Ambon (Antara Maluku) - Perhimpunan Mahasiswa Aru (Permaru) meminta Badan Pengendalian Dampak Lingungan Daerah (Bapedalda) Maluku untuk tidak memprovokasi warga Kabupaten Kepulauan Aru dengan menyatakan kawasan itu layak dijadikan pengembangan perkebunan tebu.
"Sudah ada pernyataan resmi Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan kalau lahan di Aru tidak cocok untuk pengembangan tanaman tebu," kata Ketua Permaru Samuel Irmuply, yang dihubungi dari Ambon, Kamis.
Menurut Samuel, ketegasan Menhut ini dilakukan setelah tim dari kementerian sendiri yang turun ke Aru melakukan survei dan penelitian secara langsung.
"Kemiringan lahan di Aru menyebabkan kebun tebu tidak layak dan tidak menguntungkan secara ekonomi," kata Samuel mengutip pernyataan Menhut yang disiarkan melalui sebuah situs.
Pernyataan ini juga berkaitan dengan upaya pemerintah dalam menekan angka impor gula nasional yang mencapai tiga juta ton per tahun.
"Namun untuk rencana pembukaan lahan perkebunan tebu seluas 500 ribu hektare oleh konsorsium Menara Group di Kepulauan Aru tidak cocok," kata Samuel.
Menurut dia, Bapedalda Maluku tahun 2008 telah menerbitkan izin amdal untuk pembukaan lahan tebu dan diperkuat dengan izin usaha perkebunan dari Bupati Kepulauan Aru Teddy Tengko serta Gubernur Maluku Karel Albert Ralahalu.
"Perolehan izin amdal oleh Menara Group disertai IUP dari Teddy Tengko ini terbit tahun 2008 sesuai UU Kehutanan nomor 41 tahun 1999, tapi aturan tersebut sudah direvisi oleh Mahkamah Konstitusi nomor 35 tahun 2012 yang menyatakan tanah atau hutan adat bukanlah tanah negara," katanya.
Samuel juga minta berbagai pihak tidak memprovokasi warga adat dengan menyatakan adanya dukungan dari sebagian besar pemilik lahan adat di Kepulauan Aru yang menerima kehadiran investor untuk membuka lahan tebu.
"Dari 117 desa yang ada, 90 di antaranya menyatakan menolak kawasan petuanan adat mereka dijadikan lahan perkebunan tebu," tandasnya.