Mendengar nama Ambon, orang akan terbayang eksotisme dan keindahan alam Ambon sebagai ibu kota Provinsi Maluku yang kaya objek wisata pantai dengan pasir putih dan laut biru yang jernih dihiasi perbukitan dan keanekaragaman budaya yang menarik minat wisatawan.
Sebagai salah satu kota kecil di Timur Indonesia, Ambon tidak hanya kaya keindahan alam, sejarah, wisata kuliner hingga talenta bernyanyi saja, tetapi juga seni dan budaya, atraksi musik dan kerajinan.
Berbagai kerajinan tangan khas Kota Ambon seperti kerang-kerangan, mutiara, besi putih, kain tenun dan batik khas Ambon, juga menjadi incaran dan buruan para wisatawan yang datang berkunjung.
Batik Ambon, mungkin belum seterkenal batik dari daerah-daerah di Pulau Jawa. Tetapi batik Ambon memiliki daya tarik tersendiri karena corak dan motif yang mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman budaya, dipadu warna yang memikat.
"Batik Ambon dipengaruhi karakteristik dan budaya, lebih banyak memadukan motif etnis tradisional dan teknik desain moderen agar tampilannya lebih elegan dan kontemporer," kata Elfira Hehanussa (51), seorang perajin batik Ambon.
Alumnus Akademi Seni Rupa dan Desain ISWI Jakarta Jurusan Desain Mode tahun 1995 itu, kini konsisten mengembangkan dan memperkenalkan batik Ambon agar lebih dikenal luas di kalangan masyarakat, sekaligus mewujudkan kecintaannya akan batik yang pernah digeluti saat bekerja sebagai fashion designer "buyer" di batik Keris Jakarta.
"Batik Ambon adalah bentuk kecintaan saya untuk melestarikan budaya Indonesia, khususnya batik," kata Elfira yang akrab disapa Efie.
Di tahun 2009 Efie memilih berhenti dari pekerjaannya dan memilih kembali ke Ambon untuk mengurus keluarganya. Ibu tiga anak ini pun baru mulai merintis usaha jahit-menjahit di tanah kelahirannya itu di tahun 2010.
"B'gaya by Efie"
Efie mengaku usaha di tanah kelahirannya dimulai dengan "personal order" atau menerima pesanan jahitan secara perorangan melalui saudara, kerabat dan kenalan. Pesanannya mulai dari busana kasual hingga gaun pengantin.
Semua hasil karya dan desain Efie dipasarkan dengan tagline "B'gaya by Efie ". Bagaya atau bergaya lebih identik dan menjadi ciri khas orang Ambon yang suka berdandan rapih dan necis.
Baru pada tahun 2021 Efie mulai mengaplikasi ilmu yang diperolehnya semasa kuliah dan bekerja dengan merancang dan membuat pakaian batik dengan motif tradisional Maluku dan diberi nama batik Ambon. Batik Ambon dipakai agar masyarakat lebih mudah mengenalnya.
"Beta (saya) memilih batik karena pernah praktek kerja lapangan (PKL) di usaha batik Iwan Tirta, kemudian bekerja sebagai fashion designer dan buyer di Batik Keris Jakarta. Semuanya berawal dengan batik, makanya beta sangat cinta batik. Karena itu saat pulang kampung beta mulai berpikir untuk mengembangkan batik Ambon," katanya.
Usaha pembuatan batik awalnya dimulai dengan batik tulis yang tergolong mahal serta corak dan motif yang terbatas, hanya sekedar untuk mengetahui arah dan minat orang Ambon dalam berbusana batik.
Hingga saat ini Efie telah mengaplikasikan sembilan motif tradisional pada kerajinan batik hasil karyanya dan telah dikenal luas dan familiar di kalangan orang Maluku maupun para pecinta batik.
Ibu tiga anak yang pernah mengenyam pendidikan ketrampilan untuk konstruksi pola dan desain di Ladies School of Fashion Jakarta itu, mengaku akan terus belajar dan mengali berbagai motif dan corak batik tradisional khas Maluku bersama orang-orang yang paham akan motif tradisional seperti sejarawan maupun desainer lain.
