Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Maluku Utara (Malut) mencatat nilai nominal transaksi Quick Response Code Indonesian Standard (QRIS) di Provinsi Maluku Utara hingga Maret 2024 mencapai Rp57,66 miliar.

"Untuk volume transaksi QRIS mencapai 417.317 kali, dimana Kota Ternate masih menjadi daerah dengan nominal dan jumlah transaksi tertinggi sebesar Rp15,37 miliar sebanyak 141.896 kali transaksi", kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Maluku Utara, Dwi Putra Indrawan di Ternate, Kamis.

Ia menyatakan untuk Kabupaten Pulau Morotai menjadi daerah dengan nominal transaksi terendah sebesar Rp330,43 juta dengan 2.408 kali transaksi.

Sementara itu, kata Dwi, jumlah pengguna QRIS di Maluku Utara mencapai 80.348 orang. Angka tersebut masih tertinggal dibanding beberapa daerah wilayah timur Indonesia.

Baca juga: BI dukung Halmahera Timur jadi lumbung pangan

Data yang diperoleh pengguna transaksi QRIS di Papua Barat sebanyak 95.878, Maluku 130.170, Kalimantan Utara 91.771. Kemudian, Sulawesi Barat sebesar 88.112 orang, serta DKI Jakarta menjadi daerah dengan pengguna transaksi tertinggi mencapai 5.769.053 orang.

"Nominal transaksi kita cukup baik, tetapi dari sisi pengguna kita masih tertinggal dibanding Papua Barat," ucapnya saat menyampaikan perkembangan ekonomi Maluku Utara dalam giat Capacity Building bersama media partner.

Dijelaskan Dwi bahwa transaksi nontunai QRIS memberikan sejumlah manfaat yang dirasakan kedua belah pihak. Baik merchant maupun pengguna atau
konsumen.

"Transaksi menggunakan QRIS mewujudkan transaksi keuangan yang cepat, mudah, murah, aman dan andal," kata Tri.

Baca juga: BI Malut bersama TPID jaga stabilitas pasokan sembako

Namun, dia juga mengakui bahwa perluasan transaksi nontunai QRIS masih memiliki sejumlah kendala.

Kendala pertama adalah adanya merchant discount rate (tingkat diskon pedagang).beberapa transaksi melalui QRIS

dikenakan biaya sebesar 0,7 persen dari total nilai pembayaran. Hal ini dapat menjadi kendala bagi pelaku bisnis, terutama UMKM

Kedua, keterbatasan kepemilikan smartphone. Akses terhadap handphone yang masih belum menyeluruh menghambat akseptasi QRIS di masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2022, tingkat kepemilikan handphone pada penduduk di Maluku Utara sebesar 61,58 persen.

Ketiga, Keterbatasan koneksi internet. Penyebaran koneksi internet belum merata di seluruh wilayah Indonesia. Tidak semua lapisan masyarakat memiliki akses ke ponsel modern dan internet yang stabil.

Baca juga: BI Malut sediakan uang tunai Rp995 miliar hadapi Lebaran

Pewarta: Abdul Fatah

Editor : Moh Ponting


COPYRIGHT © ANTARA News Ambon, Maluku 2024