Pemerintah maupun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Kepulauan Tanimbar sepakat untuk menghentikan operasional 133 kapal nelayan asal Buton, Sulawesi Tenggara yang diizinkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Maluku untuk beroperasi di perairan daerah itu.

Kesepakatan tersebut terjadi saat Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fatlolon  bersama Forkopimda dan pimpinan beserta anggota DPRD setempat melakukan peninjauan langsung ke Pelabuhan Perikanan Ikan (PPI) Ukurlaran, lokasi berlabuh ratusan kapal nelayan asal Buton itu, Kamis.

Kunjungan Pemkab dan Forkopimda serta pimpinan dan anggota DPRD ke PPI Ukurlaran adalah sebagai tindak lanjut dari laporan perwakilan masyarakat, tokoh adat dan tokoh agama desa Lauran di kecamatan Tanimbar Selatan.

Masyarakat resah karena kedatangan para nelayan dari luar Kabupaten Kepulauan Tanimbar yang melakukan aktivitas di sekitar Pelabuhan Perikanan Ukurlaran - Desa Lauran di tengah wabah Corona Virus Infection disease (COVID-19).

Dalam peninjauan, Bupati beserta Forkopimda dan DPRD Kabupaten Kepulauan Tanimbar melakukan dialog dengan koordinator dan perwakilan nelayan sekaligus melihat kelengkapan dokumen yang mereka miliki.

Dari hasil tinjauan, ditemukan bahwa diluar izin yang telah dimiliki dari Pemprov Maluku, ternyata para nelayan tersebut juga akan melakukan pengumpulan telur ikan layar dan telah menyiapkan kebutuhan penangkapannya.

Sesuai data, dari 133 kapal tersebut, sudah ada 41 kapal yang bersandar di Pelabuhan Perikanan Ukurlaran, di mana sebagian belum memiliki izin lengkap.

Setelah berdialog, disepakati penghentian sementara aktifitas para nelayan tersebut. Selanjutnya, Pemkab Kepulauan Tanimbar akan berkoordinasi dengan Pemprov Maluku terkait dengan aktifitas para nelayan dimaksud terutama di masa pandemi COVID-19, sehingga tidak meresahkan masyarakat.

"Tidak ada izin untuk penangkapan telur ikan. Berdasarkan keterangan dari pengawas DKP, belum ada regulasi yang mengatur tentang penangkapan telur ikan. Untuk itu, mulai hari ini dihentikan aktivitas penangkapan ikan" kata Bupati.

Bupati menjelaskan, beberapa daerah dilakukan pemanfaatan zona inti konservasi sehingga dilarang melakukan penangkapan seluruh biota seperti lumba-lumba, hiu dan salah satunya telur ikan terbang.

"Semua kapal saat ini tidak boleh beroperasi. Nanti besok kita akan keluarkan surat resmi untuk menghentikan semua kegiatan penangkapan telur ikan. Saya akan laporkan ke Gubernur," tegasnya.

Bupati meminta para nelayan agar diisolasi di PPI Ukurlaran hingga menunggu waktu pemulangan ke daerah asal sehari dua ini.

Anggota DPRD yang hadir saat itu dipimpin langsung oleh Wakil Ketua DPRD, Jidon Kelmanutu.
 
"Saya minta agar para pengusaha ikan  nantinya dapat tunduk pada semua aturan yang berlaku di negeri ini," katanya.

Aksi tuntutan warga Lauran

Warga masyarakat desa Lauran yang terdiri dari tokoh Agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh pemuda saat melakukan aksi penolakan terhadap ratusan kapal nelayan asal Buton ini dipimpin oleh pastor Ponsi Ongirwalu.

Semula, aksi keberatan mereka disampaikan kepada pemerintah daerah di ruang rapat Bupati. Mereka mendesak pemerintah daerah untuk menghentikan operasional dan memulangkan para nelayan tersebut ke daerah asalnya sebagai langkah untuk memutus mata rantai COVID-19.

"Secara jujur, kami menolak keberadaan mereka di PPI ukurlaran sekalipun dokumen mereka lengkap. Ini karena berkaitan dengan upaya pencegahan penyebaran COVID-19," ujar Anders Luturyali, salah satu tokoh pemuda.

Pastor Ponci Ongirwalu beserta masyarakat Lauran juga menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Daerah yang telah cepat mengambil langkah penghentian sementara kapal nelayan di Ukur Laran.

Dia juga berterima kasih kepada Forkompimda, pimpinan dan angggota DPRD, serta semua pemangku adat yang turut mengambil langkah cepat.

"Kami tidak bermaksud untuk menutup ini, tapi ini soal kemanusiaan di tengah pandemi COVID ini. Sehingga pemerintah punya kewajiban melindungi masyarakat," katanya.

Pewarta: Simon Lolonlun

Editor : Lexy Sariwating


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2020