"Orang Ambon sangat fanatik terhadap motif daerah, tetapi saat motifnya dibuat diatas kain batik dengan harga sedikit tinggi, maka kurang laku di pasaran. makanya berbagai cara juga perlu dilakukan dengan menerapkan motif Maluku diatas lurik agar haraganya lebih murah dan bisa bersaing di pasaran," katanya.
Omzet meningkat
Saat pandemi COVID-19 melanda dunia dan Indonesia yangt berdampak keterpurukan usaha UMKM, tetapi usaha batik milik Efie malah kebanjiran pesanan.
"Saat orderan jahitan sepi beta berpikir dan berinovasi untuk membuat masker kain mengunakan kain batik khas Ambon. Puji Tuhan disaat pademi omzet masker kainnya meningkat pesat," katanya.
Tiga bulan sejak COVID-19 merebak di tahun 2020, ia kebanjiran pesanan masker batik bukan hanya di kota Ambon, tetapi juga dari luar daerah.
"Beta bersyukur dengan penjualan masker bisa bertahan ditengah pandemi, semuanya beta syukuri karena banyak orang diluar sana yang terpuruk usahanya karena pandemi ini," katanya.
Ia juga memanfaatkan banyak momentum untuk ekspansi dan lebih memperkenalkan hasil karyanya kepada khalayak di Ambon maupun di luar Maluku, misalnya memanfatkan HUT Kota Ambon untuk memasarkan kain batik khas Ambon yang diproduksinya melalui rumah produksi "Bagaya" melalui karya foto yang dijadikan kado HUT.
Efie juga diajak isri Wali Kota Ambon Debbie Louhenapessy untuk berkolaborasi dengan designer nasional Rudy Chandra untuk terlibat menyiapkan pakaian bagi para pejabat dan pengisi acara pada perayaan satu tahun Ambon City Of Music di Jakarta.
Serta kebaya dan batik Ambon hasil karya "Bagaya Efie" digunakan pada sesi pemotretan para peraih prestasi lima besar Putri Pariwisata Indonesia tahun 2020.
"Jujur saja, dari berbagai peluang ini, omzetnya semakin meningkat di masa pandemi. Rata-rata mencapai Rp20- 25 juta per bulan. Batik Ambon karya saya tidak hanya dikenal di Ambon, tetapi juga di beberapa daerah bahkan sampai ke Belanda," katanya.
Hanya saja untuk usaha butik, lebih stagnan atau berjalan di tempat karena banyak baju dan gaun pengantin hasil jahitannya tidak diambil oleh pemesannya, dikarenakan pembatasan ijin pesta pernikahan, saat pandemi.
Perempuan kelahiran tahun 1970 itu mengaku satu-satunya kendala yang dihadapi dalam mengembangkan bisnisnya batik khas Ambon adalah sumber daya manusia (SDM) atau para pembatik yang tidak dimiliki.
"Hingga saat ini proses pembatikan lainnya dilakukan di Pekalongan, Jawa Tengah. Di Ambon belum ada pembatik handal dan berkualitas. Ini pekerjaan rumah bagi saya untu merintisnya," katanya.
Dia mengaku belum menemukan orang yang bisa membatik di Ambon, terutama untuk batik tulis dan bukan batik print atau cetak.
Kendala ini pula yang membuat Efie memerlukan waktu lebih ekstra saat harus mengorder kain batik khas Ambon pesanannya dari perajin di Pekalongan, terutama memastikan ketepatan warna, motif dan desain sesuai pesanan dan selera pasar, khususnya jika pesanannya dalam jumlah banyak.
"Beberapa kali pesanan yang datang warnanya kurang sesuai dengan orderan beta, tetapi syukurlah masih bisa diatasi dan diminati masyarakat," katanya.
Jika secara kebetulan dirinya sedang berangkan ke Pulau Jawa, maka waktunya digunakan mengunjungi sentra produksi batik untuk melakukan pemesanan, tetapi selebihnya pemesanan dilakukan hanya meleui telepon pintar yakni video call maupun melalui aplikasi whatsApp.
Ia mengaku terus bersyukur karena usaha batik khas Ambon yang dirintisnya sejak 10 tahun lalu terus berkembang pesat, disebabkan fanatisme kedaerahan masyarakat Maluku terhadap hasil karya yang berbau Ambon dan Maluku.
Seiring meningkatnya permintaan, ia juga mulai memikirkan produk yang dihasilkan rumah busana "Bagaya Efie" tidak sekedar menjual kain batik Ambon, tetapi mengarah kepada pemenuhan permintaan "ready to wear" atau siap pakai.
