Ambon, 12/2 (Antaranews Maluku) - Komisi B DPRD Maluku kembali mengagendakan pemanggilan Kepala Dinas ESDM Maluku Martha Nanlohy untuk membahas persoalan penambangan emas di Gunung Botak, Kabupaten Buru serta Pulau Romang, Kabupaten Maluku Barat Daya.
"Ada banyak persoalan muncul di publik terkait masalah penambangan emas di dua daerah tersebut, jadi diharapkan Kadis ESDM selaku pengambil kebijakan bisa memenuhi panggilan komisi," kata Wakil Ketua Komisi B DPRD Maluku Abdullah Marasabessy di Ambon, Senin.
Ia mencontohkan demo mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Peduli Tambang Rakyat (APPTR) terhadap keberadaan PT Buana Pratama Sejahtera yang diduga telah menggunakan izin normalisasi Sungai Anahoni hanya sebagai kedok untuk meraup keuntungan sepihak dan kelompok tertentu dengan melakukan penambangan emas di Gunung Botak dan sekitarnya.
Selain itu, terkait dengan keberadaan perusahaan penambangan emas PT Gemala Borneo Utama di Pulau romang yang sampai saat ini masih menjadi polemik warga setempat.
Menurut Abdullah, komunikasi antara komisi dengan Kadis ESDM belakangan ini terkesan selalu tersendat karena yang bersangkutan jarang memenuhi panggilan DPRD dan mendelegasikannya kepada bawahan.
"Mendelegasikan tugas kepada staf sebenarnya boleh-boleh saja, tetapi yang hadir itu bukan pengambil kebijakan dan tentunya tidak akan sinkron dengan aspirasi yang dituntut masyarakat," katanya.
Baca juga: Emas Gunung Botak Dinikmati Penambang Luar Daerah
Kalau menyangkut pekerjaan normalisasi Sungai Anahony oleh BPS dengan cara melakukan penimbunan hasil olahan sedimen material dan ditampung pada stok penampungan "basecamp" perusahaan di Baspoli untuk diolah kembali, hal itu sudah ada dalam klausul perjanjian kerjanya.
Namun yang harus dipersoalkan adalah dugaan PT BPS mendatangkan sejumlah pekerja asal China sebagai buruh di Gunung Botak, tetapi mereka diduga menggunakan visa kunjungan wisata.
Pada kesempatan sebelumnya, Koordinator APPTR Ishak Rumatiga mengatakan selama tiga tahun BPS beroperasi melakukan normalsiasi sungai namun hingga kini belum terbukti adanya normalisasi.
Bahkan hasil olahan sedimen matrial bukan dipindahkan ke bibir sungai tetapi dibawa pada stok penampungan "basecamp" perusahaan di Baspoli untuk diolah kembali.
Baca juga: ESDM Tidak Punya Konsep Pengelolaan Gunung Botak
BPS juga mendatangkan sejumlah tenaga kerja asing asal China yang menggunakan visa wisata lalu dipekerjakan sebagai buruh kasar di lokasi pengolahan dan perendaman di dua tempat berbeda seluas dua hektare. Keberadaan mereka sudah berbulan-bulan di Gunung Botak.
Perusahaan itu juga diduga telah membawa masuk bahan kimia berbahaya untuk proses perendaman, sehingga bisa membuat pencemaran lingkungan yang makin parah. Mereka juga tidak memiliki izin amdal maupun B3.
Pihaknya mendesak Pemprov Maluku, Polda Maluku, dan Kejati Maluku bersama Imigrasi Ambon untuk memperhatikan sepak terjang PT BPS yang diduga telah melakukan sejumlah pelanggaran, termasuk mendatangkan tenaga kerja asing tanpa dokumen yang jelas.