Ambon, 20/3 (Antaranews Maluku) - Pengamat hukum Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ambon, DR. Ismael Rumadhan menyatakan, penanganan penambangan emas liar di kawasan Gunung Botak, kabupaten Buru hingga saat ini belum tuntas karena terbentur kepentingan bisnis dari berbagai pihak.

"Kepentingan bisnis mengaburkan upaya penanganan yang sebenarnya Presiden Joko Widodo telah menginstruksikan ditutup sejak 24 Februari 2017," katanya, ketika diminta tanggapan Antara, di Ambon, Selasa.

Sejumlah pihak diindikasikan telah menanam saham untuk penambangan emas liar sejak 2011 dengan pengelolaannya memanfaatkan zat beracun yakni merkuri dan sianida.

Dia merujuk saham diindikasikan melibatkan oknum Pemkab maupun DPRD kabupaten Buru, oknum Pemprov Maluku serta oknum TNI/Polri, termasuk pengusaha.

Begitu pula pembagian "porsi", baik kabupaten Buru, pemerintah provinsi Maluku maupun pusat yang kurang berimbang.

"Jadinya instruksi Presiden Jokowi tidak ditaati hingga saat ini sehingga perlu menjadi perhatian serius dari Menko Polhukham, Wiranto yang dipercayakan mengkoordinir tim terpadu untuk penanganan penambangan emas liar di kawasan Gunung Botak," ujar Ismael.

Disinggung pemanfaatan merkuri dan siania terindikasi mengancam ekosistem lingkungan, dia menjelaskan, sebenarnya ilmuan di Universitas Pattimura (Unpatti) Ambon telah menyampaikan solusi penanganan zat beracun tersebut, tetapi kemungkinan kurang disikapi Pemprov Maluku.

"Kami saat itu berdiskusi soal ancaman merkuri dan sianida terhadap lingkungan, termasuk manusia yang hasilnya disampaikan ke Pemprov Maluku sehingga perlu diputuskan sistem maupun metode tepat dengan melibatkan ilmuan berbagai disiplin ilmu," tandas Ismael.

Sebelumnya, Pelaksana tugas (Plt) Gubernur, Zeth Sahuburua menyatakan, penanganan aktivitas penambangan emas liar di kawasan Gunung Botak, kabupaten Buru menunggu rekomendasi tim terpadu yang telah melakukan pengkajian pada 2 Maret 2018.

"Tim terpadu yang dikoordinir Menko Polhukham, Wiranto nantinya yang memutuskan waktu untuk menyepakati langkah penanganan penambangan emas

liar di Jakarta setelah hasil kajian rampung," katanya.

Dia memprihatinkan pengolahan emas di Gunung Botak melalui sistem rendaman itu memanfaatkan bahan kimia asam sianida, merkuri, castik dan cairan H02 di sungai Anahoni dengan para penambang dari luar Maluku.

"Saya dilaporkan Bupati Buru, Ramly Umasugi melaporkan saat ini lebih dari 13.000 penambang ilegal dari luar Maluku kembali melakukan aktivitas penambangan dengan sistem rendaman, dumping dan tambak larut menggunakan merkuri maupun sianida," tegas Zeth.

Sedangkan, Kadis ESDM Maluku, Martha Nanlohy mengemukakan, transaksi bahan sianida maupun merkuri di lokasi penambangan emas Gunung Botak semakin marak.

"Bayangkan saja harga sianida saat ini dijual Rp3,5 juta/liter, menyusul sebelumnya hanya Rp1 juta/liter,"katanya.

Padahal, aktivitas penambangan tersebut telah ditutup personil Polisi maupun TNI - AD dibantu Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) Pemkab Buru pada 15 Februari 2018.

Data yang dihimpun sebanyak 13.000 lebih penambang yang bekerja di kawasan Gunung Botak dan saat penyisiran dilanjutkan dengan penutupan ternyata masih ada beroperasi di sana.

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018