"Ini tantangan sekaligus peluang. Beta masih membaca peluang untuk menyiapkan produk jadi dengan banyak model, ukuran serta stok dalam jumlah tertentu, terutama memperhitungkan konsekuensi untung-ruginya, terutama desain yang kurang diminati, padahal sudah terlanjur dibuat dalam jumlah banyak," katanya.
Roemah Dekranasda
Baik Efie maupun para perajin dan pelaku ekonomi kreatif lainnya di Kota Ambon, mungkin juga bisa bersyukur karena di tengah pandemi yang mulai mereda, lahir satu wadah yang bisa dijadikan tempat bagi mereka memacu kreativitas.
Adalah Roemah Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Ambon yang didirikan Pemkot Ambon dan berlokasi di kawasan Pattimura Park, memberi ruang bagi pengrajin lokal memasarkan produk kerajinan dan meningkatkan potensi menciptakan karya baru.
"Kami bersyukur karena di pertengahan tahun 2021 akhirnya Dekransda Ambon memiliki rumah representatif yang di harapkan ke depan menjadi tempat atau ruang bagi para pengrajin berkumpul, beraktivitas, berkreasi dan berinovasi mengembangkan karya, sekaligus menjadi rumah bagi para pengrajin," kata Ketua Dekranasda kota Ambon, Debbie Louhenapessy.
Kehadiran Roemah Deranasda menjadi suatu sukacita bagi istri Wali Kota Ambon itu, sekaligus tantangan bagi pengurus Dekranasda mengedukasi masyarakat terutama para pengrajin akan manfaat wadah tersebut.
"Banyak orang belum mengerti Dekaranasda, makanya edukasi dan sosialisasi harus terus dilakukan," katanya.
Edukasi dilakukan untuk membuka pikiran para pengrajin untuk memberdayakan sumber daya alam sekitar, ditunjang keterampilan dan potensi untuk menciptakan karya bernilai ekonomi dan meningkatkan pendapatan.
"Kita berharap para pengrajin tidak merasa "nyaman" dengan kondisi mereka saat ini, tetapi mau terus belajar mengembangkan daya kreasi untuk menghasilkan produk baru yang dapat menarik minat pasar," katanya.
Kehadiran "Roemah Dekranasda" juga menjadi pekerjaan rumah sekaligus tantangan bagi pengurus Dekranasda Ambon membantu para pengrajin mengembangkan produk kerajinan yang diminati di pangsa pasar nasional dan global.
Roemah Dekranasda juga berfungsi sebagai tempat bagi para pengrajin menaruh produk yang dihasilkan untuk dijual dengan sistem konsinyasi, yakni kerja sama penjualan dimana satu pihak menitipkan produk untuk dijual ke pihak lain.
"Selama ini pengrajin di Ambon hanya menjual di bengkel kerja, jika ada pesanan barulah produk dibuat sehingga tidak berkelanjutan. Di roemah Dekranasda kami menawarkan sistem konsinyasi sekaligus tempat untuk promosi sehingga masyarakat lebih mudah menemukan dan tidak perlu mencari produk kesana kemari," kata Debby.
Sejak diresmikan Oktober 2021, kurang lebih belasan pengrajin bergabung untuk memasarkan produk khas Maluku seperti baju, kain, tas, sepatu, kalung, topi hingga kerajinan dari batok kelapa di Roemah Dekranasda.
Sebelum bergabung, pengrajin dibina dan dilatih untuk menciptakan karya yang berbeda dan tidak ditemukan di toko atau pengrajin lainnya. Semua produk yang akan masuk ke roemah Dekransada dikurasi oleh tim dan dipantau hasilnya.
Musik dan batik
Sejalan dengan ditetapkannya Ambon sebagai kota musik dunia versi Unesco pada Oktober 2019, maka kini tugas Dekranasda pun bertambah untuk memadukan dan memasarkan potensi batik Ambon lebih sejalan dengan potensi bermusik yang menjadi DNA (Deoxyribonucleic acid) orang Ambon.
"Kami terus berupaya agan potensi musik yang berkembang dan menjadi gaya hidup orang Ambon dapat berkembang secara secara beriringan fashion," katanya.
