Ambon, 10/10 (Antaranews Maluku) - Aktivitas penambangan emas di Gunung Botak, Kabupaten Buru sejak 2011, baik yang dilakukan belasan ribu penambang ilegal maupun beberapa perusahaan resmi saat ini telah menciptakan berbagai persoalan yang merugikan masyarakat setempat.

"Kenapa beras, sayur, dan ikan asal Pulau Buru tidak bisa terjual, bahkan masyarakat Kabupaten Buru khususnya generasi muda pun tidak mau dinikahi orang luar karena anggapan mereka ini sudah tercemar dengan penggunaan bahan beracun seperti merkuri dan sianida," kata anggota DPRD Kabupaten Buru, Azis Tomia di Ambon, Selasa.

Kondisi ini merupakan sebuah dilema yang sangat berat bagi masyarakat di Pulau Buru.

Menurut dia, ada kewenangan provinsi Maluku dengan DPRD kabupaten Buru untuk membentuk sebuah tim terpadu atau pun Pansus untuk seberapa jauh berkoordinasi.

"Kami tidak menyalahkan antara pihak yang satu dengan lainnya tetapi jika benar setiap perusahaan itu telah mengantongi izin maka disampaikan secara terbuka dan diatur secara baik dan benar, kemudian ada aparat keamanan yang bisa mengawal dengan seksama dan serta proses produksi itu dapat berlangsung," ujarnya.

Aneh juga ada perusahaan yang secara fisik tidak ada, tetapi kegiatan operasionalnya berjalan di Pulau Buru.

Semua pihak berkonspirasi mengadu-domba dengan menggunakan orang-orang adat, dan PT. BPS sendiri juga memakai orang adat sehingga bisa saling berhadap-hadapan dan menjadi potensi konflik, sementara kekayaan alam yang ada dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran perusahaan.

"Kami atas nama warga menuntut adanya rasa keadilan karena kewenangan terbatas di tingkat kabupaten sehingga kami datang membawa persoalan rakyat secara bersama-sama ke DPRD provinsi Maluku," tandas Azis.

Yang terjadi di sana adalah provokasi dengan menggunakan orang-orang adat yang berpotensi menimbulkan kerawanan dengan dalih izin yang telah diperoleh, mengakibatkan ada rasa ketidak-adilan oleh orang-orang di Pulau Buru yang merasa tambang ini adalah anugerah Tuhan bagi masyarakat di sekitarnya.

Tetapi negara yang mengatur dan kewenangan ada di Pemprov, maka seluruh dalihnya bertumpu pada kekuasaan dan kewenangan yang ada di Pemprov Maluku.

Koordinasi antara pemerintah dengan DPRD di daerah yang menjadi habitat, di mana warga setempat luput dari perhatian, itu semua sebagai akibat dari akumulasi tersebut karena ada yang menggunakan orang-orang adat pada berbagai strategi.

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018