Ternate (ANTARA) - Sejumlah kelompok nelayan Kota Tidore Kepulauan (Tikep), Maluku Utara (Malut), mengeluhkan pembuatan surat izin penangkapan ikan (SIPI) ke DPRD setempat yang bertujuan agar bisa mendapatkan perlindungan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP).
"Memang, untuk persoalan pengurusan SIPI yang dibuat nelayan saat ini masih terkendala dengan jaringan server dari pusat, meski pun dokumen sudah diterima, tetapi sistem tersebut disuruh dibuat dari awal, sedangkan nelayan kejar saat ini terkait dengan kebutuhan ikan makan maupun lainnya," kata Koordinator Kelompok Ngofa Nelayan Tidore, Taufik Abubakar dihubungi di Ternate, Senin.
Dalam pertemuan yang digelar di ruang paripurna DPRD ini, nelayan di Tikep telah memaparkan kondisi pengurusan SIPI dianggap terlalu berbelit-belit secara online.
Sedangkan kapal ikan dengan kapasitas di atas 30 GT mestinya sudah mendapatkan SIPI. Namun, dokumen yang dikirimkan lewat online-pun ditolak, bahkan disuruh dibuat kembali.
Taufik mengakui, saat ini nelayan Tidore tidak tahu, harus mengadu ke siapa lagi, sehingga melalui pertemuan itu, adapula keluhan terkait alat penangkapan ikan, asuransi kapal, doking kapal, sarana pendukung kapal, seperti pabrik es maupun dermaga khusus kapal nelayan.
Sehingga, DPRD Tikep akan menindaklanjuti dalam kunjungan kerja beberapa hari ke depan ke pemerintah pusat untuk menyampaikan keluhan nelayan.
"Bayangkan saja, dana yang dikeluarkan nelayan menyetor ke kas Negara untuk SIPI sebesar Rp35 juta, bahkan ada FMS-nya selama satu tahun sebesar Rp6 juta, maupun kelayakan setiap bulan Rp300 ribu.
Bahkan, selama dikeluarkannya dana dalam satu tahun sebesar Rp60 juta sekian untuk melakukan penyetoran ke negara dan setelah nelayan stor, negara memberikan kepada nelayan di Tidore apa, ini yang menjadi perdebatan dan kendala.
Kemudian kapal yang memiliki kapasitas di atas 30 GT dengan memerlukan stok BBM yang sangat tinggi bagi nelayan sampai sejauh ini, belum terlayani secara merata sehingga nelayan terpaksa membelinya di luar Kota Tikep.
Sementara itu, Wakil Ketua DPRD Kota Tikep, Mochtar Djumati menjelaskan, selama ini menjadi persoalan nelayan adalah terkait dengan kapal di atas 30 GT yang belum mendapatkan SIPI.
"Kami tidak tahu dipersulit karena apa dan biayanya sangat mahal. Ini bukan hanya tanggungjawab pemerintah pusat, akan tapi sebagai warga Kota Tikep DPRD mengambil langkah agar bisa dimudahkan, termasuk bagaimana mengukur kembali kapal-kapal nelayan, apakah kurang dari 30 GT atau lebih dari 30 GT," ujarnya.
Dia menilai, HSNI yang mewadahi kelompok nelayan di Malut mestinya bersuara, sehingga dapat membantu nelayan di Kota Tikep.
Dia membenarkan, di beberapa hari ke depan ini, DPRD akan melakukan kunjungan kerja ke luar daerah yang salah satunya adalah untuk membahas terkait persoalan yang dihadapi nelayan di Kota Tidore.