Besarnya potensi musik juga dapat dipadu dan dituangkan dalam motif batik Ambon seperti berbagai jenis alat musik, termasuk memperkenalkan budaya Ambon dan Maluku ke dalam kain batik maupun kain tenun khas Ambon dan Maluku.
"Jadi batik Ambon bisa bercerita tentang alam atau musik yang menjadi ciri khas atau identitas orang Ambon. Sekarang bagaimana kita membuka pikiran para pengrajin untuk berinovasi mengembangkan karya," katanya.
Apalagi saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku menyatakan memberikan dukungan bagi pelaku usaha yang akan mengembangkan batik di Kota Ambon.
"Selama ini kain batik di Maluku belum begitu berkembang karena bukan akar budaya Maluku, dibandingkan dengan kain tenun ikat walaupun perkembangannya juga belum terlalu pesat, karena itu kami akan mendorong batik Ambon agar lebih berkembang ke depan," kata Deputi Kepala Perwakilan BI Maluku Lukman Hakim.
BI Maluku tetap mendorong untuk pengembangan kain tradisional baik itu kain batik maupun tenun ikat.
Menurut dia, saat ini setidaknya ada dua pengusaha yang mengembangkan batik di Kota Ambon yakni B,gaya Batik milik Elfira Hehanussa dan Meima Batik. karena selain memiliki toko sendiri, juga memiliki pelanggan tetap seperti istri-istri pejabat dan pegawai yang selalu memesan untuk acara tertentu.
BI Perwakilan Maluku sudah mulai penjajakan kerja sama pengembangan batik di Maluku dengan kedua rumah mode tersebut, terutama diikutkan untuk proses kurasi di Bank Indonesia, melalui program Industri Kreatif Sariah (IKRA) yang didalamnya ada dua komoditas selain batik juga kuliner.
Lukman Hakim berharap dua pengusaha tersebut lolos seleksi, guna mendapatkan pendampingan lanjutan misalnya dalam pengembangan motif atau pelatihan-pelatihan membuat desain agar batik khas Ambon bisa diterima secara luas oleh masyarakat di Maluku.
"Yang penting motif-motif batik khas Ambon yang dihasilkan harus lebih menarik dan berbeda dari yang dihasilkan di Pulau Jawa, sehingga memiliki daya saing dan bernilai jual," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021
Sebagai salah satu kota kecil di Timur Indonesia, Ambon tidak hanya kaya keindahan alam, sejarah, wisata kuliner hingga talenta bernyanyi saja, tetapi juga seni dan budaya, atraksi musik dan kerajinan.
Berbagai kerajinan tangan khas Kota Ambon seperti kerang-kerangan, mutiara, besi putih, kain tenun dan batik khas Ambon, juga menjadi incaran dan buruan para wisatawan yang datang berkunjung.
Batik Ambon, mungkin belum seterkenal batik dari daerah-daerah di Pulau Jawa. Tetapi batik Ambon memiliki daya tarik tersendiri karena corak dan motif yang mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman budaya, dipadu warna yang memikat.
"Batik Ambon dipengaruhi karakteristik dan budaya, lebih banyak memadukan motif etnis tradisional dan teknik desain moderen agar tampilannya lebih elegan dan kontemporer," kata Elfira Hehanussa (51), seorang perajin batik Ambon.
Alumnus Akademi Seni Rupa dan Desain ISWI Jakarta Jurusan Desain Mode tahun 1995 itu, kini konsisten mengembangkan dan memperkenalkan batik Ambon agar lebih dikenal luas di kalangan masyarakat, sekaligus mewujudkan kecintaannya akan batik yang pernah digeluti saat bekerja sebagai fashion designer "buyer" di batik Keris Jakarta.
"Batik Ambon adalah bentuk kecintaan saya untuk melestarikan budaya Indonesia, khususnya batik," kata Elfira yang akrab disapa Efie.
Di tahun 2009 Efie memilih berhenti dari pekerjaannya dan memilih kembali ke Ambon untuk mengurus keluarganya. Ibu tiga anak ini pun baru mulai merintis usaha jahit-menjahit di tanah kelahirannya itu di tahun 2010.
"B'gaya by Efie"
Efie mengaku usaha di tanah kelahirannya dimulai dengan "personal order" atau menerima pesanan jahitan secara perorangan melalui saudara, kerabat dan kenalan. Pesanannya mulai dari busana kasual hingga gaun pengantin.
