Barang-barang peninggalan orang tua, kakek, dan nenek, bagi sebagian orang, kerap dianggap sebagai properti usang yang sudah tak bernilai lagi.
Karena dianggap usang, kadang benda-benda kuno itu ditempatkan di gudang atau mungkin malah dijadikan kayu bakar kalau terbuat dari kayu.
Namun, bagi mereka yang mengerti akan nilai estetika dan sejarahnya, benda-benda kuno itu bisa dipatok dengan harga yang fantastis.
Bersejajar dengan bangunan Ambon Plaza di Kota Ambon, ada sebuah toko kecil dengan plang jenama bertuliskan bahasa asing yang mungkin tak dimengerti bagi orang yang melintasi Jalan Sam Ratulangi itu.
Siang itu sinar Matahari tak begitu terik, awan mendung juga menyelimuti langit Kota Ambon. Semua orang melakukan aktivitasnya masing-masing di tengah hiruk-pikuk kota itu.
Dari kejauhan, sebuah toko yang diapit hotel di sekitarnya tampak mencolok sehingga menarik perhatian bagi yang melintas.
Terlihat tulisan bahasa asing pada dinding toko tersebut, yang mungkin tak dimengerti sebagian besar orang di Kota Ambon.
Dari luar, toko tersebut tampak memamerkan beberapa benda yang jarang dilihat orang-orang di tempat umum.
Di dalam toko seluas 3x5 meter persegi itu tersusun rapi beragam benda unik, mulai dari yang ukurannya sebesar kelingking, hingga dua kali lipat ukuran tinggi manusia pada umumnya.
Toko tersebut dinamai Asmat Souvenir, sesuai dengan nama pemiliknya yaitu Asmat, suami dari Darwati.
Mengoleksi barang-barang antik awalnya hanyalah sebuah hobi bagi Asmat semasa hidupnya. Seperti dikatakan Darwati, suaminya itu memiliki hobi mengoleksi barang antik sejak tahun 80-an.
"Toko ini punya suami saya. Asmat namanya, dia memang hobi koleksi barang antik," katanya.
Menurut Darwati, Asmat menekuni hobi tersebut sejak sebelum mereka berdua menikah pada tahun 1981.
Saat itu, Asmat hanya mengoleksi satu sampai dua barang antik. Seiring berjalannya waktu, barang antik koleksi Asmat terkumpul menjadi tak terhitung.
Hingga pasangan suami istri tersebut memutuskan untuk membuka toko barang antik pertama di Kota Ambon pada 1996.
Berlokasi di Jalan Said Parintah Kota Ambon, teras rumah Darwati dan Asmat, disulap menjadi toko barang antik dadakan, kala itu.
Saat itu di kota yang berjuluk Manise ini tak banyak orang yang memiliki hobi sama dengan pasangan suami istri tersebut.
Semasa hidupnya, Asmat berprofesi sebagai pelaut. Dari profesi tersebut, Asmat dengan mudah mendapatkan barang-barang antik dari seluruh dunia, hingga akhirnya dijadikan usaha bersama istrinya.
"Setiap pulang (dari berlayar), dia selalu bawa satu atau dua barang-barang ini, semuanya punya cerita," kenang Darwati sembari menatap seisi ruangan tokonya.
Suka dan duka dilalui pasangan yang hobi dengan barang antik itu hingga konflik antarwarga pecah di Ambon.
Pada 2003, pascakonflik antarwarga yang terjadi di Kota Ambon, Asmat dan Darwati memindahkan toko barang antiknya tersebut ke Jalan Sam Ratulangi, hingga saat ini.
Namun, mimpi mereka menua bersama barang antik dan kuno koleksinya harus kandas. Sang Khalik memanggil Asmat lebih dulu.
Pria yang mendedikasikan hidupnya mengumpulkan barang antik dari seluruh dunia itu mengembuskan napas terakhirnya pada 2021.
Darwati pun harus melanjutkan usaha yang telah dirintis suaminya itu.
Di dalam toko itu tersedia ribuan koleksi barang antik yang bernilai fantastis. Mulai dari benda-benda pusaka berupa keris kecil, koin antik, dan pernak-pernik antik. Bahkan, gigi ikan duyung pun ada.
Pada bagian depan, terpampang ratusan koleksi uang kertas antik dari seluruh dunia.
Uganda, Iran, hingga mata uang Madagaskar pun ada.
Koleksi piring-piring peninggalan era kemerdekaan tersusun rapi pada etalase kaca di depan toko.
Karakter pewayangan Jawa, Gatotkaca hingga ukiran mini Garuda Wisnu Kencana seharga 1 unit sepeda motor pun tersusun rapi di atas etalase kaca tersebut.
Tak sedikit pengunjung yang datang untuk sekadar melihat-melihat benda-benda antik dari seluruh dunia itu.
Mereka terpikat bentuk dan motif benda-benda antik tersebut. Itulah yang membuat sebagian orang tertarik untuk melihat detailnya.
Seorang pengunjung toko itu, Amin, mengaku telah beberapa kali melintas di depan toko tersebut dan perhatiannya terpikat oleh sebuah ornamen kecil berbentuk topeng suku Maya yang berasal dari Meksiko.
