Ambon (Antara Maluku) - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) DPRD Maluku menilai pemerintah provinsi belum tegas dalam bersikap menutup lokasi penambangan emas rakyat di Pulau Buru.
"Ketegasan pemprov terhadap penutupan tambang rakyat sampai saat ini tidak berjalan efektif karena masih terjadi aktivitas penambangan di Gunung Botak dan Gogorea," kata ketua F-PKS DPRD Maluku, Suhfi Madjid di Ambon, Selasa.
Dampak buruk dari aktivitas penambangan emas ini sangat besar dirasakan warga setempat, terutama bidang ekonomi, sosial maupun keamanan.
Menurut Suhfi, sebaiknya pemprov mengambil langkah tegas dan konkrit dalam mengatasi masalah yang terjadi di Pulau Buru.
Karena Pulau Buru selama ini sudah dicanangkan sebagai daerah lumbung padi penghasil beras di Maluku.
Namun penemuan butiran logam mulia di daerah itu sejak dua tahun lalu telah mempengaruhi hasil produksi padi yang menurun drastis, karena kebanyakan buruh tani beralih pekerjaan menjadi penambang.
"Kalau mereka mau kembali bekerja sebagai buruh tani, ongkos kerja yang dipatok semakin tinggi sehingga mereka lebih memilih menjadi penambang karena hasilnya lebih menjanjikan," katanya.
Kemudian harga beras yang diproduksi petani Pulau Buru juga mengalami penurunan, sedangkan beras yang masuk dari daerah lain ke wilayah itu justru lebih tinggi sehingga dikhawatirkan ada praktek mafia pebisnis beras di sana.
Belum lagi diperhitungkan masalah hukum yang selalu muncul dari dampak penambangan emas seperti pembunuhan, perampokan dengan kekerasan hingga perkelahian antarpenambang yang menimbulkan korban jiwa.
"Untuk itu F-PKS minta pemprov harus mengintervensi permasalahan tambang emas rakyat di Pulau Buru dan secara tegas melakukan penutupan agar tidak membawa dampak buruk yang lebih panjang terhadap masalah sosial, ekonomi, hukum dan ketersediaan serta kemandirian pangan," katanya.