Semua hasil karya dan desain Efie dipasarkan dengan tagline "B'gaya by Efie ". Bagaya atau bergaya lebih identik dan menjadi ciri khas orang Ambon yang suka berdandan rapih dan necis.
Baru pada tahun 2021 Efie mulai mengaplikasi ilmu yang diperolehnya semasa kuliah dan bekerja dengan merancang dan membuat pakaian batik dengan motif tradisional Maluku dan diberi nama batik Ambon. Batik Ambon dipakai agar masyarakat lebih mudah mengenalnya.
"Beta (saya) memilih batik karena pernah praktek kerja lapangan (PKL) di usaha batik Iwan Tirta, kemudian bekerja sebagai fashion designer dan buyer di Batik Keris Jakarta. Semuanya berawal dengan batik, makanya beta sangat cinta batik. Karena itu saat pulang kampung beta mulai berpikir untuk mengembangkan batik Ambon," katanya.
Usaha pembuatan batik awalnya dimulai dengan batik tulis yang tergolong mahal serta corak dan motif yang terbatas, hanya sekedar untuk mengetahui arah dan minat orang Ambon dalam berbusana batik.
Hingga saat ini Efie telah mengaplikasikan sembilan motif tradisional pada kerajinan batik hasil karyanya dan telah dikenal luas dan familiar di kalangan orang Maluku maupun para pecinta batik.
Ibu tiga anak yang pernah mengenyam pendidikan ketrampilan untuk konstruksi pola dan desain di Ladies School of Fashion Jakarta itu, mengaku akan terus belajar dan mengali berbagai motif dan corak batik tradisional khas Maluku bersama orang-orang yang paham akan motif tradisional seperti sejarawan maupun desainer lain.
"Orang Ambon sangat fanatik terhadap motif daerah, tetapi saat motifnya dibuat diatas kain batik dengan harga sedikit tinggi, maka kurang laku di pasaran. makanya berbagai cara juga perlu dilakukan dengan menerapkan motif Maluku diatas lurik agar haraganya lebih murah dan bisa bersaing di pasaran," katanya.
Omzet meningkat
Saat pandemi COVID-19 melanda dunia dan Indonesia yangt berdampak keterpurukan usaha UMKM, tetapi usaha batik milik Efie malah kebanjiran pesanan.
"Saat orderan jahitan sepi beta berpikir dan berinovasi untuk membuat masker kain mengunakan kain batik khas Ambon. Puji Tuhan disaat pademi omzet masker kainnya meningkat pesat," katanya.
Tiga bulan sejak COVID-19 merebak di tahun 2020, ia kebanjiran pesanan masker batik bukan hanya di kota Ambon, tetapi juga dari luar daerah.
"Beta bersyukur dengan penjualan masker bisa bertahan ditengah pandemi, semuanya beta syukuri karena banyak orang diluar sana yang terpuruk usahanya karena pandemi ini," katanya.
Ia juga memanfaatkan banyak momentum untuk ekspansi dan lebih memperkenalkan hasil karyanya kepada khalayak di Ambon maupun di luar Maluku, misalnya memanfatkan HUT Kota Ambon untuk memasarkan kain batik khas Ambon yang diproduksinya melalui rumah produksi "Bagaya" melalui karya foto yang dijadikan kado HUT.
Efie juga diajak isri Wali Kota Ambon Debbie Louhenapessy untuk berkolaborasi dengan designer nasional Rudy Chandra untuk terlibat menyiapkan pakaian bagi para pejabat dan pengisi acara pada perayaan satu tahun Ambon City Of Music di Jakarta.
Serta kebaya dan batik Ambon hasil karya "Bagaya Efie" digunakan pada sesi pemotretan para peraih prestasi lima besar Putri Pariwisata Indonesia tahun 2020.
"Jujur saja, dari berbagai peluang ini, omzetnya semakin meningkat di masa pandemi. Rata-rata mencapai Rp20- 25 juta per bulan. Batik Ambon karya saya tidak hanya dikenal di Ambon, tetapi juga di beberapa daerah bahkan sampai ke Belanda," katanya.
