Ambon, 8/2 (ANTARA News) - Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Maluku menunggu hasil uji laboratorium terhadap sampel galian C yang dikelola CV. Batu Prima di Dusun Air Sakula, Negeri Laha, Kecamatan Teluk Ambon karena adanya protes dari masyarakat setempat menyangkut pencemaran lingkungan.

Plt Kepala Dinas Lingkungan Hidup Maluku, Roy Cornelis Siauta, di Ambon, Kamis, mengatakan, sampel diambil tim terpadu menindaklanjuti surat warga Laha yang disampaikan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan(KLHK) pada beberapa waktu lalu.

"Jadi sebelum adanya aksi unjuk rasa yang dilakukan Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan di Ambon pada 31 Januari 2019, tim terpadu telah melakukan verifikasi di lapangan," ujarnya.

Tim terpadu terdiri dari KLHK, Badan Penegakkan Hukum Maluku dan Papua, DLH Maluku serta DLH dan Persampahan Kota Ambon.

Verifikasi lapangan dilakukan pada 14 - 17 Januari 2019, sedangkan sampel diambil 24 Januari 2019.

"Kami menindaklanjuti keluhan masyarakat Desa Laha terhadap CV. Batu Prima yang awal operasinya mendapatkan izin dari Pemkot Ambon sejak 2012, selanjutnya Pemprov Maluku pada 2016 karena perubahan kewenangan," kata Roy. Dia mengemukakan, bila hasil pengujian sampel di laboratorium telah diterbitkan, maka DLH Maluku berkewajiban meneruskannya ke KLHK.

"KLHK yang berkewenangan memutuskan terjadi pencemaran lingkungan ataukah tidak, termasuk sanksi apa dikenakan kepada CV. Batu Prima," tandas Roy.

Sebelumnya, Aliansi Mahasiswa Pemerhati Lingkungan mengelar aksi demonstrasi di kantor Gubernur Maluku pada 31 Januari 2019, menuntut penutupan aktivitas tambang batu kali yang dilakukan CV. Batu PRIMA di sungai Way Sikula, Desa Laha, Kecamatan Teluk Ambon.

"Kami mendesak pencabutan SK Gubernur Maluku No.74 tahun 2016 yang merupakan izin operasi kepada CV. Batu Prima melakukan tambang batu kali di sungai way Sikula," kata koordinator lapangan Aliansi mahasiswa pemerhati lingkungan, Fahmi Mewar.

Pemprov Maluku juga diminta segera mencabut ijin Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UKL-UPL) yang diberikan kepada perusahaan tersebut, karena aktivitas tambang batu yang dilakukan berdampak merusak daerah aliran sungai (DAS) way Sikula.

"Hasil pemeriksaan sampel air way Sikula di laboratorium menunjukkan kualitas airnya telah tercemar logam berat. Ini karena perusahaan tidak melaksanakan tanggungjawabnya memelihara dan menjaga kualitas lingkungan," ujarnya.

Mereka juga meminta aparat Kejaksaan Tinggi Maluku dan Polda Maluku segera mengambil langkah tegas untuk menyelidiki dugaan indikasi kerusakan lingkungan, dan mengusut penggunaan dana retribusi negeri yang diberikan perusahaan CV. Batu Prima sebagai kompensasi atas aktivitas tambang batu kali yang dilakukan sejak tahun 2012 hinga 2018.

Menurut Fahmi, alasan penutupan tambang tersebut karena warga Dusun Air Sikula saat ini sudah tidak bisa memanfaatkan keberadaan sungai tersebut untuk kebutuhan sehari-hari karena kondisinya sudah tercemar akibat pertambangan.

"Warga dusun terpaksa harus berjalan kaki 5 hingga 6 KM menuju hulu sungai untuk mendapatkan air bersih guna memenuhi kebutuhan minum, masak, mandi, dan cuci," katanya.

Pewarta: Alex Sariwating

Editor : John Nikita S


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019