Ambon (ANTARA) - Ekonom Universitas Pattimura Ambon Maluku Teddy Leasiwal mengemukakan bahwa literasi keuangan inklusif sejak dini pada anak jadi salah satu kunci menuju Maluku Emas 2045.
“Mulai dari sekarang harusnya siswa-siswa kita sudah diperkenalkan dengan literasi keuangan seperti menabung, investasi, saham dan lain sebagainya,” kata Prof. Teddy Leasiwal di Ambon, Maluku, Rabu.
Menurut dia, literasi keuangan inklusif merupakan konsep penting dalam meningkatkan kesadaran dan kemampuan individu dalam mengelola keuangan secara efektif.
Konsep ini tidak hanya berfokus pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan keuangan, tetapi juga pada meningkatkan akses ke layanan keuangan yang adil dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
“Kalau pemahaman dari usia dini sudah ditanamkan akan muncul kebiasaan-kebiasaan ekonomi yang membangun, minimal untuk dirinya sendiri termasuk bagaimana pengambilan keputusan yang tepat pun sudah mulai dipikirkan jadi ketika mereka memasuki usia dewasa, kebiasaan menabung dan berinvestasi itu bisa jadi kebiasaan positif agar tak terjerat kemiskinan,” jelasnya.
Pasalnya dalam konteks yang lebih luas, literasi keuangan inklusif dapat membantu meningkatkan kesejahteraan ekonomi individu dan masyarakat, serta mengurangi ketidaksetaraan keuangan.
Dengan demikian, konsep ini dapat berperan sebagai kunci untuk mencapai keadilan dan kesetaraan dalam akses ke layanan keuangan.
Ia juga menambahkan bahwa peningkatan literasi keuangan inklusif dapat dilakukan melalui beberapa cara, seperti pendidikan keuangan, konseling keuangan dan peningkatan akses ke layanan keuangan.
Dalam implementasinya, konsep ini memerlukan kerja sama antara berbagai pihak, seperti lembaga keuangan, organisasi non-profit dan pemerintah.
“Jangan sampai pada saat kuliah baru diperkenalkan. adapun literasi keuangan simpel yang dapat dilakukan atau diedukasi kepada anak usia dini, terkait dengan bagaimana cara menabung dan instrumen investasi pada anak SMP hingga memperkenalkan wirausaha kecil-kecilan untuk meningkatkan minat anak dalam bergelut di bidang ekonomi,” tuturnya.
Dalam jangka panjang, peningkatan literasi keuangan inklusif dapat membantu mencapai beberapa tujuan penting, seperti meningkatkan kesejahteraan ekonomi individu dan masyarakat, mengurangi ketidaksetaraan keuangan, dan meningkatkan akses ke layanan keuangan yang adil dan terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.
“Ada baiknya literasi keuangan inklusif ini dimasukkan ke dalam kurikulum kita tentunya orang pendidikan lebih paham tapi ini menjadi kunci kita menuju Indonesia emas 2045. Karena kita belum bisa berharap banyak dari sumber daya alam kita karena sewaktu-waktu bisa lenyap dan membutuhkan biaya yang sangat besar untuk melakukan mitigasi terkait hal itu,” katanya.
Sementara itu saat ini berdasarkan Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 yang diselenggarakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) bekerja sama dengan Badan Pusat Statistik (BPS), indeks literasi keuangan penduduk Indonesia mencapai 65,43 persen, sementara indeks inklusi keuangan berada pada angka 75,02 persen.
Angka ini menunjukkan peningkatan signifikan dalam pemahaman masyarakat terhadap produk dan layanan keuangan dibandingkan survei sebelumnya pada tahun 2022, di mana indeks literasi keuangan tercatat sebesar 49,68 persen.