Pelaksanaan program bantuan nelayan Desa Danama, Kecamatan Tutuktelu, Kabupaten Seram Bagian Timur berupa pembagian sarana penangkapan ikan tidak semuanya diberikan secara merata oleh kades M. Saleh Rumfot yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi Dana Desa.

"Saya hanya menerima mesin ketinting saja tetapi tidak ada sarana bantuan lain seperti bodi, mesin ketinting, kail, dan jangkar," kata Muhamad Saleh Rumfot di Ambon, Jumat.

Pengakuan Saleh yang dihadirkan jaksa sebagai saksi dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi DD Danama tahun anggaran 2015 dan 2016 dengan terdakwa Muhamad Saleh Rumfot dipimpin ketua majelis hakim tipikor, RA Didi Ismiatun didampingi Christina Tetelepta dan Yefta Sinaga selaku hakim anggota.

Tim JPU Kejari Malteng di Geser, Tomy Lesnusa dan Rasyid menghadirkan enam saksi dalam persidangan tersebut diantaranya Abdullah Kelwija, Damar Kelpusa, Siti Maryam Keldera, dan Muhamad Saleh Rumford.

Persamaan nama dan marga serta tahun kelahiran dari dua orang saksi dengan terdakwa juga sempat membuat majelis hakim jadi bertanya-tanya, namun saksi yang hadir dalam persidangan mengaku berprofesi sebagai nelayan.

Namun bantuan sarana perikanan yang diterima saksi Muhamad Saleh Rumfot dengan saksi Abdullah Kelwija berbeda, dimana Rumfot hanya menerima bantuan mesin ketinting saja sementara Abdullah menerima body perahu, mesin ketinting, kail, jangkar.

Sedangkan saksi Maryam yang berprofesi sebagai guru honorer mendapatkan bantuan Rp5 juta untuk usaha simpan pinjam dan telah dikembalikan ke terdakwa, namun di kwitansi penerimaan uangnya tertera Rp5.560.000.

Penasihat hukum terdakwa, Joymiko Syaranamual mengatakan, program pemerintah melalui pemberian DD sudah sangat baik namun kelemahannya adalah tidak memberikan pembekalan atau pendampingan bagi terdakwa dan perangkat desa sehingga mereka tidak paham pengelolaan anggaran secara baik.

"Ada kelemahan pemerintah di sini karena tahun 2015 belum ada instrumen aturannya padahal anggaran sudah dicairkan, kemudian pemerintah kabupaten juga tidak memberikan sosialisasi dan pembekalan," katanya.

Kepala desa tidak memahami penggunaan DD dan kondisi ini juga sama dengan perangkat desa lainnya, apalagi di Desa Danama termasuk wilayah terpencil yang sangat terbatas akses informasinya, tidak ada listrik dan internet sehingga sulit mengikuti perkembangan yang terjadi.

Selain itu, katanya, peran pendamping desa dari Kemendes PDT juga tidak ada di desa tersebut.

Sementara JPU mengatakan, kerugian negara yang timbul dalam kasus dugaan korupsi DD ini sebesar Rp360 juta.


 

Pewarta: Daniel Leonard

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2019