Hanya saja untuk usaha butik, lebih stagnan atau berjalan di tempat karena banyak baju dan gaun pengantin hasil jahitannya tidak diambil oleh pemesannya, dikarenakan pembatasan ijin pesta pernikahan, saat pandemi.
Perempuan kelahiran tahun 1970 itu mengaku satu-satunya kendala yang dihadapi dalam mengembangkan bisnisnya batik khas Ambon adalah sumber daya manusia (SDM) atau para pembatik yang tidak dimiliki.
"Hingga saat ini proses pembatikan lainnya dilakukan di Pekalongan, Jawa Tengah. Di Ambon belum ada pembatik handal dan berkualitas. Ini pekerjaan rumah bagi saya untu merintisnya," katanya.
Dia mengaku belum menemukan orang yang bisa membatik di Ambon, terutama untuk batik tulis dan bukan batik print atau cetak.
Kendala ini pula yang membuat Efie memerlukan waktu lebih ekstra saat harus mengorder kain batik khas Ambon pesanannya dari perajin di Pekalongan, terutama memastikan ketepatan warna, motif dan desain sesuai pesanan dan selera pasar, khususnya jika pesanannya dalam jumlah banyak.
"Beberapa kali pesanan yang datang warnanya kurang sesuai dengan orderan beta, tetapi syukurlah masih bisa diatasi dan diminati masyarakat," katanya.
Jika secara kebetulan dirinya sedang berangkan ke Pulau Jawa, maka waktunya digunakan mengunjungi sentra produksi batik untuk melakukan pemesanan, tetapi selebihnya pemesanan dilakukan hanya meleui telepon pintar yakni video call maupun melalui aplikasi whatsApp.
Ia mengaku terus bersyukur karena usaha batik khas Ambon yang dirintisnya sejak 10 tahun lalu terus berkembang pesat, disebabkan fanatisme kedaerahan masyarakat Maluku terhadap hasil karya yang berbau Ambon dan Maluku.
Seiring meningkatnya permintaan, ia juga mulai memikirkan produk yang dihasilkan rumah busana "Bagaya Efie" tidak sekedar menjual kain batik Ambon, tetapi mengarah kepada pemenuhan permintaan "ready to wear" atau siap pakai.
"Ini tantangan sekaligus peluang. Beta masih membaca peluang untuk menyiapkan produk jadi dengan banyak model, ukuran serta stok dalam jumlah tertentu, terutama memperhitungkan konsekuensi untung-ruginya, terutama desain yang kurang diminati, padahal sudah terlanjur dibuat dalam jumlah banyak," katanya.
Roemah Dekranasda
Baik Efie maupun para perajin dan pelaku ekonomi kreatif lainnya di Kota Ambon, mungkin juga bisa bersyukur karena di tengah pandemi yang mulai mereda, lahir satu wadah yang bisa dijadikan tempat bagi mereka memacu kreativitas.
Adalah Roemah Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda) Kota Ambon yang didirikan Pemkot Ambon dan berlokasi di kawasan Pattimura Park, memberi ruang bagi pengrajin lokal memasarkan produk kerajinan dan meningkatkan potensi menciptakan karya baru.
"Kami bersyukur karena di pertengahan tahun 2021 akhirnya Dekransda Ambon memiliki rumah representatif yang di harapkan ke depan menjadi tempat atau ruang bagi para pengrajin berkumpul, beraktivitas, berkreasi dan berinovasi mengembangkan karya, sekaligus menjadi rumah bagi para pengrajin," kata Ketua Dekranasda kota Ambon, Debbie Louhenapessy.
Kehadiran Roemah Deranasda menjadi suatu sukacita bagi istri Wali Kota Ambon itu, sekaligus tantangan bagi pengurus Dekranasda mengedukasi masyarakat terutama para pengrajin akan manfaat wadah tersebut.
"Banyak orang belum mengerti Dekaranasda, makanya edukasi dan sosialisasi harus terus dilakukan," katanya.
Edukasi dilakukan untuk membuka pikiran para pengrajin untuk memberdayakan sumber daya alam sekitar, ditunjang keterampilan dan potensi untuk menciptakan karya bernilai ekonomi dan meningkatkan pendapatan.
"Kita berharap para pengrajin tidak merasa "nyaman" dengan kondisi mereka saat ini, tetapi mau terus belajar mengembangkan daya kreasi untuk menghasilkan produk baru yang dapat menarik minat pasar," katanya.
