Peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menyatakan, budidaya lola di sejumlah kawasan perairan di Maluku membutuhkan pengawasan ketat agar tidak dipanen sembarangan oleh masyarakat sebelum waktunya.
"Para pengusaha dan instansi teknis terkait selama ini hanya menebarkan bibit di perairan, tetapi tidak pernah mengawasinya, sehingga banyak yang diambil warga sebelum waktu panen," kata peneliti LIPI Abdul Rajab, di Ambon, Rabu.
Menurut Abdul Rajab, usaha budidaya biota laut yang bernilai ekonomi tinggi itu di Maluku semakin turun, di samping bibit yang berkembang alamiah di perairan juga dipanen sembarangan dan tidak sesuai waktu panen.
Dia mengatakan, budidaya lola membutuhkan waktu satu hingga dua tahun sekali panen, yaitu ketika biota itu 6,5 centimeter.
"Itu pun jika pengawasannya berjalan baik dan tidak diambil sembarangan oleh masyarakat," katanya.
Menurut dia, penyebaran dan budidaya lola di sejumlah perairan di Maluku perlu diawasi ketat dengan melibatkan semua pihak terkait, di samping pembinaan kepada masyarakat mengenai pengembangbiakannya yang berjalan lamban.
Lola hanya bisa hidup pada perairan dengan kedalaman rata-rata tiga meter serta berkarang dan tidak mengandung mikroage.
"Lola tidak bisa berkembang biak di lokasi berpasir atau berkerikil. Jadi budidayanya harus dilakukan pada lokasi perairan yang tepat, sehingga dapat berkembang dengan baik," kata Rajab.
Menurut dia, LIPI sejak 2007 telah menebarkan bibit lola di Desa Morela, Kecamatan Salahutu, Pulau Ambon, dan di perairan Desa Siri-Sori, Kabupaten Maluku Tengah.
Selain itu, LIPI juga melakukan uji coba budidaya di perairan Kota Ambon, di antaranya di Desa Hutumuri, Kecamatan Leitimur Selatan, karena perairan sekitarnya dinilai layak untuk pengembangan lola.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2010
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2010