Ambon, 5/10 (Antaranews Maluku) - Raja atau kepala Negeri Soya, Kecamatan Sirimau (Kota Ambon), John Rehatta merupakan salah seorang yang berhasil menyelamatkan diri dari bencana gempa bumi tektonik bermagnitudo 7,4 SR disertai tsunami di Kota Palu yang terjadi, Jumat (28/9).

"Saya lari meninggalkan Swiss Belhotel Palu sejauh 3 kilometer mencari dataran yang lebih tinggi, dan dalam rombongan kami ada sekitar 78 orang saat itu yang berhasil menyelamatkan diri," tutur John Rehatta di Ambon, Jumat.

Jhon Rehatta merupakan salah satu peserta dari kumpulan Laupati Kota Ambon yang diundang Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ke Kota Palu untuk memperingati HUT kota tersebut.

Dia mengaku tiba di Palu pada tanggal 28 September 2018 dan ditempatkan di hotel terebut bersama undangan lain oleh kementerian dari berbagai daerah di Indonesia.

Setelah meletakkan barang bawannya di dalam sebuah kamar pada salah satu lantai atas hotel, John kemudian turun ke lantai bawah menuju teras dan duduk dengan seorang peserta asal Wakatobi kemudian memesan nasi goreng dan kopi.

Namun ketika duduk sambil makan dan berceritera, mata John Rehatta terus mengarah ke laut memperhatikan warna air yang bukannya biru tetapi sudah hitam dan beriak seperti mendidih, padahal tiupan anging tidak kencang.

"Kebetulan orang sekitar hotel mengatakan baru terjadi gempa bumi dan saya masih sempat bilang kalau air di laut itu bergulung seperti orang menggulung kertas putih dan kelihatannya akan terjadi tsunami," katanya.

Sebab saat turun dari kamar hotel itu diumumkan ada gempa bumi tetapi kekuatannya tidak terlalu besar, dan setelah melihat laut yang menggulung, saya sempat berpikir lokasi laut agak jauh karena teluknya cukup luas sehingga dia masih sempat makan nasi goreng dan membayar bon makanan.

Usai membayar bon, dia kembali duduk untuk menghabiskan makanannya tiba-tiba terjadi gempa susulan bermagnitudo 7,4, yakni guncangan pertama bersifat menangkat dan membanting baru arahnya berubah menjadi goyangan yang vertikal.

Ketika berubah arah vertikal itu, John terlempar sejauh tujuh meter masuk di bawah meja dan terkena pecahan kaca, tetapi dia tetap berusaha bangun dan memegang pagar besi.

"Teras hotel sudah miring lalu saya berteriak tsunami dan harus lari tetapi banyak orang yang justru tidak bergeming dan menonton gulungan air yang mendekat ke daratan," ujarnya.

Awalnya dia berlari mengikuti sebuah jalan raya tetapi air sudah setinggi lutut.

Dia terus berlari mencari jalan lain tanpa menoleh ke belakang tetapi air masih setinggi tumit, dan jalan ke tiga kondisinya lebih kering karena tujuannya adalah mencari tempat ketinggian.

"Ada dua jalan kecil yang saya temui dan menanjak hingga akhirnya mendapatkan sebuah tanah lapang yang ada rumah bekas camat dan semua berlindung di situ," ujar John Rehatta menjelaskan.

Menurut dia, penyelamatan lebih penting dan tidak perlu mengingat barang apa yang tertinggal, jadi lari sejauh 3 Km baru dapat dataran tinggi.

Rombongan ini juga melihat ada dataran yang lebih tinggi dan didominasi bebatuan namun pepohonannya hanya sedikit dan paling berbahaya bila terjadi gempa susulan yang mengakibatkan longsoran.

Celakanya selama bertahan di dataran tinggi tetapi tidak ada air, tidak makan, mandi, dan minum selama tiga hari.

Tanggal 28 September bertahan di atas gunung, lalu tanggal 29 ke bandara sekitar sore hari lewat gunung dengan memakai mobil milik hotel, dan bensin di Kota Palu saat itu tidak ada, tidak bisa menyewa mobil atau sepeda motor dan meski ada uang namun tidak bisa belanja.

Saat melarikan diri dari hotel, John dan beberapa rekannya berupaya menolong seorang pria yang hanya mengenakan celana kolor dan kakinya putih terkelupas akibat pecahan keramik saat mandi di kolam renang hotel dan mereka juga menyelamatkan beberapa orang lain dengan mengajak lari ke dataran tinggi.

"Saya bersyukur karena acara peringatan HUT Kota Palu dimulai pukul 19.00 Wita, dan rencananya pukul 18.00 WIT semua peserta undangan kementerian harus berkumpul di anjungan hotel, tetapi ini sebuah mujizat yang harus disyukuri," katanya.

Karena dalam usia 69 tahun, dirinya masih bisa berusaha lari sejauh 3 Km mencari tempat yang lebih tinggi, bertahan tanpa makan, minum, dan mandi selama tiga hari.

John berhasil keluar dari Kota Palu setelah dua hari antri dari pukul 05.00 Wita hingga 17.00 Wita di bandara untuk menunggu diangkut dengan pesawat Hercules namun ada ribuan orang yang antre.

"Ada sekitar tujuh pesawat hercules yang beroperasi saat itu tetapi sulit mendapatkan kesempatan naik, dan beruntung saya melihat satu pesawat komersial yang masuk dan saya berjuang higga mendapat tempat duduk untuk terbang ke Makassar dan tiba di sana pukul 22.00 Wita," katanya.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018