Kehadiran "Roemah Dekranasda" juga menjadi pekerjaan rumah sekaligus tantangan bagi pengurus Dekranasda Ambon membantu para pengrajin mengembangkan produk kerajinan yang diminati di pangsa pasar nasional dan global.
Roemah Dekranasda juga berfungsi sebagai tempat bagi para pengrajin menaruh produk yang dihasilkan untuk dijual dengan sistem konsinyasi, yakni kerja sama penjualan dimana satu pihak menitipkan produk untuk dijual ke pihak lain.
"Selama ini pengrajin di Ambon hanya menjual di bengkel kerja, jika ada pesanan barulah produk dibuat sehingga tidak berkelanjutan. Di roemah Dekranasda kami menawarkan sistem konsinyasi sekaligus tempat untuk promosi sehingga masyarakat lebih mudah menemukan dan tidak perlu mencari produk kesana kemari," kata Debby.
Sejak diresmikan Oktober 2021, kurang lebih belasan pengrajin bergabung untuk memasarkan produk khas Maluku seperti baju, kain, tas, sepatu, kalung, topi hingga kerajinan dari batok kelapa di Roemah Dekranasda.
Sebelum bergabung, pengrajin dibina dan dilatih untuk menciptakan karya yang berbeda dan tidak ditemukan di toko atau pengrajin lainnya. Semua produk yang akan masuk ke roemah Dekransada dikurasi oleh tim dan dipantau hasilnya.
Musik dan batik
Sejalan dengan ditetapkannya Ambon sebagai kota musik dunia versi Unesco pada Oktober 2019, maka kini tugas Dekranasda pun bertambah untuk memadukan dan memasarkan potensi batik Ambon lebih sejalan dengan potensi bermusik yang menjadi DNA (Deoxyribonucleic acid) orang Ambon.
"Kami terus berupaya agan potensi musik yang berkembang dan menjadi gaya hidup orang Ambon dapat berkembang secara secara beriringan fashion," katanya.
Besarnya potensi musik juga dapat dipadu dan dituangkan dalam motif batik Ambon seperti berbagai jenis alat musik, termasuk memperkenalkan budaya Ambon dan Maluku ke dalam kain batik maupun kain tenun khas Ambon dan Maluku.
"Jadi batik Ambon bisa bercerita tentang alam atau musik yang menjadi ciri khas atau identitas orang Ambon. Sekarang bagaimana kita membuka pikiran para pengrajin untuk berinovasi mengembangkan karya," katanya.
Apalagi saat ini Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku menyatakan memberikan dukungan bagi pelaku usaha yang akan mengembangkan batik di Kota Ambon.
"Selama ini kain batik di Maluku belum begitu berkembang karena bukan akar budaya Maluku, dibandingkan dengan kain tenun ikat walaupun perkembangannya juga belum terlalu pesat, karena itu kami akan mendorong batik Ambon agar lebih berkembang ke depan," kata Deputi Kepala Perwakilan BI Maluku Lukman Hakim.
BI Maluku tetap mendorong untuk pengembangan kain tradisional baik itu kain batik maupun tenun ikat.
Menurut dia, saat ini setidaknya ada dua pengusaha yang mengembangkan batik di Kota Ambon yakni B,gaya Batik milik Elfira Hehanussa dan Meima Batik. karena selain memiliki toko sendiri, juga memiliki pelanggan tetap seperti istri-istri pejabat dan pegawai yang selalu memesan untuk acara tertentu.
BI Perwakilan Maluku sudah mulai penjajakan kerja sama pengembangan batik di Maluku dengan kedua rumah mode tersebut, terutama diikutkan untuk proses kurasi di Bank Indonesia, melalui program Industri Kreatif Sariah (IKRA) yang didalamnya ada dua komoditas selain batik juga kuliner.
Lukman Hakim berharap dua pengusaha tersebut lolos seleksi, guna mendapatkan pendampingan lanjutan misalnya dalam pengembangan motif atau pelatihan-pelatihan membuat desain agar batik khas Ambon bisa diterima secara luas oleh masyarakat di Maluku.
"Yang penting motif-motif batik khas Ambon yang dihasilkan harus lebih menarik dan berbeda dari yang dihasilkan di Pulau Jawa, sehingga memiliki daya saing dan bernilai jual," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2021