Ambon (Antara Maluku) - Komisi B DPRD Maluku mendukung perlawanan warga yang menolak investor yang akan membuka lahan perkebunan tebu seluas 600 ribu hektare di Kabupaten Kepulauan Aru.
"Kalau pemerintah kabupaten tidak segera mencabut Izin Usaha Perkebunan (IUP) untuk PT Menara Group bersama 28 perusahaan rekanan lainnya, maka komisi akan mencari solusi lewat cara-cara hukum bersama masyarakat Aru untuk mencabut izin dimaksud," kata Ketua komisi B DPRD Maluku, Max Pentury di Ambon, Selasa.
IUP tersebut memberikan ruang bagi pihak investor membuka lahan perkebunan yang mencapai lebih dari seperdua luas wilayah Kabupaten Kepulauan Aru.
Max Pentury mengatakan, wilayah ini hanya memiliki luas 1 juta hektare lebih tanpa memiliki gunung atau bukit yang tinggi, sedangkan rencana pembukaan lahan untuk perkebunan tebu berkisar antara 500 ribu hektare-600 ribu hektare.
"Lokasi perizinannya setengah dari laus wilayah Aru maka logikanya sulit diterima," ujarnya.
Karena itu komisi memberikan atensi yang sangat besar bagi semua dinas teknis yang terkait dengan perizinan untuk kembali mereview dan mengevaluasi semua proses yang sudah terjadi untuk memberikan advis ke pimpinan daerah, dalam hal ini gubernur agar memberikan perhatian kepada bupati kepulauan Aru dengan bijaksana mencabut IUP tersebut.
Menyikapi persoalan IUP yang dikeluarkan mantan Bupati Teddy Tengko kepada PT Menara Group untuk membuka lahan perkebunan di Kepulauan Aru, komisi B juga telah melakukan rapat koordinasi dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan, Dinas Kehutanan serta Badan Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) Provinsi Maluku.
Penerbitan IUP oleh mantan Bupati Kepulauan Aru dan didukung rekomendasi mantan Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu ke investor dinilai cacat hukum karena tidak memenuhi 15 item yang ditentukan dalam undang-undang.
"Rekomendasi gubernur merupakan salah satu unsur dari 15 langkah tersebut, sehingga IUP yang diterbitkan Pemkab Kepulauan Aru itulah yang harus dicabut," ujar Max Pentury.