Ambon (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Maluku menyediakan lahan seluas 35.000 hektare di Pulau Buru yang siap dimanfaatkan untuk program hilirisasi sektor pertanian nasional.
Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa di Ambon, Rabu, mengatakan Lahan tersebut akan ditanami sejumlah komoditas unggulan, seperti kelapa, kakao, dan tebu, sekaligus disertai pembangunan pabrik pengolahan yang dibiayai langsung oleh pemerintah pusat.
“Kalau kita mau mendapatkan nilai tambah dari produk pertanian maupun perikanan, tidak ada jalan lain selain industrialisasi atau hilirisasi. Itu sebabnya, penyediaan lahan di Pulau Buru menjadi salah satu titik awal yang strategis,” kata Gubernur.
Menurutnya, program hilirisasi menjadi langkah penting untuk meningkatkan nilai tambah dari potensi besar sektor pertanian Maluku.
Ia menambahkan di area lahan seluas 35.000 hektare tersebut akan dibangun pabrik pengolahan hasil pertanian oleh pemerintah pusat. Pabrik pengolahan hasil pertanian berfungsi mengubah untuk komoditas mentah menjadi produk bernilai tambah.
Keberadaannya tidak hanya memastikan kelapa, kakao, dan tebu dari lahan perkebunan rakyat di Maluku dijual dalam bentuk bahan mentah, tetapi diolah menjadi berbagai produk turunan seperti minyak kelapa, santan kemasan, bubuk cokelat, hingga gula pasir.
Proses pengolahan ini memperpanjang daya simpan, meningkatkan mutu, sekaligus membuka lapangan kerja baru bagi masyarakat sekitar.
Lebih jauh, pabrik pengolahan hasil pertanian diharapkan menjadi penggerak utama hilirisasi, sehingga produk Maluku dapat bersaing di pasar nasional maupun internasional, serta menghadirkan kesejahteraan yang lebih besar bagi petani.
Hal ini, kata dia, menjadi bukti perhatian Presiden Prabowo Subianto terhadap pengembangan sektor pertanian di Maluku.
“Kita patut bersyukur bahwa kualitas pemerintahan Pak Prabowo Subianto di sektor pertanian kini juga masuk ke Maluku. Harapan kita, bukan hanya Pulau Buru, tetapi juga kabupaten lainnya dapat menjadi lokasi pengembangan hilirisasi ke depan,” ujarnya.
Hilirisasi sektor pertanian dinilai penting bagi Maluku dan Indonesia, karena selama ini sebagian besar komoditas hanya dijual dalam bentuk bahan mentah. Akibatnya, nilai ekonomi yang diterima petani maupun daerah relatif kecil.
“Dengan adanya hilirisasi, petani tidak hanya menjual hasil kebun, tetapi produk yang sudah diolah sehingga memiliki nilai tambah lebih tinggi. Ini akan mendorong kesejahteraan masyarakat sekaligus memperkuat perekonomian nasional,” kata Gubernur.
Ia menegaskan pemerintah daerah selalu membuka ruang kolaborasi dengan semua pihak, baik lembaga pusat, daerah, maupun swasta dalam mendukung agenda hilirisasi.
“Bagi Maluku, ini momentum penting agar potensi pertanian yang melimpah bisa benar-benar berkontribusi nyata bagi pembangunan daerah dan ketahanan pangan nasional,” ujar Lewerissa.
