutuskan pembangunan seperti apa yang harus dilakukan pada 12 bidang, termasuk pengembangan kemaritiman di daerah pinggiran.
"Hasilnya akan kami serahkan kepada kepada presiden dalam bentuk 12 buku bidang rembuk. Ini sama dengan rapor, hanya beliau yang tahu dan kemudian mengambil keputusan apa yang harus dilakukan terkait aspirasi yang diberikan masyarakat dalam Rembuk Nasional 2017," katanya.
Sedikitnya ada tiga hal yang menjadi pesan khusus presiden untuk proses Rembuk Nasional 2017, salah satu di antaranya adalah tidak memberikan hal-hal yang bersifat normatif, karena sudah ada banyak forum dan diskusi tetapi tidak bisa mendapatkan solusi alternatif.
"Berembuklah untuk kemudian berikan solusi alternatif untuk memperbaiki situasi yang ada, itu adalah salah satu dari tiga hal yang menjadi konsen bapak Presiden Joko Widodo," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017
Rembuk Bidang Tujuh untuk mengumpulkan pendapat dan aspirasi daerah terkait pembangunan kemaritiman, menghadirkan Pangdam XVI/Pattimura, Mayjen TNI Doni Monardo, Kadis Kelautan dan Perikanan (DKP) Maluku, Romelus Far-far, Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti, Marcus Tukan, Kepala Pusat Studi Maritim Unpatti, Ginno Limor dan Titie Prapti Otami (pengembang kemiri sunan) sebagai narasumber.
Dibuka oleh Rektor Unpatti Ambon, M.J. Saptenno, kegiatan tersebut diikuti oleh berbagai komponen masyarakat, termasuk akademisi dan pemangku kebijakan di tingkat pusat maupun daerah.
Ambon menjadi kota kedua tempat digelarnya Rembuk Nasional 2017, menyusul Palembang pada 13 September 2017.
Pangdam Doni sebagai pembicara pertama dalam forum tersebut memaparkan program unggulan" emas biru" dan "emas hijau" serta demografi wilayah Maluku yang berpulau-pulau dengan masing-masing potensi SDA.
Pulau-pulau di terselatan yang berada di Kabupaten Maluku Tenggara Barat (MTB), Maluku Barat Daya(MBD) dan Kepulauan Aru, kata dia, masih sangat sulit untuk dijangkau karena minimnya aksestransportasi.
"Selain Lirang (MBD), ada 18 pulau lainnya yang berbatasan dengan Timor Leste, Australia dan Papua Nugini. Kami merencanakan(MTB) pembangunan darat berada di Pulau Yamdena. Bagian selatan dari Kepulauan Aru masih belum tersentuh sama sekali," katanya.
Sulitnya akses transportasi dan komunikasi juga diungkapkan oleh Dosen Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Unpatti, Marcus Tukan.
Hal itu telah memperlambat laju perekonomian dan berdampak pada mahalnya harga-harga komoditi di daerah, tidak terkecuali bahan pokok masyarakat.
"Bukan hanya di Papua, di beberapa pulau di Maluku harga bensin bisa mencapai Rp25.000/ liter," katanya.
Ketua Rembuk Nasional 2017 Firdaus Ali dalam kesempatan yang sama mengatakan Rembuk Nasional 2017 dijadwalkan digelar di 12 perguruan tinggi(PT) dengan hasilnya akan disampaikan kepada Presiden Joko Widodo pada 25 Oktober 2017.
Melalui hasil tersebut, Presiden akan memutuskan pembangunan seperti apa yang harus dilakukan pada 12 bidang, termasuk pengembangan kemaritiman di daerah pinggiran.
"Hasilnya akan kami serahkan kepada kepada presiden dalam bentuk 12 buku bidang rembuk. Ini sama dengan rapor, hanya beliau yang tahu dan kemudian mengambil keputusan apa yang harus dilakukan terkait aspirasi yang diberikan masyarakat dalam Rembuk Nasional 2017," katanya.
Sedikitnya ada tiga hal yang menjadi pesan khusus presiden untuk proses Rembuk Nasional 2017, salah satu di antaranya adalah tidak memberikan hal-hal yang bersifat normatif, karena sudah ada banyak forum dan diskusi tetapi tidak bisa mendapatkan solusi alternatif.
"Berembuklah untuk kemudian berikan solusi alternatif untuk memperbaiki situasi yang ada, itu adalah salah satu dari tiga hal yang menjadi konsen bapak Presiden Joko Widodo," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2017