Serikat Pekerja Nasional (SPN) provinsi Maluku Utara (Malut) meminta agar pemerintah mengawasi proses Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sepihak oleh perusahaan terhadap buruh maupun karyawannya secara tidak prosedural.
"Hal ini dikarenakan kurangnya pengawasan dan saat ini banyak karyawan yang di PHK sepihak tanpa melalui prosedur dan kami tegaskan di sini apabila perusahan tidak melaksanakan penerapan Upah Minimum Provinsi (UMP), maka akan dikenaikan sanksi pidana," kata Ketua SPN Malut, Samsuddin Tidore dalam aksi demo yang berlangsung di depan Kantor Wali Kota Ternate, Rabu.
Menurut dia, dalam momentum May Day, SPN Malut akan memperjuangkan hak dan kewajiban para pekerja, terutama upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur Malut, karena ternyata masih banyak perusahaan yang tidak menaatinya.
Bahkan, untuk UMP di Malut saat ini mencapai Rp2,5 juta, sedangkan untuk pekerjaan tambang telah ditetapkan UMP senilai Rp3,2 juta dan ini harus dipatuhi oleh semua perusahaan yang beroperasi di wilayah Malut.
Oleh karena itu, dalam dalam momentum Hari Buruh ini, pihaknya berharap agar perusahaan membuat kegiatan sosialisasi mengenai UMP maupun UMK agar kesejahteraan karyawan lebih diprioritaskan.
Sementara itu, Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Malut, Sam Hunter menyatakan, Presiden Jokowi telah mengundang seluruh pimpinan organisasi buruh ke Istana terkait dengan kegiatan May Day dan meminta untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan positif.
Karena itu, serikat buruh di Malut meminta kepada Disnaker provinsi setempat untuk mengawasi masih banyaknya perusahaan yang membayar karyawan tidak sesuai dengan UMP yang ditetapkan Gubernur.
Ia mengemukakan, jumlah tenaga kerja Indonesia dengan pekerja asing belum berimbang. Misalnya perusahaan tambang di pulau Obi, pekerja asing yang tidak mempunyai keahlian masih banyak yang dipekerjakan.
"Kalau gaji pekerja asing non-skill dibayar untuk pekerja lokal, bisa untuk menggaji dua orang pekerja lokal. Jadi kami meminta pengawasan lebih ditingkatkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019
"Hal ini dikarenakan kurangnya pengawasan dan saat ini banyak karyawan yang di PHK sepihak tanpa melalui prosedur dan kami tegaskan di sini apabila perusahan tidak melaksanakan penerapan Upah Minimum Provinsi (UMP), maka akan dikenaikan sanksi pidana," kata Ketua SPN Malut, Samsuddin Tidore dalam aksi demo yang berlangsung di depan Kantor Wali Kota Ternate, Rabu.
Menurut dia, dalam momentum May Day, SPN Malut akan memperjuangkan hak dan kewajiban para pekerja, terutama upah minimum yang ditetapkan oleh Gubernur Malut, karena ternyata masih banyak perusahaan yang tidak menaatinya.
Bahkan, untuk UMP di Malut saat ini mencapai Rp2,5 juta, sedangkan untuk pekerjaan tambang telah ditetapkan UMP senilai Rp3,2 juta dan ini harus dipatuhi oleh semua perusahaan yang beroperasi di wilayah Malut.
Oleh karena itu, dalam dalam momentum Hari Buruh ini, pihaknya berharap agar perusahaan membuat kegiatan sosialisasi mengenai UMP maupun UMK agar kesejahteraan karyawan lebih diprioritaskan.
Sementara itu, Ketua Serikat Buruh Seluruh Indonesia (SBSI) Malut, Sam Hunter menyatakan, Presiden Jokowi telah mengundang seluruh pimpinan organisasi buruh ke Istana terkait dengan kegiatan May Day dan meminta untuk diisi dengan kegiatan-kegiatan positif.
Karena itu, serikat buruh di Malut meminta kepada Disnaker provinsi setempat untuk mengawasi masih banyaknya perusahaan yang membayar karyawan tidak sesuai dengan UMP yang ditetapkan Gubernur.
Ia mengemukakan, jumlah tenaga kerja Indonesia dengan pekerja asing belum berimbang. Misalnya perusahaan tambang di pulau Obi, pekerja asing yang tidak mempunyai keahlian masih banyak yang dipekerjakan.
"Kalau gaji pekerja asing non-skill dibayar untuk pekerja lokal, bisa untuk menggaji dua orang pekerja lokal. Jadi kami meminta pengawasan lebih ditingkatkan," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019