Warga desa adat Negeri Soya di Kota Ambon, menggelar tradisi cuci negeri yang merupakan salah satu warisan budaya tak benda di Provinsi Maluku.
Puluhan warga Negeri (Desa) Soya mulai dari anak muda, lelaki, dan perempuan pada Rabu mulai melaksanakan rangkaian tradisi cuci negeri seperti membersihkan jalan desa hingga ke rumah adat (baileo samasuru), dan memasak makanan tradisional. Yang unik dalam rangkaian tradisi tersebut adalah baileo samasuru yang merupakan rumah adat Negeri Soya tidak berbentuk bangunan permanen, melainkan tanah lapang yang terdapat batu-batu bersusun dan tidak memiliki atap maupun dinding.
Keunikan tradisi cuci negeri soya inilah yang membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menetapkannya sebagai warisan budaya tak benda Indonesia sejak 20 Oktober 2015.
Baca juga: Beti Dewi diharapkan jadi terobosan industri pariwisata di Maluku, begini penjelasannya
Keunikan lainnya adalah hanya perempuan dewasa yang sudah menikah (mata ina) yang diperbolehkan membersihkan baileo samasuru. Mereka juga wajib mengenakan kebaya ambon dan membersihkan ilalang dan belukar di lapangan baileo dengan cara mencabut dengan tangan kosong, tidak boleh menggunakan mesin. Perempuan dewasa yang pertama kali ikut dalam prosesi tersebut (mata ina baru) juga dapat tugas tambahan membawa sirih pinang dan anggur untuk mata ina lainnya.
"Harus cabut pakai tangan dan pakai kebaya, karena adatnya seperti itu," kata Oma Lourehatta Soa Pera, pemimpin kelompok mata ina dalam prosesi cuci negeri.
Baca juga: Cara menuju destinasi arung jeram Desa Wisata Namrinat di Bursel, mulai transportasi dan tarifnya
Kepala Soa Pera Thomi Tamtelahitu, sebagai pemimpin empat marga asli Negeri Soya menjelaskan, tradisi cuci negeri Soya merupakan tradisi leluhur yang ada sebelum warga setempat menganut agama kristen yang dibawa Portugis dan Belanda. Upacara adat ini berlangsung selama lima hari berturut-turut setelah musim angin barat pada minggu kedua bulan Desember setiap tahun.
Tradisi cuci negeri mengalami evolusi meski tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal untuk mempertahankan tradisi seperti budaya menghormati leluhur, persatuan, gotong royong, kebersihan dan toleransi.
Thomi menjelaskan rangkaian cuci negeri soya selama lima hari terdiri dari pembersihan negeri atau kerja bakti selama dua hari, dilanjutkan dengan naik ke puncak sirimau (matawana). Rangkaian terakhir adalah cuci air di lokasi air adat, yakni Wai Werhalouw dan Unuwey.
"Puncak acara cuci negeri soya jatuh pada hari Jumat tanggal 9 Desember di Baileo Samasuru," ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Maluku Afandi Hasanusi mengatakan tradisi cuci negeri soya adalah salah satu keunikan wisata budaya di Maluku yang perlu dilestarikan. Negeri Soya juga sudah ditetapkan sebagai salah satu dari 10 desa wisata berbasis musik di Kota Ambon. Selain itu, lokasi Negeri Soya juga tidak jauh dari pusat kota, yakni sekitar empat kilometer dari pusat kota.
"Ya kearifan lokal begini yang perlu dilestarikan dan digalakkan," kata Afandi.
Baca juga: Dinas Pariwisata Maluku ajak perbankan permudah wisman belanja di Banda Neira
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022
Puluhan warga Negeri (Desa) Soya mulai dari anak muda, lelaki, dan perempuan pada Rabu mulai melaksanakan rangkaian tradisi cuci negeri seperti membersihkan jalan desa hingga ke rumah adat (baileo samasuru), dan memasak makanan tradisional. Yang unik dalam rangkaian tradisi tersebut adalah baileo samasuru yang merupakan rumah adat Negeri Soya tidak berbentuk bangunan permanen, melainkan tanah lapang yang terdapat batu-batu bersusun dan tidak memiliki atap maupun dinding.
Keunikan tradisi cuci negeri soya inilah yang membuat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia menetapkannya sebagai warisan budaya tak benda Indonesia sejak 20 Oktober 2015.
Baca juga: Beti Dewi diharapkan jadi terobosan industri pariwisata di Maluku, begini penjelasannya
Keunikan lainnya adalah hanya perempuan dewasa yang sudah menikah (mata ina) yang diperbolehkan membersihkan baileo samasuru. Mereka juga wajib mengenakan kebaya ambon dan membersihkan ilalang dan belukar di lapangan baileo dengan cara mencabut dengan tangan kosong, tidak boleh menggunakan mesin. Perempuan dewasa yang pertama kali ikut dalam prosesi tersebut (mata ina baru) juga dapat tugas tambahan membawa sirih pinang dan anggur untuk mata ina lainnya.
"Harus cabut pakai tangan dan pakai kebaya, karena adatnya seperti itu," kata Oma Lourehatta Soa Pera, pemimpin kelompok mata ina dalam prosesi cuci negeri.
Baca juga: Cara menuju destinasi arung jeram Desa Wisata Namrinat di Bursel, mulai transportasi dan tarifnya
Kepala Soa Pera Thomi Tamtelahitu, sebagai pemimpin empat marga asli Negeri Soya menjelaskan, tradisi cuci negeri Soya merupakan tradisi leluhur yang ada sebelum warga setempat menganut agama kristen yang dibawa Portugis dan Belanda. Upacara adat ini berlangsung selama lima hari berturut-turut setelah musim angin barat pada minggu kedua bulan Desember setiap tahun.
Tradisi cuci negeri mengalami evolusi meski tetap mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal untuk mempertahankan tradisi seperti budaya menghormati leluhur, persatuan, gotong royong, kebersihan dan toleransi.
Thomi menjelaskan rangkaian cuci negeri soya selama lima hari terdiri dari pembersihan negeri atau kerja bakti selama dua hari, dilanjutkan dengan naik ke puncak sirimau (matawana). Rangkaian terakhir adalah cuci air di lokasi air adat, yakni Wai Werhalouw dan Unuwey.
"Puncak acara cuci negeri soya jatuh pada hari Jumat tanggal 9 Desember di Baileo Samasuru," ujarnya.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi Maluku Afandi Hasanusi mengatakan tradisi cuci negeri soya adalah salah satu keunikan wisata budaya di Maluku yang perlu dilestarikan. Negeri Soya juga sudah ditetapkan sebagai salah satu dari 10 desa wisata berbasis musik di Kota Ambon. Selain itu, lokasi Negeri Soya juga tidak jauh dari pusat kota, yakni sekitar empat kilometer dari pusat kota.
"Ya kearifan lokal begini yang perlu dilestarikan dan digalakkan," kata Afandi.
Baca juga: Dinas Pariwisata Maluku ajak perbankan permudah wisman belanja di Banda Neira
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2022