Namun, baru hari ini dia mendapat kesempatan untuk melihat detail benda unik itu.
"Beberapa kali saya lewat tapi baru sempat mampir sekarang," ujarnya.
Masuk ke dalam, patung-patung kuno yang terbuat dari pahatan kayu tampak berjajar di dinding dan lantai toko.
Menjual barang antik tak seperti barang-barang lainnya yang memiliki peminat setiap hari.
Untungnya pun tak menentu. Namun soal harga, jangan ditanya, barang-barang antik koleksi toko itu bahkan ada yang bernilai Rp100 juta.
Seperti tulang ikan duyung setinggi dua meter yang digantungkan di depan toko, bagi seorang kolektor benda antik, satu tulang duyung yang berukuran dua ruas jari orang dewasa, harganya bisa mencapai Rp2 juta.
Bisa dihitung saja, berapa harga tulang ikan duyung setinggi dua meter yang digantung tersebut.
Meski sulit menjual barang antik di tengah gempuran modernisasi, Darwati yang melanjutkan usaha tersebut mengaku senang bisa menjaga barang-barang peninggalan suaminya.
Buku-buku kuno koleksi suaminya pun dia susun rapi di dinding sebelah kanan pintu masuk toko.
Sejak pandemi lalu, peminat barang-barang kuno mulai berkurang sehingga Darwati pun harus "nyambi" berjualan kudapan dan minuman kemasan di toko itu.
"Sejak pandemi sampai sekarang belum ada lagi kolektor yang datang untuk beli. saya tahan-tahan dengan berjualan rokok, snack, dan minuman, tapi untuk buku-buku kuno setiap hari selalu saja ada yang beli," ujarnya.
Tak hanya menjual, toko itu juga membeli koleksi barang-barang antik yang biasa dibawa oleh komunitas-komunitas tertentu.
"Biasa kalau ada orang bawa, dijual di sini, kami beli juga," kata dia.
Lewat usahanya itu, Asmat dan Darwati mampu menyekolahkan kedua putrinya hingga sarjana.
Kedua putrinya tersebut pun sudah menikah dan ikut dengan suaminya masing-masing di luar Maluku.
Darwati berpesan, jika barang-barang kuno terus dijaga dan dirawat, maka benda tersebut akan membawa rezeki untuk orang yang merawatnya.
"Barang-barang ini memang tidak bisa bicara, memang terlihat tidak berharga, namun kalau kita rawat, beberapa tahun ke depan, benda ini pasti bernilai tinggi," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bertahan hidup dengan berjualan barang antik
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023
Karena dianggap usang, kadang benda-benda kuno itu ditempatkan di gudang atau mungkin malah dijadikan kayu bakar kalau terbuat dari kayu.
Namun, bagi mereka yang mengerti akan nilai estetika dan sejarahnya, benda-benda kuno itu bisa dipatok dengan harga yang fantastis.
Bersejajar dengan bangunan Ambon Plaza di Kota Ambon, ada sebuah toko kecil dengan plang jenama bertuliskan bahasa asing yang mungkin tak dimengerti bagi orang yang melintasi Jalan Sam Ratulangi itu.
Siang itu sinar Matahari tak begitu terik, awan mendung juga menyelimuti langit Kota Ambon. Semua orang melakukan aktivitasnya masing-masing di tengah hiruk-pikuk kota itu.
Dari kejauhan, sebuah toko yang diapit hotel di sekitarnya tampak mencolok sehingga menarik perhatian bagi yang melintas.
Terlihat tulisan bahasa asing pada dinding toko tersebut, yang mungkin tak dimengerti sebagian besar orang di Kota Ambon.
Dari luar, toko tersebut tampak memamerkan beberapa benda yang jarang dilihat orang-orang di tempat umum.
Di dalam toko seluas 3x5 meter persegi itu tersusun rapi beragam benda unik, mulai dari yang ukurannya sebesar kelingking, hingga dua kali lipat ukuran tinggi manusia pada umumnya.
Toko tersebut dinamai Asmat Souvenir, sesuai dengan nama pemiliknya yaitu Asmat, suami dari Darwati.
Mengoleksi barang-barang antik awalnya hanyalah sebuah hobi bagi Asmat semasa hidupnya. Seperti dikatakan Darwati, suaminya itu memiliki hobi mengoleksi barang antik sejak tahun 80-an.
"Toko ini punya suami saya. Asmat namanya, dia memang hobi koleksi barang antik," katanya.
Menurut Darwati, Asmat menekuni hobi tersebut sejak sebelum mereka berdua menikah pada tahun 1981.
Saat itu, Asmat hanya mengoleksi satu sampai dua barang antik. Seiring berjalannya waktu, barang antik koleksi Asmat terkumpul menjadi tak terhitung.
Hingga pasangan suami istri tersebut memutuskan untuk membuka toko barang antik pertama di Kota Ambon pada 1996.
Berlokasi di Jalan Said Parintah Kota Ambon, teras rumah Darwati dan Asmat, disulap menjadi toko barang antik dadakan, kala itu.
