Gubernur Maluku Murad Ismail mengajak semua pihak di provinsi itu menjaga kelestarian tradisi Pukul Manyapu atau Baku Pukul Sapu Lidi di Negeri (Desa) Mamala dan Morella Maluku Tengah pada penghujung masa jabatannya.

“Marilah kita menjaga adat dan tradisi kita ini dengan sebaik-baiknya. Pukul Manyapu sudah menjadi agenda tahunan dan sudah masuk dalam kalender festival pariwisata tahunan di Provinsi Maluku," kata Gubernur Murad Ismail dalam keterangan tertulis yang diterima di Ambon, Kamis.

Hal itu diutarakan Gubernur Murad saat membuka tradisi Pukul Manyapu dalam rangka memperingati 7 Syawal 1445 Hijriah di Negeri Mamala, Maluku Tengah.

"Di penghujung akhir masa jabatan ini, saya juga menyampaikan terima kasih kepada semua pihak masyarakat Negeri Mamala, atas dukungan serta kepercayaan kepada saya dan keluarga selama bertugas sebagai Gubernur Provinsi Maluku," katanya. 

Sementara itu Penjabat (Pj) Bupati Maluku Tengah Rakib Sahubawa mengungkapkan acara Baku Pukul Sapu Lidi adalah adat warisan budaya yang kaya dan unik dari masyarakat dan telah menjadi bagian dari identitas serta kebanggaan tersendiri bagi warga di daerah tersebut.

Baca juga: Pemain Barito Putera ikut atraksi pukul manyapu di Mamala Maluku

"Saya ingin menyampaikan apresiasi dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Upulatu (raja) serta tokoh adat dan tokoh agama Negeri Mamala-Morella dan semua pihak yang telah bekerja keras dalam menyukseskan agenda Pukul Sapu dengan baik. Upaya ini, tidak hanya untuk menjaga tradisi para leluhur, tetapi juga untuk menjaga rasa persatuan dan kesatuan, persaudaraan dan gotong royong kita semua," ucap Rakib

Tradisi bambu gila sebelum pukul manyapu di Negeri Morella Maluku Tengah (Antara/Dedy Azis)

Baku Pukul Manyapu sendiri menurut sejarahnya diciptakan oleh seorang tokoh Islam dari Maluku bernama Imam Tuni. Tradisi ini dipertunjukkan sebagai perayaan atas keberhasilan pembangunan masjid yang selesai dibangun pada 7 Syawal.

Tradisi ini juga dikaitkan dengan sejarah perjuangan Kapitan Telukabessy dengan pasukannya pada masa penjajahan Portugis dan VOC pada abad ke-16 di Kerajaan Tanah Hitu. Pasukan pimpinan Kapitan Telukabessy ini bertempur untuk mempertahankan Benteng Kapahaha dari serbuan VOC, meskipun pada akhirnya harus mengalami kekalahan dan Benteng Kapahaha berhasil ditaklukkan. Untuk menggambarkan kekalahan tersebut, pasukan Telukabessy mengambil lidi enau dan saling mencambuk diri hingga berdarah.

Baca juga: Anak-Anak Meriahkan Atraksi Pukul Manyapu Mamala

Tradisi ini dipandang sebagai alat untuk mempererat tali persaudaraan masyarakat di Negeri Morela dan Mamala. Baku Pukul Manyapu dilakukan oleh para pemuda yang dibagi dalam dua kelompok, setiap kelompoknya berjumlah 20 orang. Kedua kelompok dengan seragam yang berbeda itu akan saling bertarung satu sama lain.

Kelompok satu menggunakan celana berwarna merah atau putih, sedangkan kelompok lainnya menggunakan celana berwarna hijau atau biru. Peserta juga diwajibkan menggunakan ikat kepala untuk menutupi telinga agar terhindar dari sabetan lidi. Alat pukul dalam tarian ini adalah lidi dari pohon enau dengan panjang sekitar 1,5 meter. Bagian tubuh yang boleh dipukul dalam tradisi ini adalah dari dada hingga perut.

Ketika atraksi dimulai, kedua kelompok akan saling berhadapan dengan memegang lidi enau di kedua tangan. Ketika suara peluit mulai ditiup sebagai tanda pertandingan dimulai, kemudian kedua kelompok ini secara bergantian saling pukul menggunakan lidi tersebut.

Baca juga: Pukul manyapu Morela Maluku pakai getah jarak sembuhkan luka sabetan

Pewarta: Ode Dedy Lion Abdul Azis

Editor : Moh Ponting


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024