Ambon (ANTARA) - Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku akan segera memanggil Bupati Maluku Tenggara (Malra) Muhamad Thaher Hanubun terkait sengketa pengangkatan raja di desa adat Ohoi Watlaar, Kecamatan Pulau Kei Besar Utara Timur yang telah berlangsung sejak 2019.
"Kita akan melakukan pemeriksaan kembali secara seksama, mendetail dan simultan kepada bagian pemerintahan dan Bupati," kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku, Hasan Slamat, di Ambon, Selasa.
Ia mengatakan sengketa pengangkatan raja adat bergelar Maur Ohoiwut di Desa Ohoi Watlaar telah berlangsung sejak 2019 dan berlarut-larut, karena tokoh yang dilantik sebagai kepala desa oleh Bupati Muhamad Thaher Hanubun, yakni Vinansius A Rahail tidak mendapat persetujuan dari mata rumah (kelompok marga negeri-negeri adat di Maluku) Rahail sebagai raja.
Persoalan ini kemudian dilaporkan ke Ombudsman RI Perwakilan Maluku, tetapi belum ditemukan solusi, sebab Theodorius Rahail mewakili mata rumah Rahail sebagai pihak penggugat dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malra sebagai tergugat sama-sama mempertahankan pendapat mereka mengenai siapa yang berhak menjadi kepala desa.
Baca juga: Ombudsman RI - Unpatti Ambon kerja sama penanganan pengaduan masyarakat, begini penjelasannya
Mata Rumah Rahail telah mengirimkan tiga kali surat banding administratif kepada Bupati Malra pada 12 Agustus, 16 Agustus dan 26 Agustus 2021 sebagai bentuk protes keras dan keberatan karena mengabaikan calon kepala desa yang telah diusulkan kepada pihak Pemkab Malra sebelumnya, yakni AKBP Purn Bereckmans Rahail.
Ombudsman, kata Hasan, menilai Pemkab Malra telah melakukan maladministrasi karena melanggar Pasal 2 ayat (1) b dan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Malra Nomor 4 Tahun 2009 tentang Tata Cara Proses Pencalonan dan Pengangkatan Kepala Ohoi/Desa.
Pasal 2 ayat (1) b menyebutkan "Pengangkatan Kepala Ohoi/Ohoi Rat dilakukan apabila calon yang diajukan untuk menjadi Kepala Pemrintahan Ohoi/Ohoi Rat hanya satu calon dan berasal dari mata rumah keturunan yang berhak menjadi Kepala Pemerintahan Ohoi/Ohoi Rat, dan persyaratan khusus yaitu adanya rekomendasi dari Raja Kepala Ratshap yang membawahi desa/ohoi yang bersangkutan".
Baca juga: Ombudsman RI akan tinjau layanan publik di Maluku, jangan Asbun
Sedangkan Pasal 3 ayat (2) menyebutkan "Jabatan Raja/Ratshap merupakan hak mata rumah atau keturunan tertentu berdasarkan garis lurus secara patrilinial dan tidak dapat dialihkan kepada pihak lain, kecuali dalam hal-hal khusus yang ditetapkan berdasarkan hasil musyawarah mata rumah".
"Kami melihat adanya indikasi maladministrasi berupa pengabaian oleh Pemkab Malra terhadap siapa yang berhak menjadi kepala desa sesuai dengan yang diusulkan oleh mata rumah yang berhak, dan ini juga sudah sesuai dengan perda yang berlaku," ujar Hasan.
Dia mengemukakan, terkait sengketa tersebut, Gubernur Maluku Murad Ismail juga telah mengirimkan surat kepada Bupati Muhamad Thaher Hanubun agar memperhatikan substansi keberatan dan dokumen bukti, sehubungan dengan permohonan banding administrasi oleh Raja Maur Ohoiwut pada 27 Agustus 2021.
"Gubernur Murad juga berupaya untuk menyelesaikan sengketa ini dengan mengirimkan surat yang memerintahkan agar Pemkab Malra dalam penyelenggaraan pemerintahan wajib tunduk dan patuh melaksanakan setiap ketentuan peraturan perundang-undangan," tandas Hasan Slamat.
Baca juga: Ombudsman Maluku beri waktu 30 hari Pemkab Buru lunasi hutang lahan, tegakkan aturan
Ombudsman Maluku segera panggil Bupati Malra terkait sengketa raja desa adat, taati aturan adat
Selasa, 12 Oktober 2021 19:02 WIB