Orang dengan HIV/Aids (ODHA) di Kota Ambon mencemaskan ketersediaan stok beberapa jenis obat antiretroviral virus (ARV) yang mulai menipis dan diperkirakan tidak akan mencukupi hingga tiga bulan ke depan.
"Kemarin kami cek ke gudang obat dinas kesehatan memang stok obat efavirenz sudah habis. Mudah-mudahan dalam satu atau dua minggu ke depan obatnya sudah bisa ada," kata Yenny Bakarbessy dari Jaringan Indonesia Positif (JIP) Maluku di Ambon, Jumat.
Ia mengatakan stok ARV jenis efavirenz di Ambon kosong karena sudah kedaluarsa pada Februari kemarin, sehingga pengguna obat tersebut selama beberapa waktu terakhir kesulitan mendapatkan obat tersebut.
Sementara ODHA yang menggunakan orang ini terbilang banyak. Untuk layanan utama HIV/Aids di Kota Ambon, seperti Klinik Pombo RSUD dr. M Haulussy saja jumlahnya mencapai 100-an orang.
Mengatasi kosongnya stok efavirenz, para pengguna untuk sementara waktu dialihkan ke ARV jenis lain seperti Atripla, Duviral dan Fixed Dose Combination (FDC).
FDC atau lebih dikenal dengan Combo adalah ARV yang menggabungan tiga jenis obat ARV sekaligus, yakni Tenofovir, Lamivudin dan Efavirenz. Sebagian besar ODHA di Kota Ambon mengkonsumsi obat ini.
"Karena stok Efavirenz sudah habis sama sekali, untuk sementara penggunannya dialihkan ke ARV jenis lain, salah satunya Combo, obatnya hampir tidak ada efek samping bagi ODHA yang sudah menjalani terapi ARV," ucap Yenny.
Pengalihan penggunaan Efavirenz, kata Yenny lagi, tidak serta merta mengatasi masalah akses ODHA di Ambon terhadap ARV. Jumlah stok obat lainnya juga semakin menipis karena jumlah penggunanya bertambah.
Sebelumnya stok Atripla dan FDC diperkirakan mampu mencukupi kebutuhan seluruh pengguna hingga tiga bulan ke depan, kini diperkirakan hanya sampai dua bulan saja.
"Saat ini kami membagikan obat ke teman-teman ODHA per dua minggu sekali, tidak sekaligus satu bulan karena takutnya ada yang nanti tidak kebagian jika diberikan sekaligus," ujar Yenny.
Direktur Yayasan Pelangi Maluku Rosa Pentury mengatakan semakin menipisnya ketersediaan ARV cukup mengkhawatirkan. Isu kekosongan obat untuk ODHA bukan hanya terjadi di Ambon, tapi hampir di seluruh Indonesia.
Penghentian penggunaan ARV meskipun hanya sementara waktu, dapat menimbulkan gejala resistensi bagi ODHA yang sudah menjalani terapi ARV secara teratur.
Karena HIV yang seharusnya bisa ditekan dengan penggunaan ARV secara teratur, akan berkembang semakin kuat dan obat yang sebelumnya dikonsumsi tidak lagi mampu menghentikannya.
"Cukup mengkhawatirkan dan ini terjadi bukan hanya di lokal saja tapi secara nasional. Kami memantau ketersediaan obat, memang ada beberapa yang tidak cukup, tapi tidak habis semua," kata Rosa.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020
"Kemarin kami cek ke gudang obat dinas kesehatan memang stok obat efavirenz sudah habis. Mudah-mudahan dalam satu atau dua minggu ke depan obatnya sudah bisa ada," kata Yenny Bakarbessy dari Jaringan Indonesia Positif (JIP) Maluku di Ambon, Jumat.
Ia mengatakan stok ARV jenis efavirenz di Ambon kosong karena sudah kedaluarsa pada Februari kemarin, sehingga pengguna obat tersebut selama beberapa waktu terakhir kesulitan mendapatkan obat tersebut.
Sementara ODHA yang menggunakan orang ini terbilang banyak. Untuk layanan utama HIV/Aids di Kota Ambon, seperti Klinik Pombo RSUD dr. M Haulussy saja jumlahnya mencapai 100-an orang.
Mengatasi kosongnya stok efavirenz, para pengguna untuk sementara waktu dialihkan ke ARV jenis lain seperti Atripla, Duviral dan Fixed Dose Combination (FDC).
FDC atau lebih dikenal dengan Combo adalah ARV yang menggabungan tiga jenis obat ARV sekaligus, yakni Tenofovir, Lamivudin dan Efavirenz. Sebagian besar ODHA di Kota Ambon mengkonsumsi obat ini.
"Karena stok Efavirenz sudah habis sama sekali, untuk sementara penggunannya dialihkan ke ARV jenis lain, salah satunya Combo, obatnya hampir tidak ada efek samping bagi ODHA yang sudah menjalani terapi ARV," ucap Yenny.
Pengalihan penggunaan Efavirenz, kata Yenny lagi, tidak serta merta mengatasi masalah akses ODHA di Ambon terhadap ARV. Jumlah stok obat lainnya juga semakin menipis karena jumlah penggunanya bertambah.
Sebelumnya stok Atripla dan FDC diperkirakan mampu mencukupi kebutuhan seluruh pengguna hingga tiga bulan ke depan, kini diperkirakan hanya sampai dua bulan saja.
"Saat ini kami membagikan obat ke teman-teman ODHA per dua minggu sekali, tidak sekaligus satu bulan karena takutnya ada yang nanti tidak kebagian jika diberikan sekaligus," ujar Yenny.
Direktur Yayasan Pelangi Maluku Rosa Pentury mengatakan semakin menipisnya ketersediaan ARV cukup mengkhawatirkan. Isu kekosongan obat untuk ODHA bukan hanya terjadi di Ambon, tapi hampir di seluruh Indonesia.
Penghentian penggunaan ARV meskipun hanya sementara waktu, dapat menimbulkan gejala resistensi bagi ODHA yang sudah menjalani terapi ARV secara teratur.
Karena HIV yang seharusnya bisa ditekan dengan penggunaan ARV secara teratur, akan berkembang semakin kuat dan obat yang sebelumnya dikonsumsi tidak lagi mampu menghentikannya.
"Cukup mengkhawatirkan dan ini terjadi bukan hanya di lokal saja tapi secara nasional. Kami memantau ketersediaan obat, memang ada beberapa yang tidak cukup, tapi tidak habis semua," kata Rosa.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020