Ambon, 18/10 (Antaranews Maluku) - Kajati Maluku, Triyono Haryanto membantah pernah bertemu AGL, salah satu tersangka kasus dugaan korupsi dana pembangunan terminal transit tipe B di Passo, Kecamatan Baguala, Kota Ambon di Jakarta.
"Tidak ada pertemuan seperti itu dan untuk apa," kata Kajati di Ambon, Rabu.
Menurut dia, kasus ini belum berlanjut karena kejaksaan masih menunggu hasil audit BPK RI pusat dan prosesnya tetap jalan.
Jika kejaksaan memenuhi permintaan mereka, ujarnya, harus ada dokumen perencanaan, tetapi itu tidak berkaitan dengan jaksa sebab yang dibutuhkan adalah "finishing" dari proyek dimaksud.
"Tidak ada relevansi dengan perencanaan dan saya tolak permintaan itu, jadi isu penghentian kasus transit itu tidak benar karena sepanjang bisa dibuktikan maka maju," tegas Kajati.
Kuncinya tadi adalah ahli dan bukan pada kejaksaan, kemudian tidak ada wacana penghitungan kerugian keuangan negara yang diserahkan ke BPKP RI karena audit dari BPK lamban.
"Intinya kami saling menghargai dan tidak mungkin saya tarik dari BPK," ujarnya.
Pembangunan terminal transit dikerjakan sejak tahun anggaran 2007 hingga 2015 dan menghabiskan dana APBN Kementerian Perhubungan maupun APBD Kota Ambon sebesar lebih dari Rp55 miliar.
Namun diduga kuat ada penyimpangan dalam proyek yang ditangani PT. Reminal Utama Sakti bersama PT. Polaris Sakti Jaya sehingga jaksa melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga menemukan adanya indikasi kerugian keuangan negara sekitar Rp3 miliar.
Kejaksaan lalu menetapkan tiga tersangka dalam perkara tersebut di antaranya AGL alias Amir yang merupakan direktur PT. RUS, JLM alias Jhon selaku konsultan pengawas dan AU alias Angga yang merupakan mantan PPTK dalam proyek pembangunan terminal transit Passo sejak tahun 2007 pada Dinas Perhubungan Kota Ambon sampai tahun 2011.
AU ditetapkan sebagai tersangka sesuai surat penetapan Kajati Maluku nomor B-1235/S.1/Fd.1/08/2017 tanggal 28 Agustus 2017.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018
"Tidak ada pertemuan seperti itu dan untuk apa," kata Kajati di Ambon, Rabu.
Menurut dia, kasus ini belum berlanjut karena kejaksaan masih menunggu hasil audit BPK RI pusat dan prosesnya tetap jalan.
Jika kejaksaan memenuhi permintaan mereka, ujarnya, harus ada dokumen perencanaan, tetapi itu tidak berkaitan dengan jaksa sebab yang dibutuhkan adalah "finishing" dari proyek dimaksud.
"Tidak ada relevansi dengan perencanaan dan saya tolak permintaan itu, jadi isu penghentian kasus transit itu tidak benar karena sepanjang bisa dibuktikan maka maju," tegas Kajati.
Kuncinya tadi adalah ahli dan bukan pada kejaksaan, kemudian tidak ada wacana penghitungan kerugian keuangan negara yang diserahkan ke BPKP RI karena audit dari BPK lamban.
"Intinya kami saling menghargai dan tidak mungkin saya tarik dari BPK," ujarnya.
Pembangunan terminal transit dikerjakan sejak tahun anggaran 2007 hingga 2015 dan menghabiskan dana APBN Kementerian Perhubungan maupun APBD Kota Ambon sebesar lebih dari Rp55 miliar.
Namun diduga kuat ada penyimpangan dalam proyek yang ditangani PT. Reminal Utama Sakti bersama PT. Polaris Sakti Jaya sehingga jaksa melakukan penyelidikan dan penyidikan hingga menemukan adanya indikasi kerugian keuangan negara sekitar Rp3 miliar.
Kejaksaan lalu menetapkan tiga tersangka dalam perkara tersebut di antaranya AGL alias Amir yang merupakan direktur PT. RUS, JLM alias Jhon selaku konsultan pengawas dan AU alias Angga yang merupakan mantan PPTK dalam proyek pembangunan terminal transit Passo sejak tahun 2007 pada Dinas Perhubungan Kota Ambon sampai tahun 2011.
AU ditetapkan sebagai tersangka sesuai surat penetapan Kajati Maluku nomor B-1235/S.1/Fd.1/08/2017 tanggal 28 Agustus 2017.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2018