Ambon (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Maluku mengamankan satu burung Nuri Perkici Pelangi (Trichoglossus moluccanus) dari seorang penumpang kapal feri di Pelabuhan Hunimua, Liang.
Burung yang termasuk dalam kategori satwa lindung ini diamankan saat petugas melakukan pengawasan terhadap Tumbuhan dan Satwa Liar (TSL) di pelabuhan tersebut.
“Petugas Polisi Kehutanan Pelabuhan Tulehu Ambon yang bertugas melihat seorang penumpang membawa burung tersebut dalam keadaan hidup saat turun dari kapal feri dengan rute Waipirit-Liang,” kata Polisi Kehutanan (Polhut) BKSDA Maluku Seto di Ambon, Selasa.
Setelah melakukan pendekatan dan memberikan pemahaman terkait peraturan perlindungan satwa liar, petugas berhasil meyakinkan penumpang untuk menyerahkan burung tersebut secara sukarela.
"Setelah kami sampaikan aturan yang berlaku, penumpang tersebut bersedia menyerahkan satwa tersebut tanpa perlawanan," ujarnya.
Burung Nuri Perkici Pelangi yang diamankan tersebut kemudian dibawa ke Pos Polisi Kehutanan Tulehu untuk selanjutnya diserahkan ke Pusat Konservasi Satwa (PKS) guna mendapatkan perawatan lebih lanjut sebelum dilepasliarkan ke habitat aslinya.
BKSDA Maluku terus mengingatkan masyarakat agar tidak memperdagangkan atau memelihara satwa yang dilindungi tanpa izin resmi. Perdagangan ilegal satwa liar tidak hanya merusak ekosistem, tetapi juga melanggar Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang dapat dikenakan sanksi pidana.
Dengan adanya pengamanan ini, kata dia, diharapkan kesadaran masyarakat terhadap perlindungan satwa liar semakin meningkat, sehingga kelestarian fauna khas Maluku dapat tetap terjaga.
Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya bahwa "Barangsiapa dengan Sengaja menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, dan memperniagakan satwa yang dilindungi (Pasal 21 ayat (2) huruf a), diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100 juta (Pasal 40 ayat (2))".