Saat itu di kota yang berjuluk Manise ini tak banyak orang yang memiliki hobi sama dengan pasangan suami istri tersebut.
Semasa hidupnya, Asmat berprofesi sebagai pelaut. Dari profesi tersebut, Asmat dengan mudah mendapatkan barang-barang antik dari seluruh dunia, hingga akhirnya dijadikan usaha bersama istrinya.
"Setiap pulang (dari berlayar), dia selalu bawa satu atau dua barang-barang ini, semuanya punya cerita," kenang Darwati sembari menatap seisi ruangan tokonya.
Suka dan duka dilalui pasangan yang hobi dengan barang antik itu hingga konflik antarwarga pecah di Ambon.
Pada 2003, pascakonflik antarwarga yang terjadi di Kota Ambon, Asmat dan Darwati memindahkan toko barang antiknya tersebut ke Jalan Sam Ratulangi, hingga saat ini.
Namun, mimpi mereka menua bersama barang antik dan kuno koleksinya harus kandas. Sang Khalik memanggil Asmat lebih dulu.
Pria yang mendedikasikan hidupnya mengumpulkan barang antik dari seluruh dunia itu mengembuskan napas terakhirnya pada 2021.
Darwati pun harus melanjutkan usaha yang telah dirintis suaminya itu.
Di dalam toko itu tersedia ribuan koleksi barang antik yang bernilai fantastis. Mulai dari benda-benda pusaka berupa keris kecil, koin antik, dan pernak-pernik antik. Bahkan, gigi ikan duyung pun ada.
Pada bagian depan, terpampang ratusan koleksi uang kertas antik dari seluruh dunia.
Uganda, Iran, hingga mata uang Madagaskar pun ada.
Koleksi piring-piring peninggalan era kemerdekaan tersusun rapi pada etalase kaca di depan toko.
Karakter pewayangan Jawa, Gatotkaca hingga ukiran mini Garuda Wisnu Kencana seharga 1 unit sepeda motor pun tersusun rapi di atas etalase kaca tersebut.
Tak sedikit pengunjung yang datang untuk sekadar melihat-melihat benda-benda antik dari seluruh dunia itu.
Mereka terpikat bentuk dan motif benda-benda antik tersebut. Itulah yang membuat sebagian orang tertarik untuk melihat detailnya.
Seorang pengunjung toko itu, Amin, mengaku telah beberapa kali melintas di depan toko tersebut dan perhatiannya terpikat oleh sebuah ornamen kecil berbentuk topeng suku Maya yang berasal dari Meksiko.
Namun, baru hari ini dia mendapat kesempatan untuk melihat detail benda unik itu.
"Beberapa kali saya lewat tapi baru sempat mampir sekarang," ujarnya.
Masuk ke dalam, patung-patung kuno yang terbuat dari pahatan kayu tampak berjajar di dinding dan lantai toko.
Menjual barang antik tak seperti barang-barang lainnya yang memiliki peminat setiap hari.
Untungnya pun tak menentu. Namun soal harga, jangan ditanya, barang-barang antik koleksi toko itu bahkan ada yang bernilai Rp100 juta.
Seperti tulang ikan duyung setinggi dua meter yang digantungkan di depan toko, bagi seorang kolektor benda antik, satu tulang duyung yang berukuran dua ruas jari orang dewasa, harganya bisa mencapai Rp2 juta.
Bisa dihitung saja, berapa harga tulang ikan duyung setinggi dua meter yang digantung tersebut.
Meski sulit menjual barang antik di tengah gempuran modernisasi, Darwati yang melanjutkan usaha tersebut mengaku senang bisa menjaga barang-barang peninggalan suaminya.
Buku-buku kuno koleksi suaminya pun dia susun rapi di dinding sebelah kanan pintu masuk toko.
Sejak pandemi lalu, peminat barang-barang kuno mulai berkurang sehingga Darwati pun harus "nyambi" berjualan kudapan dan minuman kemasan di toko itu.
"Sejak pandemi sampai sekarang belum ada lagi kolektor yang datang untuk beli. saya tahan-tahan dengan berjualan rokok, snack, dan minuman, tapi untuk buku-buku kuno setiap hari selalu saja ada yang beli," ujarnya.
Tak hanya menjual, toko itu juga membeli koleksi barang-barang antik yang biasa dibawa oleh komunitas-komunitas tertentu.
"Biasa kalau ada orang bawa, dijual di sini, kami beli juga," kata dia.
Lewat usahanya itu, Asmat dan Darwati mampu menyekolahkan kedua putrinya hingga sarjana.
Kedua putrinya tersebut pun sudah menikah dan ikut dengan suaminya masing-masing di luar Maluku.
Darwati berpesan, jika barang-barang kuno terus dijaga dan dirawat, maka benda tersebut akan membawa rezeki untuk orang yang merawatnya.
"Barang-barang ini memang tidak bisa bicara, memang terlihat tidak berharga, namun kalau kita rawat, beberapa tahun ke depan, benda ini pasti bernilai tinggi," katanya.
Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: Bertahan hidup dengan berjualan barang antik
COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2023